Yunus
Yunus bahasa Ibrani: יוֹנָה, Modern Yona Tiberias Yônā ; dara; bahasa Latin: Ionas; bahasa Inggris: Jonah atau Jonas) (bahasa Arab: يونس Yūnus, Yūnis atau يونان Yūnān; adalah tokoh dalam kitab-kitab suci agama samawi. Disebutkan bahwa dia adalah seorang nabi dari Kerajaan Israel (Samaria) pada kisaran abad ke-8 Sebelum Masehi. Terdapat beberapa perbedaan terkait urutan waktu kisah Yunus dalam catatan Alkitab dan tradisi Islam. Bagian kisahnya yang paling dikenal adalah saat dia dicampakkan dari kapal saat badai, kemudian ikan besar (paus dalam beberapa tradisi) menelannya, tetapi Yunus tetap hidup saat berada dalam tubuh ikan tersebut. Yunus diutus untuk berseru kepada penduduk Ninewe/Ninawa, untuk mengingatkan mereka akan datangnya murka TUHAN/azab Allah. Dalam Yudaisme, kisah Yunus mencerminkan ajaran tentang teshuva, yakni kemungkinan untuk bertobat dan diampuni oleh Tuhan. Dalam Kitab Perjanjian Baru, Yesus menyebut diri "lebih besar dari Yunus" dan menjanjikan akan adanya "tanda Yunus" (yakni kebangkitan-Nya) kepada kaum Farisi. Penafsir Kristen pada masa-masa awal memandang Yunus sebagai bentuk tanda untuk Yesus. Dalam perkembangannya, pada masa Reformasi, Yunus dianggap sebagai salah satu contoh "keirian kaum Yahudi". Ahli Alkitab pada masa sekarang secara umum memandang Kitab Yunus sebagai kisah fiksi[3] dan sering kali bernada satir,[4][5] tetapi tokoh Yunus bisa jadi didasarkan pada seorang nabi bernama sama yang disebutkan dalam 2 Raja–raja 14:25. Dalam agama Islam, Yunus dianggap sebagai seorang nabi dan Al-Qur'an menyebutnya sebagai sosok yang dipilih Allah dan orang saleh. Pengampunan Allah atas kaum Yunus juga merupakan pengecualian besar karena kaum-kaum lain yang dikisahkan dalam Al-Qur'an biasanya berakhir ditimpa azab lantaran menolak seruan para rasul. Meskipun istilah "paus" kadang digunakan dalam beberapa versi terjemahan Kitab Yunus, tulisan asli kisah tersebut dalam bahasa Ibrani menggunakan istilah dag gadol, yang artinya "ikan raksasa". Pada abad ke-17 dan awal abad ke-18, spesies ikan yang menelan Yunus menjadi bahan perdebatan para pemikir naturalisme, yang menganggap kisah tersebut sebagai catatan sejarah. Sejumlah pakar cerita rakyat pada masa modern menemukan adanya sejumlah kesamaan antara Yunus dan tokoh-tokoh legendaris lainnya, seperti Gilgames dan Iason. KisahDalam Alkitab (kitab suci Kristen), kisah Yunus disebutkan pada Kitab Yunus (Yonah) di Perjanjian Lama dan dalam Matius 12: 38-41 dan Lukas 11: 29-32 di Perjanjian Baru. Dalam Tanakh (kitab suci Yahudi), kisah Yunus disebutkan dalam Kitab Dua Belas (Trei Asar). Nama Yunus disebutkan sebanyak empat kali dalam Al-Qur'an (kitab suci Islam) dan kisahnya disebutkan dalam Surah Yunus (10): 98, Al-Anbiya' (21): 87-88, Ash-Shaffat (37): 139-148, dan Al-Qalam (68): 48-50. Meski memiliki inti yang sama, kisah Yunus dalam tradisi Alkitab dan Islam memiliki beberapa perbedaan dalam urutan kronologi. Alkitab mencatat bahwa Yunus diperintahkan ke Niniwe, tapi melarikan diri ke kapal dan kemudian ditelan ikan. Setelah dimuntahkan, Yunus pergi ke Niniwe dan menyeru penduduknya. Tradisi Muslim biasanya menyebutkan bahwa Yunus berdakwah dulu, kemudian dia pergi dan naik ke kapal karena seruannya ditolak, kemudian dibuang ke laut dan ditelan ikan. Latar belakangYunus adalah seorang nabi dari Kerajaan Israel (Samaria) pada kisaran abad ke-8 SM, hidup pada masa kekuasaan Raja Samaria Yerobeam bin Yoas.[6] Dia hidup setelah masa Nabi Elia (Ilyas) dan Elisa (Ilyasa). Dalam Yahudi, Yunus adalah salah satu dari dua belas nabi-nabi kecil yang kitabnya menjadi bagian dari Tanakh. Menurut salah satu tradisi, Yunus adalah anak laki-laki yang dihidupkan kembali oleh Nabi Elia dalam 1 Raja–raja 17.