Share to:

 

Satelindo

PT Satelit Palapa Indonesia
Satelindo
Perusahaan swasta
IndustriTelekomunikasi
NasibDimerger dengan Indosat
PenerusIndosat
Media Nusantara Citra
Didirikan29 Januari 1993
PendiriBimagraha Telekomindo
Telkom
Indosat
Ditutup20 November 2003
Kantor pusatJl. Daan Mogot KM. 11
Sebelumnya: Mulia Center Lt. 12, Jl. H.R. Rasuna Said X6/8[1]
Jakarta, Indonesia
Tokoh kunci
Johnny Swandi Sjam (mantan direktur utama)
ProdukPengelolaan Satelit Palapa
Operator seluler GSM
Penyelenggaraan SLI-008
MerekSatelindo Card
Mentari
Matrix
PemilikTelkom (1993-2001)
Bimagraha Telekomindo (1993-2001)
Indosat (1993-2003)
Deutsche Telekom (1995-2002)
Situs webwww.satelindo.co.id di Wayback Machine (diarsipkan tanggal 4 Juni 2002)

PT Satelit Palapa Indonesia, disingkat Satelindo adalah sebuah perusahaan telekomunikasi di Indonesia yang terutama bergerak dalam bidang operator seluler dengan teknologi GSM pertama di Indonesia (pelopor), serta mengelola Satelit Palapa. Didirikan pada tahun 1993 dan mulai beroperasi pada tahun 1994, pada triwulan akhir 2003 Satelindo resmi menghentikan operasionalnya setelah dimerger dengan Indosat.[2]

Sejarah

Pendirian

Satelindo didirikan pada 29 Januari 1993, dengan kepemilikan pada saat itu dimiliki secara patungan oleh PT Bimagraha Telekomindo (anak perusahaan Bimantara Citra yang dikendalikan oleh Bambang Trihatmodjo bersama dengan Tomy Winata dan Sugianto Kusuma) 60%, Telkom 30% dan Indosat 10%. Perusahaan ini didirikan dengan modal awal US$ 50 juta (Rp 100 miliar), dan lahir seiring perintah Presiden Soeharto pada 3 Desember 1992 yang menyetujui rancangan kerjasama tiga perusahaan tersebut.[3] Didirikannya Satelindo tidak lepas dari upaya liberalisasi industri telekomunikasi Indonesia yang dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru pada awal 1990-an. Selain itu, Satelindo juga dimaksudkan untuk mengurangi beban pinjaman luar negeri pemerintah dengan memberikan kesempatan kepada swasta untuk mengelola satelit, dengan harapan pada akhirnya swasta mampu membangun satelit yang lebih canggih. Alasan lain adalah dengan berkembangnya teknologi, maka pastinya kebutuhan akan komunikasi satelit semakin besar sehingga peran swasta sangat diperlukan dalam pengelolaannya.[3][4]

Namun, perlu diketahui juga bahwa Satelindo juga menunjukkan bagaimana praktik KKN rezim Orde Baru, karena meskipun perusahaan ini awalnya dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada swasta mengelola satelit Palapa, tetapi justru Bimantara yang tidak memiliki pengalaman di pengelolaan satelit malah diberikan saham utama tanpa tender sekalipun. Begitu juga dengan kepemilikan sahamnya, dari awalnya direncanakan mayoritas tetap dimiliki perusahaan BUMN, tetapi karena yang berminat adalah perusahaan milik "anak presiden", maka saham mayoritasnya justru diberikan ke swasta.[5]

Sesuai namanya, Satelindo awalnya didirikan sebagai pengelola sistem Satelit Palapa yang sebelumnya ditangani oleh Telkom. Kegiatan awalnya adalah terlibat dalam pengelolaan satelit Palapa B2P yang dialihkan dari Telkom sejak 1993 (awalnya sempat direncanakan ditambah B2R dan B4 namun kemudian tetap di tangan Telkom),[6][7] dan selanjutnya perencanaan peluncuran dan pengelolaan satelit baru Palapa-C, yang direncanakan sebanyak 4 buah.[8] Untuk menyukseskan program ini, Satelindo mendapatkan kredit dari bank BUMN senilai US$ 130 juta, dan menjalin kontrak dengan Hughes Communications International Inc. (anak usaha dari Hughes Aircraft Company AS) untuk membuat 2 satelit (ditambah 1 opsi) jenis HS-601 yang ditargetkan menjadi satelit Palapa-C. Kontrak ini ditargetkan selesai dengan peluncuran satelit pertama pada Agustus 1995 dan kedua pada Februari 1996.[5][9]

