3 Indonesia
Tri Indonesia, atau Tri (digayakan sebagai 3) adalah sebuah produk telekomunikasi seluler berbasis GSM yang dikeluarkan oleh Indosat. Tri Indonesia sebelumnya merupakan perusahaan penyedia layanan telekomunikasi seluler di Indonesia yang mengoperasikan jaringan nasional berlisensi 2G, 4G LTE, dan 5G dengan standar GSM. Tri Indonesia menghadirkan pengalaman gaya hidup mobile yang didukung oleh teknologi 4.5G Pro di lebih dari 37.000 desa di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali dan Lombok, melalui jaringan serat optik yang membentang sepanjang 16.000 km. Seiring dengan keberadaannya di Indonesia sejak tahun 2007, Tri tumbuh menjadi mobile lifestyle provider. 95% pelanggan 3 adalah anak muda dengan gaya hidup digital yang tinggi. Keberhasilan Tri Indonesia dibangun oleh komitmen untuk menghadirkan pengalaman dan nilai terbaik bagi pelanggan, juga semangat untuk memberdayakan anak muda Indonesia. Pada mulanya, produk ini dikeluarkan oleh PT Hutchison 3 Indonesia, anak perusahaan dari Hutchison Asia Telecom Group milik CK Hutchison Holdings. Pada tanggal 4 Januari 2022, PT Hutchison 3 Indonesia secara resmi menggabungkan diri dengan PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo), membentuk Indosat Ooredoo Hutchison. Sejak saat itu, merek ini akhirnya dikelola oleh PT Indosat Tbk sampai saat ini dan Tri Indonesia tidak lagi berdiri sebagai sebuah perusahaan independen, melainkan hanya sebagai merek semata. SejarahPT Hutchison 3 Indonesia awalnya didirikan dengan nama PT Telindo Inti Nusa pada 20 Maret 2000,[1] dan kemudian berganti nama menjadi PT Cyber Access Communication (CAC). Perusahaan ini 100% sahamnya dimiliki oleh Charoen Pokphand, sebuah perusahaan konglomerasi Thailand (di Indonesia lebih dikenal sebagai pemain besar di industri peternakan, pembibitan dan perikanan). Upaya PT CAC untuk masuk ke industri telekomunikasi bermula ketika mereka mengikuti tender 3G di sistem UMTS yang diadakan pemerintah pada September 2003 (bersama dengan PT Tira Austenite Tbk, PT Astratel Nusantara, PT Surya Waringin Mas, PT Global Media Seluler, dan PT Catur Surya Lestari).[2] Pada 9 Oktober 2003, PT CAC ditetapkan sebagai pemenang tunggal dalam tender tersebut, sehingga diperkirakan akan menjadi operator pertama menggunakan teknologi ini.[3][4] Namun, belum juga beroperasi, pada 9 Mei 2005 Charoen dan Hutchison Asia Telecom Group menyepakati perjanjian untuk menjual 60% saham Charoen di PT CAC kepada Hutchison Telecom. Sementara itu, Charoen akan tetap mempertahankan 40% saham sisanya. Walaupun sempat ada rumor Hutchison akan menunda transaksi ini (dan sempat menuai kontroversi karena penentangan pemerintah), pada akhirnya jual-beli ini tuntas dilaksanakan pada akhir Juli 2005 dengan harga US$ 120 juta.[5][6][7] Dalam transaksi tersebut, kedua pihak sepakat untuk mengembangkan operator seluler kerjasama mereka dengan menyediakan dana US$ 300 juta, dengan pengendalian berada di bawah Hutchison.[8][9] Pada 2006, nama perusahaan diubah menjadi PT Hutchison CP Telecommunications (HCPT), dan manajemennya menyatakan bahwa mereka siap untuk meluncurkan layanan mereka pada tahun tersebut.[10] Namun, baru pada 29 Maret 2007 layanan 3G perusahaan ini (diberi nama 3 atau Tri) diluncurkan dengan wilayah jangkauan awalnya terbatas di Jakarta.[11] Tri kemudian berekspansi dengan cepat, dan hingga pada Juli 2007, perusahaan ini sudah beroperasi di 67 kota di Jawa dan Bali, serta meluaskan operasionalnya pada Agustus 2007 ke pulau Sumatra maupun ke Kalimantan dan Sulawesi pada akhir 2008. Untuk membantu pengembangan jaringannya, Tri menggandeng beberapa perusahaan seperti Siemens (pembangunan BTS), Nokia (jaringan), dan Converge Mbt (dealing system).[12] Saat itu, Tri telah mendapatkan 2.3 juta pelanggan sampai kuartal kedua tahun 2008. Pada tanggal 8 September 2008, Tri mempromosikan SMS gratis ke semua operator, semua orang, dan tercatat pada akhir tahun itu Tri memiliki 6.300 BTS (serta menargetkan untuk menambah 2.700 BTS lagi).