[7] Tradisi lain meyakini bahwa Yunus adalah putra perempuan Sunem yang dibangkitkan kembali dari kematian oleh Elisa dalam 2 Raja–raja 4[8] dan ia disebut juga sebagai "putra Amittai" (Kebenaran) karena ibunya mengenali Elisa sebagai seorang nabi dalam 2 Raja–raja 17:24.[8] Al-Qur'an tidak pernah menyinggung tentang ayah Yunus,[9] tetapi tradisi Muslim mengajarkan bahwa Yunus berasal dari suku Benyamin.[10] Ayahnya adalah Matta dalam riwayat hadits.[11][12][13][14][15][16] Kisai Marvazi, seorang penyair abad kesepuluh, menuliskan bahwa ayah Yunus berusia tujuh puluh tahun saat Yunus lahir [17] dan bahwa ia meninggal tidak lama setelah kelahiran Yunus,[17] dan tidak mewariskan apa-apa untuk ibu Yunus selain sendok kayu, yang ternyata adalah sebuah simbol kelimpahan dan berkah.[17] Awal kisahDisebutkan bahwa Allah memerintahkan Yunus untuk pergi ke kota Niniwe atau Ninawa (Irak) untuk menyeru penduduknya yang senang berbuat jahat.[18] Alkitab menyebutkan bahwa Yunus naik kapal sebelum pergi ke Niniwe. Dia diperintahkan Tuhan menyeru penduduk Niniwe, tetapi justru melarikan diri dari "kehadiran Tuhan" dengan pergi ke Jaffa (terkadang diterjemahkan menjadi Joppa atau Joppe), dan berlayar menuju Tarsis.[19] Al-Qur'an menjelaskan bahwa Yunus keluar dalam keadaan marah.[20] Sebagian ulama menafsirkan ayat tersebut bahwa Yunus keluar dari Niniwe dengan marah lantaran penduduknya tidak menerima seruan Yunus. Lantaran pembangkangan mereka, Yunus memberi ancaman bahwa mereka akan ditimpa azab. Setelah Yunus keluar, barulah para penduduk sadar dan bertobat.[21] Sebagian versi menambahkan bahwa setelah Yunus keluar, langit mulai menjadi gelap yang menjadi pertanda kedatangan azab yang telah diancamkan. Para penduduk ketakutan dan akhirnya bertobat, sehingga azab tidak jadi menimpa mereka. Yunus sendiri naik perahu setelah keluar dari Niniwe. Ada ulama yang berpendapat bahwa Yunus naik ke kapal sebelum pergi ke Niniwe.[22] IkanSetelah menaiki kapal, sebuah badai besar muncul dan para awak kapal, menyadari bahwa badai tersebut bukanlah badai biasa, membuang undi dan mendapati bahwa Yunus yang membawa malapetaka kepada mereka.[23] Yunus mengakuinya dan mengatakan bahwa apabila ia dibuang ke laut, badainya akan berhenti.[24] Awak kapal menolak melakukan hal tersebut dan mereka terus mendayung, tetapi semua upaya mereka gagal dan akhirnya mereka terpaksa membuang Yunus ke laut.[25] Hasilnya, badai reda dan awak kapal memberikan persembahan kepada Tuhan.[26] Ajaibnya, Yunus selamat karena ia ditelan seekor ikan raksasa, dan ia menghabiskan tiga hari tiga malam di dalam perut ikan tersebut.[27] Selama berada di dalam perut ikan tersebut, Yunus berdoa pada Tuhan dalam penderitaannya dan berjanji akan memberi persembahan dan membayarkan apa yang telah dijanjikannya.[28] Tuhan lalu memerintahkan ikan tersebut untuk memuntahkan Yunus keluar.[29] Al-Qur'an menyebutkan bahwa saat berada dalam ikan, Yunus bertobat dan berdzikir, "Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang yang zalim."[20][30]Disebutkan bahwa bila dia tidak berdzikir pada Allah dan memohon ampun atas kesalahannya, Yunus akan ditempatkan dalam ikan tersebut sampai hari kebangkitan.[31] Ahli sejarah Persia abad kesembilan Ath-Thabari menyatakan bahwa meskipun Yunus berada di dalam ikan, "tidak ada tulang atau bagian tubuhnya yang cedera".[17] Ath-Thabari juga menuliskan bahwa Allah membuat badan ikan tersebut tembus pandang, sehingga memungkinkan Yunus melihat "keindahan laut dalam "[32] dan bahwa Yunus mendengar semua ikan memuji Allah.[32] Setelah beberapa waktu dalam ikan, Yunus dimuntahkan di tanah tandus dalam keadaan sakit. Allah kemudian menumbuhkan tanaman yang disebut yaqthinah untuk Yunus.[33] Sebagian ulama menafsiran bahwa yaqthinah adalah tumbuhan sejenis labu.