Kedua satelit ini kemudian selesai, tetapi terlambat dari yang semula ditargetkan, dimana satelit pertama diluncurkan sebagai Palapa C1 pada 1 Februari 1996 di Kennedy Space Center, Tanjung Canaveral AS dan Palapa C2 diluncurkan pada 17 Mei 1996 di Kourou, Guyana Prancis. Dalam pengelolaan satelit ini, Satelindo menggandeng Pasifik Satelit Nusantara sebagai rekan bisnisnya.[10] Bisnis satelit ini memang cukup menguntungkan bagi Satelindo, dimana misalnya dari 34 transponder yang ada di Palapa C2, pada akhir 1996 sudah ditargetkan laku sebesar 70%.[11] Banyak dari pelanggan Satelindo merupakan stasiun televisi yang pada saat itu diminta pemerintah untuk menyiarkan siarannya lewat satelit.[5]

Investasi Deutsche Telekom

Untuk meningkatkan modalnya yang diperkirakan akan terus meningkat (ditaksir mencapai US$ 900 juta) dan membantu meningkatkan teknologi, pada akhir 1994 Satelindo berencana untuk melepas 25% sahamnya ke investor asing strategis. Saham tersebut diambil dari 15% saham Bimagraha, 7,5% saham Telkom dan 2,5% saham Indosat. Awalnya, pemerintah berkeinginan untuk mempertahankan saham Bimagraha sebesar 60% dan saham Telkom dan Indosat-lah yang dilepas (masing-masing sebesar 20% dan 5%). Namun, kemudian manajemen Telkom berhasil menyakinkan pemerintah, bahwa penjualan dengan skema semacam itu akan membahayakan rencana penawaran umum perdana Telkom yang direncanakan akan diadakan pada tahun 1995, karena investor bisa ragu bagaimana komitmen pemerintah untuk berperan dalam industri telekomunikasi. Sebagai gantinya, Telkom mengajukan skema dimana 25% saham itu akan diambil secara proporsional dari pemilik saham lama. Akhirnya, kepemilikan saham pun berubah seperti yang diusulkan Telkom, dimana Bimagraha menjadi 45%, Telkom 22,5%, Indosat 7,5% dan 25% untuk investor strategis asing.[12]

Awalnya, ada 5 perusahaan asing yang mengajukan diri sebagai investor strategis, yaitu AT&T (AS), NYNEX (AS), Deutsche Telekom (Jerman), France Telecom (Prancis) dan Cable & Wireless (Inggris).[13] Namun, pada Februari 1995 setelah seleksi hanya tersisa dua calon investor, yaitu Deutsche Telekom dan Cable & Wireless. Walaupun keduanya hampir sama-sama kompetitif soal tawaran harga, tetapi ada keunggulan pada Deutsche Telekom karena mereka mempunyai uang tunai dan lebih membebaskan pengelolaan Satelindo (misalnya dalam rencana penawaran umum perdana di bursa saham). Selain itu, Cable & Wireless memiliki kelemahan karena mereka rencananya akan selalu menyetujui pembelian yang bernilai di atas Rp 2 miliar, suatu hal yang tidak disukai manajemen Satelindo. Pada 3 April 1995, keputusan diambil untuk menjadikan Deutsche Telekom sebagai pemenang dalam tender ini. Deutsche Telekom membeli saham Satelindo dengan harga US$ 586 juta (US$ 566 juta secara tunai dan US$ 20 juta dalam bentuk infrastruktur perangkat lunak), lewat anak perusahaannya DeTe Mobil Deutsche Telekom Mobilfunk GmbH (disingkat DeTe Mobil).[14][15] Seiring dengan masuknya Deutsche Telekom, maka status perusahaan ini diubah menjadi PMA (dari sebelumnya PMDN).[16] Bergabungnya Deutsche Telekom ke Satelindo membawa keuntungan bagi kedua belah pihak, karena Satelindo mendapat modal dan bantuan teknis sedangkan Deutsche Telekom mendapatkan keuntungan mengingat posisi Satelindo yang strategis.[5]

Operasional GSM dan SLI

Selain bisnis satelit, Satelindo juga diberikan izin oleh pemerintah untuk membangun jaringan sistem GSM pertama di Indonesia pada 1993, sehingga perusahaan ini merupakan pelopor dari pengoperasian sistem ini. Beroperasi di frekuensi 900 MHz, untuk membangun jaringannya, Satelindo menggandeng perusahaan Prancis, Alcatel dengan kontrak senilai US$ 66 juta dan target sebesar 350.000 pengguna.[17][15] Proyek ini dilakukan secara dua tahap, yaitu pada 1993 dan 1994.[18]