[13] Pada tahun 2009, Tri menjadi salah satu sponsor tur Asia Manchester United, dan akhirnya dijadikan salah satu sponsor resmi Manchester United. Pada Februari 2013, Garibaldi Thohir bekerjasama dengan Northstar Pacific (perusahaan yang dimiliki oleh Patrick Sugito Walujo dan Glenn Sugita serta terafiliasi dengan TPG Capital) membeli 35% saham milik Charoen Pokphand Group di PT Hutchison CP Indonesia. Dalam transaksi yang sudah berhembus kabarnya sejak September 2012 ini, saham Hutchison juga mengalami perubahan dengan meningkat menjadi 65% (dengan membeli 5% saham Charoen Pokphand).[14] Dengan adanya perubahan kepemilikan saham, maka nama perusahaan PT Hutchison CP Telecommunications (HCPT) diubah menjadi PT Hutchison 3 Indonesia pada 10 April 2013.[15] Struktur kepemilikan saham 65-35% ini bertahan hingga April 2019, ketika lewat proses penyuntikan dana, kepemilikan saham menjadi 66-33%. Tri merupakan salah satu unit bisnis terbesar Hutchison, dengan menyumbang sebesar 64% dari jumlah pelanggannya di Asia.[16] Sesuai dengan komitmennya, Tri melakukan berbagai upaya dalam memperkuat dan memperluas jaringannya untuk memberikan layanan telekomunikasi maksimal kepada masyarakat. Pada 30 Maret 2016, Tri meluncurkan jaringan 4G LTE di Batam, Makassar, Pontianak, Jakarta, Bandung, dan Denpasar.[17] Lalu, Tri berpartisipasi untuk mengikuti lelang 5G yang diadakan pemerintah dan keluar sebagai salah satu pemenangnya di blok B, frekuensi 2,3 GHz pada 18 Desember 2020.[18] Hal ini merupakan upaya Tri untuk terus memperkuat dan memperluas jaringannya.[19] Namun, pada 25 Januari 2021, Kemenkominfo membatalkan hasil lelang tersebut. Meskipun demikian, sepanjang beroperasinya unit bisnis Hutchison di Indonesia ini termasuk jajaran operator menengah-kecil, dengan kebanyakan berada di posisi keempat sebagai operator terbesar berdasarkan jumlah pelanggan. Hingga 30 Juni 2012, Hutchison 3 telah memiliki 21 juta pelanggan dan menguasai pangsa pasar hingga 10%. Walaupun pada 2016 sempat berada di posisi ketiga (diatas XL) dengan 56,5 juta pelanggan,[20] pada 2019 Tri kembali berada di posisi keempat dengan pengguna 30 juta.[21] Menurut Tri, dengan adanya pandemi COVID-19, penggunanya kini bertambah 1,4 kali lipat (dari 2019), walaupun tidak dijelaskan seberapa besar pertumbuhan itu.[22] Selain itu, pada 2020, pihak Tri menyatakan mereka sudah memiliki 44.000 BTS 4,5G dan berencana menambah 6.000 lagi di seluruh Indonesia.[23] Mungkin, untuk membantu menaikkan posisinya, perusahaan ini mulai mengeksplorasi isu merger dengan beberapa perusahaan, seperti isu pada akhir 2020 dengan Smartfren,[24] dan pada September 2019 dengan XL Axiata.[25] Namun, yang akhirnya terbukti adalah rencana merger antara 3 dan Indosat. Pada 29 Desember 2020, pemilik Indosat, Ooredoo menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan pemilik Tri, CK Hutchison Holdings untuk menggabungkan perusahaan mereka.[26][27] Setelah proses pengkajian yang berlarut-larut hingga waktu batasnya diundur beberapa kali (30 April 2021, lalu 30 Juni 2021 dan 16 Agustus 2021 serta terakhir pada 23 September 2021),[28][29] kedua induk perusahaan resmi mengumumkan kesepakatan merger mereka pada 16 September 2021. Dalam rancangan merger yang diperkirakan bernilai US$ 6 miliar ini, Indosat akan menjadi perusahaan yang menerima penggabungan dari PT Hutchison 3 Indonesia, dengan namanya berganti menjadi Indosat Ooredoo Hutchison, dan Ooredoo maupun CKHH akan menjadi pemegang saham bersama mayoritas di perusahaan hasil merger sebesar 50-50%.[1] Selain itu juga, keduanya akan bersinergi dalam hal-hal seperti infrastruktur, dan perusahaan ini diharapkan mampu memanfaatkan pengalaman dan keahlian Ooredoo Group dan CK Hutchison dalam hal jaringan, teknologi, produk, serta layanan.[30] Merger ini sudah tuntas pada 4 Januari 2022 dan menghasilkan operator seluler terbesar kedua di Indonesia.[1][31] Kepemilikan (sebelum merger)
Manajemen (sebelum merger)
Lihat pula
Referensi
Pranala luar
|