[34] SeruanAlkitab menjelaskan bahwa Tuhan kembali memerintahkan Yunus untuk pergi ke Niniwe dan berseru pada penduduk kota tersebut.[35] Kali ini ia pergi dan memasuki kota sambil berseru, "Empat puluh hari lagi, Niniwe akan dihancurkan."[36] Setelah Yunus berjalan melintasi Niniwe, orang Niniwe mulai percaya pada perkataannya dan mengumumkan puasa.[37] Raja Niniwe memakai kain kabung dan duduk di abu, dan memberi perintah untuk mengadakan puasa, menggunakan kain kabung, dan bertobat.[38] Tuhan melihat penyesalan dari hati mereka dan menyelamatkan kota tersebut.[39] Seluruh kota merendahkan diri dan menyesai perbuatannya, dan penduduk kota (bahkan binatang-binatang)[40][41] memakai kain kabung dan duduk di abu.[40] Namun, Yunus kesal karena Tuhan tidak menghukum orang Niniwe yang dianggap sebagai musuh Israel. Yunus lalu berdoa dan, dalam doanya, berkata mengenai kepergiannya ke Tarsis sembari menyampaikan bahwa, karena Tuhan adalah pengasih, ia tahu bahwa Tuhan akan membatalkan malapetaka yang hendak didatangkan-Nya.[42] Yunus lalu meninggalkan Niniwe dan membangun sebuah pondok, sambil menantikan apakah kota tersebut akan dihancurkan atau tidak.[43] Tuhan membuat sebuah tanaman (dalam bahasa Ibrani, kikayon) tumbuh di atas pondok Yunus untuk melindunginya dari sinar matahari.[44] Kemudian, Tuhan membuat seekor ulat menggigit akar tanaman tersebut, dan layulah tanaman itu.[45] Yunus, yang kini terpapar teriknya sinar matahari yang amat kuat, jatuh lemas dan memohon pada Tuhan untuk membunuhnya.[46] Sementara dalam tradisi Muslim, Yunus biasanya dikisahkan menyeru penduduk Niniwe sebelum menaiki kapal. Saat dia sudah dimuntahkan ikan dan diperintahkan kembali ke Niniwe, penduduknya sudah dalam keadaan bertobat.[47] Pandangan agamaDalam YudaismeKitab Yunus dibaca seluruhnya setiap tahunnya dalam bahasa aslinya, yakni Ibrani, pada hari Yom Kippur (Hari Penebusan), sebagai Haftarah dalam ibadah siang minchah.[48][49] Menurut Rabi Eliezer, ikan yang menelan Yunus diciptakan pada era primordial [50] dan bagian dalam mulut ikan tersebut bentuknya seperti sinagoga;[50] matanya seperti jendela [50] dan sebutir permata di dalam mulutnya memberikan pencahayaan tambahan.[50] Menurut Midras, selama Yunus berada di dalam ikan tersebut, ikan tersebut berkata bahwa hidupnya sudah hampir berakhir karena Leviathan akan segera memakan mereka berdua.[50] Yunus berjanji pada ikan tersebut bahwa ia akan menyelamatkannya.[50] Mengikuti arahan Yunus, ikan tersebut berenang di samping Leviathan[50] dan Yunus mengancam akan mengekang Leviathan dengan lidah ikan tersebut dan membiarkan ikan-ikan lain memakannya.[50] Leviathan mendengar ancaman Yunus, melihat bahwa ia telah disunat, dan menyadari bahwa ia dilindungi oleh Tuhan,[50], dan Leviathan pun kabur karena ketakutan, sehingga Yunus dan ikan tersebut tetap hidup.[50] Seorang rabbi Yahudi dari abad pertengahan yang bernama Abraham ben Ezra (1092 – 1167) menentang penafsiran apapun terhadap Kitab Yunus yang dilakukan secara harfiah,[51] dengan menyatakan bahwa "pengalaman semua nabi, kecuali Musa, merupakan penglihatan, bukan kejadian nyata."[51] Namun, seorang cendekiawan yang bernama Ishak Abarbanel (1437 – 1509) beranggapan bahwa Yunus dapat dengan mudah selamat di dalam perut ikan selama tiga hari,[52] karena "fetus hidup selama sembilan bulan tanpa adanya udara segar."[53] Teshuva (kemungkinan untuk bertobat dan diampuni oleh Tuhan) adalah salah satu gagasan utama dalam pemikiran Yahudi. Konsep ini dikembangkan dalam Kitab Yunus: Yunus, putra kebenaran (nama ayahnya, "Amitai" berarti kebenaran dalam bahasa Ibrani), tidak mau menyuruh orang-orang Niniwe untuk bertobat. Ia hanya mencari kebenaran (emet), dan bukan pengampunan.
Saat dipaksa pergi, seruan Yunus didengar dengan jelas. Orang-orang Niniwe bertobat dengan senang hati. Mereka berpuasa, dan bahkan domba-domba juga ikut berpuasa. Berdasarkan penafsiran Yahudi, orang-orang ini tidak mencari kebenaran saat beragama, tetapi hanya kenyamanan saja, dan hal inilah yang membuat Yunus melarikan diri.[54] Dalam KekristenanDalam Kitab TobitYunus disebut dua kali pada bab keempat belas deuterokanonika Kitab Tobit.[55] Pada bagian akhir kitab tersebut, Tobias, anak Tobit, pada usianya yang ke-127, bergembira karena berita kehancuran Niniwe di tangan Nebukadnezar dan Ahasyweros, yang merupakan pemenuhan ramalan Yunus terhadap ibu kota Asiria tersebut.[55] Dalam Perjanjian BaruDalam Perjanjian Baru, Yunus disebutkan dalam Matius 12:38–41 dan Matius 16:4 serta dalam Lukas 11:29–32.[56] Dalam Injil Matius, Yesus menyinggung mengenai Yunus saat beberapa ahli Taurat dan orang Farisi meminta tanda dari-Nya.[57][58] Yesus berkata bahwa tanda yang akan diberikan adalah tanda Yunus:[57][58] Keluarnya Yunus dari perut ikan besar setelah tiga hari mendahului kebangkitan-Nya sendiri.[57]
Matius 12:41–42 dan Lukas 11:31–32 memastikan, dengan kata-kata yang serupa, bahwa Yesus lebih dari Yunus dan lebih dari Salomo.[57] Pandangan Pasca-AlkitabYunus dianggap sebagai seorang santo oleh sejumlah denominasi Kristen. Gereja Katolik Roma memperingati harinya pada 21 September, sesuai dengan Martyrologium Romanum.[1] Dalam kalender liturgi Ortodoks Timur, hari raya Yunus adalah 22 September (untuk gereja-gereja yang mengikuti kalender Julius tradisional; 22 September saat ini jatuh pada bulan Oktober dalam kalender Gregorius modern).[59] Di Gereja Apostolik Armenia, tanggal untuk merayakan Yunus sebagai seorang nabi dan sebagai bagian dari dua belas nabi-nabi kecil diperingati secara berpindah-pindah.[60][61][62] Perutusan Yunus ke orang-orang Niniwe diperingati dengan Puasa Niniwe dalam Gereja Ortodoks Siria dan Oriental.[63] Yunus dirayakan sebagai seorang nabi dalam Kalender Orang Suci di Gereja Lutheran–Sinode Missouri pada 22 September.[64] Teolog Kristen sejak dahulu menafsirkan Yunus sebagai tanda untuk Yesus Kristus.[65] Ditelannya Yunus oleh ikan raksasa dianggap sebagai pertanda penyaliban Yesus[66] dan dimuntahkannya Yunus ke pantai oleh ikan tersebut dipandang serupa dengan kebangkitan Yesus.[66] Santo Hieronimus menyamakan Yunus dengan sisi nasionalistik Yesus,[67] dan membenarkan tindakan Yunus dengan pendapat bahwa "Yunus bertindak sebagai patriot, bukan karena dia membenci orang-orang Niniwe, melainkan karena dia tidak mau menghancurkan kaumnya sendiri."[67] Pemikir Kristen lain, seperti Santo Agustinus dan Martin Luther, mengambil pendekatan yang bertolak belakang.[68] Menurut mereka, Yunus adalah perwujudan keirian hati dan kecemburuan, yang mereka anggap sebagai sifat yang melekat pada orang Yahudi.[69] Luther juga menyimpulkan bahwa kikayon melambangkan Yudaisme,[70] dan cacing yang memakan pohon tersebut melambangkan Kristus.[71] Selain itu, Luther mempertanyakan gagasan bahwa Kitab Yunus dimaksudkan sebagai sejarah yang nyata.[72] Ia mengatakan bahwa ia sulit memercayai akan ada orang yang mengartikan Kitab Yunus sebagai sejarah apabila kitab tersebut tidak dimasukkan dalam Alkitab.[72] Penafsiran Luther yang antisemitik mengenai Yunus menjadi penafsiran yang paling umum berlaku di antara kaum Protestan Jerman pada zaman modern awal.[73] J. D. Michaelis mengatakan bahwa "arti fabel mengenai anda dengan telak",[69] dan menyimpulkan bahwa Kitab Yunus adalah polemik melawan "kebencian dan rasa iri orang-orang Israel terhadap semua bangsa lain di bumi."[69] Albert Eichhorn adalah salah satu pendukung terbesar penafsiran Michaelis.[74] Yohanes Calvin dan John Hooper memandang Kitab Yunus sebagai peringatan bagi siapa pun yang mencoba melarikan diri dari murka Tuhan.[75] Meskipun Luther dengan hati-hati menekankan bahwa Kitab Yunus tidak ditulis oleh Yunus sendiri,[76] Calvin menyatakan bahwa Kitab Yunus adalah pengakuan pribadi Yunus atas rasa bersalahnya.[76] Calvin memandang waktu yang dihabiskan Yunus di dalam perut ikan memiliki kemiripan dengan api Neraka, ditujukan untuk memperbaiki Yunus dan mengarahkannya ke jalan kebenaran.[77] Pendapat Calvin lain yang berbeda dengan Luther adalah bahwa Calvin menemukan adanya kekurangan pada diri semua tokoh dalam kisah tersebut.[76] Ia menganggap para pelaut di kapal memiliki "hati yang keras seperti besi, seperti Kiklops".[76] Orang-orang Niniwe dianggap penuh dengan ambisi, kemewahan, dan kesombongan, sementara kain kabung dan duduk di atas api dianggap tidak lebih dari sekadar tindakan raja sebagai pengikut "pemula".[76] Di sisi lain, Hooper memandang Yunus sebagai contoh dasar pembangkang[78] dan kapal dari mana ia terbuang merupakan lambang negara.[78] Hooper mengutuk para pembangkang,[78] dengan mengatakan: "Dapatkah anda hidup tenang dengan banyak orang seperti Yunus? Tidak, buanglah mereka ke laut!"[79] Pada abad kedelapan belas, profesor-profesor Jerman diwajibkan mengajarkan Kitab Yunus sebagai sebuah catatan sejarah harfiah.[72] Dalam IslamAl-Qur'anYunus (bahasa Arab: يُونُس, translit. Yūnus) adalah seorang nabi dan rasul dalam Islam.[80] Namanya juga digunakan sebagai nama surah dalam Al-Qur'an, yakni surah kesepuluh. Menurut tradisi, ia dipandang sebagai sosok yang amat penting dalam Islam sebagai nabi yang setia pada Allah dan menyampaikan pesan-Nya. Al-Qur'an menyebut nama Yunus empat kali dan menyebutnya sekali dengan julukan Dzun-Nūn (bahasa Arab: ذُو ٱلنُّوْن; artinya "yang dari (perut) ikan").[a][9] Bersama nabi lain, Yunus disebut sebagai sosok yang diberi wahyu[81] dan dilebihkan derajatnya.[82] Yunus juga disebut sebagai orang yang banyak berdzikir kepada Allah.[83] Yunus adalah satu-satunya dua belas Nabi kecil dalam Yahudi yang namanya disebutkan dalam Al-Qur'an.[11] Al-Qur'an menyebutkan kisah Yunus secara global dan para ulama memberikan penafsiran dan keterangan tambahan. Dalam Al-Qur'an, kisah kaum Yunus merupakan sebuah pengecualian besar karena mereka selamat dari azab.[84] Kaum lainnya biasanya dikisahkan menemui kebinasaan lantaran mengingkari seruan rasul,[85] seperti kaum Nuh, 'Ad, dan Tsamud. Surah 37:139-148 menceritakan kembali kisah Yunus secara utuh:[9]
HaditsYunus juga disebutkan dalam beberapa kejadian semasa hidup Nabi Muhammad. Dalam sejumlah kejadian, nama Yunus disebut oleh Muhammad dengan nada yang memuji dan menghormati. Berdasarkan hadits, setelah menerima wahyu selama sepuluh tahun, Muhammad pergi ke kota Ta’if untuk mencari tahu apakah para pemimpin kota tersebut akan mengizinkannya untuk mengajarkan pesannya dari situ, tetapi ia diusir oleh penduduk kota tersebut. Ia berlindung di taman milik Utbah dan Shaybah, dua anggota suku Quraisy. Mereka mengirimkan pelayan mereka, Addas, untuk menyajikan buah anggur padanya untuk dimakan. Muhammad bertanya pada Addas asal kampung halamannya dan ia menjawab Niniwe. Muhammad lalu berseru, "Dari negeri lelaki shalih, Yunus bin Matta.". Addas terkejut karena orang Arab jahiliyah tidak tahu tentang Nabi Yunus. Ia lalu bertanya cara Muhammad tahu tentang orang ini. Muhammad menjawab "Dia itu saudaraku, seorang nabi, dan aku seorang nabi." Dengan segera, Addas menerima Islam dan mencium tangan serta kaki Muhammad.[88] Riwayat hadits menyebutkan bahwa Muhammad menyatakan, "Seseorang tidak boleh berkata bahwa aku lebih baik dari Yunus bin Matta".[14][15][89][16][90][91][17] Pernyataan yang serupa juga tercantum dalam hadis yang ditulis oleh Yunus bin Yazid.[17] Seorang penyair, Umayyah bin Abi Shalt, menyebutkan bahwa apabila Yunus tidak berdoa kepada Allah, ia akan tetap terperangkap di dalam perut ikan sampai Hari Kiamat,[17] akan tetapi, karena doanya, Yunus "hanya terjebak selama beberapa hari di dalam perut ikan tersebut".[17] Dalam riwayat hadits lain disebutkan bahwa bila seorang Muslim berdoa menggunakan doa Yunus saat ada di dalam tubuh ikan, maka doanya akan dikabulkan.[92] Doa Yunus yang dimaksud adalah doa yang tercantum dalam Al-Qur'an, "Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang yang zalim" (bahasa Arab: لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ, translit. Laa ilaaha illaa anta, subhaanaka, innii kuntu minazh zhaalimiin).[20] Makam di NiniweTanda lokasi Niniwe saat ini adalah adanya penggalian lima gerbang, potongan tembok di keempat sisinya, dan dua gundukan besar: bukit Kuyunjik dan bukit Nabi Yunus. Sebuah masjid di atas bukit Nabi Yunus dipersembahkan kepada nabi Yunus dan merupakan tempat yang dihormati oleh orang Muslim dan Kristen sebagai lokasi makam Yunus.[93] Makam tersebut merupakan tempat ziarah yang terkenal[94] dan sebuah simbol persatuan untuk pemeluk agama Yahudi, Kristen, dan Islam di kawasan Timur Tengah.[94] Pada 24 Juli 2014, Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) menghancurkan masjid yang berisi makam Yunus sebagai bagian dari upaya untuk menghancurkan tempat suci keagamaan karena dianggap berhala.[95][94][96] Setelah Mosul direbut kembali dari ISIS pada Januari 2017, ditemukan sebuah istana kuno Asiria, yang diperkirakan berasal dari tahun 600 SM, di bawah lokasi masjid yang hancur.[94][97] ISIS menjarah benda-benda yang ada di istana tersebut untuk dijual di pasar gelap,[94][97] tetapi sejumlah artifak yang lebih sulit dipindahkan masih berada di tempat tersebut.[94][97] Lokasi lain yang diperkirakan adalah makam Yunus adalah desa Arab di Masyhad (di lokasi yang dulunya adalah Gath-hepher),[56] kota Halhul di Tepi Barat (bagian dari Palestina, 5 km (3,1 mi) di sisi utara Hebron),[98] serta sebuah tempat suci dekat kota Sarafand (Sarepta) di Lebanon.[99] Penafsiran ilmiahHistorisitasPendapat umum para ahli Alkitab adalah bahwa seluruh isi Kitab Yunus bukan tulisan sejarah.[100][101][3] Meskipun nabi Yunus diperkirakan hidup pada abad kedelapan SM,[2] Kitab Yunus ditulis berabad-abad setelahnya, pada masa Kekaisaran Akhemeniyah.[2][102] Bahasa Ibrani yang digunakan di Kitab Yunus menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dari Bahasa Aram[2] dan kebiasaan-kebiasaan budaya yang dijelaskan di dalamnya mirip dengan budaya kaum Akhemeniyah Persia.[2][41] Banyak ahli memandang Kitab Yunus sebagai sebuah karya parodi atau satir yang disengaja.[4][5][103][104][105][106] Jika benar, mungkin saja kitab tersebut dimasukkan dalam kanon Alkitab Ibrani oleh para orang bijak yang gagal memahami sifat kitab yang satir[107][105][106] dan mengiranya sebagai karya kenabian yang sesungguhnya.[107][105][106] Meski Kitab Yunus dianggap sebagai karya fiksi,[100][101][3] Yunus sendiri bisa jadi adalah seorang sosok nabi dalam sejarah;[108] dia disebut secara singkat dalam Kitab Raja-raja Kedua:[109][3]
Kebanyakan ahli percaya bahwa penulis Kitab Yunus, yang tidak dikenal namanya, bisa jadi memanfaatkan nama nabi yang tidak terkenal dari Kitab Raja-raja 2 dan menggunakannya sebagai dasar untuk karakter fiktif bernama Yunus,[110] tetapi beberapa ahli lain berpendapat bahwa tokoh Yunus berasal dari legenda.[101] Elemen parodiPandangan yang disampaikan Yunus dalam Kitab Yunus merupakan parodi dari pandangan yang dianut oleh anggota masyarakat Yahudi pada waktu kitab tersebut ditulis.[5][112][104] Sasaran utama karya satir ini bisa jadi adalah kelompok yang oleh Morton Smith disebut "separasionis",[113] yang percaya bahwa Tuhan akan menghancurkan mereka yang tidak mematuhinya,[104] bahwa kota-kota berdosa akan dihancurkan,[104] dan bahwa belas kasih Tuhan tidak menjangkau mereka yang berada di luar cakupan Perjanjian Abraham.[113] McKenzie dan Graham berkata bahwa "Dalam hal-hal tertentu, Yunus adalah ahli keagamaan Israel yang paling ‘ortodoks’– untuk membuat sebuah pernyataan teologis."[104] Pernyataan Yunus dalam kitab tersebut ditandai dengan militansinya,[104][114] tetapi namanya malah berarti "merpati",[104][114] burung yang dianggap sebagai simbol perdamaian oleh orang Israel kuno.[104] Penolakan Yunus terhadap perintah Tuhan adalah parodi dari kepatuhan para nabi yang dituliskan dalam Perjanjian Lama.[115] Pertobatan yang langsung dilakukan oleh raja Niniwe memarodikan raja-raja lain yang ada di dalam tulisan-tulisan Perjanjian Lama yang mengabaikan peringatan dari para nabi, seperti Ahab and Zedekia.[106] Kesiapan untuk menyembah Tuhan yang diperlihatkan oleh para pelaut di kapal dan orang-orang Niniwe secara ironis berbanding terbalik dengan keengganan Yunus sendiri,[116] begitu pula dengan kecintaan Yunus terhadap kikayon yang memberinya perlindungan, yang lebih besar dari cintanya untuk semua orang di Niniwe.[116] Kitab Yunus juga menggunakan elemen absurdisme sastra;[41] Kitab tersebut melebih-lebihkan besar kota Niniwe, sampai pada tataran yang sulit dipercaya [2][41] dan dengan keliru menyebut pengurus kota sebagai "raja".[2][41] Menurut para ahli, secara realistis, tidak ada manusia yang mampu bertahan selama tiga hari di dalam tubuh seekor ikan,[2] dan penjelasan mengenai binatang di Niniwe yang berpuasa bersama dengan para pemilik mereka dianggap "konyol".[41] Motif seorang tokoh utama yang ditelan oleh seekor ikan raksasa atau paus menjadi elemen yang sering ditemui dalam karya-karya satir setelahnya.[117] Kejadian yang serupa diceritakan kembali dalam karya Lukianos dari Samosata berjudul Alethe Diegemata, yang ditulis pada abad kedua Masehi,[118] dan dalam novel Baron Munchausen's Narrative of his Marvellous Travels and Campaigns in Russia, yang diterbitkan oleh Rudolf Erich Raspe pada 1785.[119] Kisah seseorang yang selamat setelah ditelan oleh paus atau ikan raksasa dikelompokkan dalam ATU nomor 1889G.[120] IkanTerjemahanMeskipun kini sering kali disebut paus, dalam bahasa Ibrani, seperti juga di dalam ayat-ayat, tidak ada spesies tertentu yang disebutkan, melainkan hanya disebut "ikan raksasa" atau "ikan besar" (kini, paus dikelompokkan sebagai mamalia, bukan sebagai ikan, tetapi hal ini belum berlaku pada masa lalu). Meskipun sejumlah ilmuwan Alkitab beranggapan bahwa ukuran dan kebiasaan hiu putih lebih sesuai dengan gambaran ikan yang menelan Yunus, pada umumnya seorang manusia dewasa terlalu besar untuk ditelan secara utuh oleh hiu putih. Berkembangnya perburuan paus dari abad ke-18 dan seterusnya memperjelas fakta bahwa kebanyakan (kalau tidak semua) spesies paus tidak mampu menelan seorang manusia, yang menyebabkan timbulnya banyak kontroversi mengenai kebenaran kisah Yunus dalam Alkitab.[121] Dalam Yunus 1:17, yang tertulis dalam bahasa Ibrani adalah dag gadol[122] (דג גדול) atau dalam Teks Masoret yang berbahasa Ibrani, dāḡ gā•ḏō•wl (דָּ֣ג גָּד֔וֹל), yang artinya "ikan raksasa."[122][123] Septuaginta menerjemahkan frasa ini ke dalam bahasa Yunani, menjadi kētei megalōi (κήτει μεγάλῳ), yang artinya "ikan besar".[124] Dalam Mitologi Yunani, kata yang sama yang berarti "ikan" (kêtos) digunakan untuk merujuk pada monster laut yang nyaris memakan Putri Andromeda dan akhirnya dikalahkan oleh sang pahlawan, Perseus.[125] Kemudian, Hieronimus menerjemahkan frase ini menjadi piscem grandem dalam Vulgata bahasa Latinnya. Akan tetapi, ia menerjemahkan kétos menjadi ventre ceti dalam Matius 12:40: kasus kedua ini hanya terjadi dalam ayat Perjanjian Baru ini saja.[126][127] Pada suatu masa sesudahnya, cetus menjadi sama artinya dengan "paus" (studi tentang paus kini disebut cetologi). Pada tahun 1534, William Tyndale menerjemahkan frasa dalam Yunus 2:1 menjadi "greate fyshe" dan kata kétos (bahasa Yunani) atau cetus (bahasa Latin) dalam Matius 12:40 menjadi "paus". Terjemahan Tyndale kemudian dimasukkan dalam Alkitab Versi Raja James terbitan 1611. Sejak saat itu, "ikan besar" dalam Yunus 2 paling sering diartikan sebagai seekor paus. Sejumlah terjemahan bahasa Inggris menggunakan kata "paus" untuk Matius 12:40, sedangkan bagian lain menggunakan istilah "makhluk laut" atau "ikan besar".[128] Spekulasi ilmiahPada abad ketujuh belas dan kedelapan belas, para pemikir naturalisme, yang memaknai kisah Yunus sebagai cerita sejarah, menjadi terobsesi untuk mencoba menemukan spesies ikan yang menelan Yunus.[130] Pada pertengahan abad kesembilan belas, Edward Bouverie Pusey, profesor di Universitas Oxford, menyatakan bahwa Kitab Yunus pasti ditulis oleh Yunus sendiri[131] dan berpendapat bahwa cerita mengenai ikan pasti benar secara sejarah, karena jika tidak, cerita tersebut tidak mungkin akan dimasukkan dalam Alkitab.[131] Pusey mencoba mengatalogkan ikan tersebut secara ilmiah,[132] dengan harapan untuk "mempermalukan mereka yang menyebut mukjizat selamatnya Yunus di dalam perut ikan sebagai sesuatu yang lebih tidak masuk akal dibandingkan mukjizat Tuhan lainnya".[133] Perdebatan mengenai ikan yang ada dalam Kitab Yunus memiliki peran penting dalam pemeriksaan di ruang pengadilan yang dilakukan oleh Clarence Darrow terhadap William Jennings Bryan selama Pengadilan Scopes pada 1925.[134][135][72] Darrow bertanya pada Bryan "Saat anda membaca bahwa... paus tersebut menelan Yunus... bagaimana anda menafsirkan hal tersebut secara harfiah?"[134] Bryan menjawab bahwa "Tuhan yang mampu menciptakan seekor paus dan seorang manusia akan dapat membuat mereka berlaku seperti yang diinginkan-Nya."[134][72] Bryan akhirnya mengakui bahwa diperlukan adanya penafsiran Alkitab,[134] dan secara umum orang-orang merasa bahwa ia terlihat "konyol".[135] Kelompok paus terbesar (paus balin, yang mencakup paus biru) memakan plankton dan "umumnya diterangkan bahwa spesies ini akan tersedak apabila mencoba menelan ikan haring."[136] Sementara itu, untuk spesies hiu paus, Dr. E. W. Gudger, seorang Rekanan Kehormatan dalam bidang Iktiologi di Museum Sejarah Alam Amerika, menyatakan bahwa meskipun hiu paus memiliki mulut yang besar,[137] tenggorokannya hanya selebar empat inci, dengan belokan yang tajam di belakang titik pembukaan,[137] yang artinya lengan manusia pun tidak akan mampu melewatinya.[137] Ia menyimpulkan bahwa "hiu paus bukanlah ikan yang menelan Yunus."[137] Dampak budayaDalam bahasa Turki, "ikan Yunus " (yunus baligi dalam bahasa Turki) adalah istilah yang digunakan untuk menyebut lumba-lumba.[138] Salah satu istilah yang sudah sejak dulu digunakan oleh para pelaut adalah "Yunus", yang berarti seorang pelaut atau penumpang yang keberadaannya dalam kapal membawa sial dan membahayakan kapal.[139] Dalam perkembangannya, arti istilah ini juga mencakup "seseorang yang membawa kesialan, seseorang yang akan menimbulkan nasib buruk untuk usaha apapun."[140] Meskipun singkat, Kitab Yunus telah diadaptasi berkali-kali dalam karya sastra dan budaya populer.[141][142] Dalam buku Moby-Dick (1851) karya Herman Melville, Father Mapple memberikan khotbah mengenai Kitab Yunus. Mapple bertanya mengapa Yunus tidak menunjukkan penyesalan karena menentang Tuhan saat dia berada di dalam perut ikan. Ia menyimpulkan bahwa Yunus memahami dengan baik bahwa "hukuman mengerikan yang diterimanya adalah adil."[143] Petualangan Pinokio (1883) karya Carlo Collodi menceritakan karakter utama dan ayahnya, Geppetto ditelan seekor paus, yang merupakan kiasan kisah Yunus.[144] Film Pinokio dari tahun 1940 karya Walt Disney, yang merupakan hasil adaptasi novel tersebut, mempertahankan kiasan ini.[145] Kisah Yunus diadaptasi menjadi film animasi Jonah: A VeggieTales Movie (2002) oleh Phil Vischer dan Mike Nawrocki. Dalam film tersebut, Yunus ditelan oleh seekor paus raksasa.[146] Film tersebut merupakan film bioskop durasi panjang pertama dari Big Idea Entertainment [147] dan, pada akhir pekan pertamanya, film tersebut memperoleh kurang lebih $6,5 juta.[148] Dugaan mengenai kemiripan dengan legenda lainJoseph Campbell berpendapat bahwa kisah Yunus mirip dengan kisah dari Wiracarita Gilgames, pada bagian ketika Gilgames mengambil sebuah tanaman dari dasar laut.[149] Dalam Kitab Yunus, seekor cacing (tola'ath dalam bahasa Ibrani, "belatung") menggigit akar tanaman yang melindungi Yunus dari matahari sehingga tanaman tersebut layu;[149] sedangkan dalam Wiracarita Gilgames, Gilgames mengikatkan batu pada kakinya dan memetik sebuah tanaman dari dasar laut.[149][150] Setelah ia kembali ke daratan, tanaman yang dapat mempermuda tersebut dimakan oleh seekor ular.[149][151] Campbell juga menemukan sejumlah kemiripan antara kisah Yunus dengan Iason dalam mitologi Yunani.[149] Nama Yunus dalam bahasa Yunani disebut Ionas. Perbedaannya dengan Iason hanyalah pada urutan suara; huruf o pada kedua nama tersebut adalah omega, yang berarti Iason bisa jadi tertukar dengan Yunus.[149] Gildas Hamel (yang mengkaji Kitab Yunus dan sumber-sumber Yunani-Romawi lainnya, termasuk jambangan-jambangan Yunani dan tulisan Apolonios dari Rodos, Gaius Valerius Flaccus, dan Argonautika) menemukan sejumlah pola yang serupa, termasuk nama para pahlawan, keberadaan seekor merpati, konsep tentang "kabur" seperti angin dan menyebabkan badai, sikap para pelaut, keberadaan monster laut atau naga yang mengancam atau menelan sang pahlawan, dan bentuk serta kata yang digunakan untuk "labu" (kikayon).[152] Hamel memandang bahwa para penulis Ibranilah yang menanggapi dan menyesuaikan bahan mitologi ini untuk menyampaikan pesan mereka sendiri, yang cukup berbeda dari pesan awal.[153] Catatan
Rujukan
Daftar pustaka
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Jonah.
|