Sistem GSM ini akhirnya diluncurkan oleh Satelindo di Jakarta pada 1 November 1994[19] dengan nama layanan SATELINDOGSM.[20][21] Setelah peluncuran tersebut, awalnya Satelindo hanya berfokus di Jabodetabek saja dengan tujuan untuk memantapkan jaringan dan operasionalnya disini. Kegiatan perluasan selanjutnya dilakukan pada tahun 1995, dengan membangun 55 BTS awal dan memperluas jaringan GSM-nya ke Serang, kemudian dilanjutkan ke Surabaya, Malang, Denpasar, lalu ke Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Solo dan Semarang. Targetnya, pada akhir 1995, Satelindo sudah mencapai seluruh pulau Jawa dan pada 1996 sudah meluas hingga luar Jawa. Manajemen mengeluarkan biaya US$ 200 juta dalam pembangunan BTS seiring ekspansi wilayahnya tersebut[15][22] yang ditargetkan selesai dalam 3 tahap.[23] Di tahun 1996, tercatat Satelindo memiliki 210.000 pelanggan (dan menargetkan pelanggan tambahan sebesar 250.000-300.000) serta 450 BTS di Jawa dan Bali.[24] Pada 1997, Satelindo terus memperluas jaringannya hingga ke pantai utara dan selatan Jawa, Balikpapan, Samarinda, Bontang, Ujungpandang, Palembang dan Medan, dan pada bulan Mei, sudah menjangkau 27 provinsi di Indonesia.[23] Di tahun itu juga, ada lebih dari 600 BTS Satelindo yang beroperasi di Jawa, Bali, Sumatera dan Kalimantan.[24][25] Dengan keuntungan sebesar Rp 115 miliar (naik dari 1995 sebesar Rp 60 miliar), aset yang ditaksir mencapai US$ 2,4 miliar serta pendapatan mencapai Rp 1 triliun di tahun 1997, maka Satelindo dianggap sebagai operator jaringan seluler terbesar di Indonesia pada masa itu.[25][26][27]

Namun, Satelindo cukup terdampak oleh krisis ekonomi 1997-1998, dimana dari 1997 pelanggannya sejumlah 303.724 menurun menjadi 201.342 pada September 1998. Walaupun demikian, seiring dengan makin populernya GSM, pengguna Satelindo kembali tumbuh pesat, mencapai 1.055.036 pelanggan pada 2000.[28] Bahkan, pada 2002 pengguna Satelindo menjadi 3 juta pemakai.[29] Meskipun demikian, sejak krisis ekonomi tercatat Satelindo kini bukan nomor satu lagi, melainkan kedua karena berhasil didahului oleh Telkomsel. Tercatat, pada 1999 Telkomsel memimpin dengan 47% pangsa pasar, sedangkan Satelindo 32% di pasar GSM.[30][31] Untuk melayani konsumen, Satelindo juga perlahan-lahan juga mengembangkan sistem kartu SIM, yang mulai dipakai sejak 1995[32] lalu meluncurkan produknya yang diberi nama "Satelindo Card" pada Oktober 1997 (yang awalnya diklaim bisa digunakan sebagai kartu kredit dengan pengguna awal 25.000),[33] meluncurkan kartu Mentari pada 27 September 1998 (awalnya hanya di pulau Jawa saja, tetapi cukup populer di pasaran karena cukup murah)[34] dan Matrix sebagai kartu pascabayar pada 2002.

Selain layanan Satelit Palapa dan jaringan GSM, Satelindo juga diberikan hak oleh pemerintah untuk beroperasi sebagai operator Sambungan Langsung Internasional (SLI) berkode akses 008 pada Agustus 1994 (awalnya direncanakan khusus wilayah Asia Pasifik saja), menjadikannya duopoli dengan Indosat. Manajemen menyiapkan modal bagi proyek ini sebesar US$ 24 juta dan pada 1995 sistem ini sudah bisa menjangkau 200 negara di dunia. Fasilitas yang ditawarkan oleh SLI 008 ini seperti toll free service, sewa saluran internasional dan home country direct.[16][32][16] Walaupun demikian, memang produk Satelindo ini kurang sukses dibandingkan Indosat dengan 001-nya mengingat Indosat adalah pionir dari sistem ini sehingga orang keburu mengingat 001 untuk bertelepon ke luar negeri.[35]

Perubahan kepemilikan dan merger

Seiring dengan efek krisis ekonomi 1997 dan pergantian pemerintahan, maka dilakukan liberalisasi pada industri telekomunikasi di Indonesia. Selain itu, krisis juga membuat banyak perusahaan terdampak sehingga melakukan restrukturisasi. Satelindo pun tidak lepas dari hal tersebut. Isu perubahan kepemilikan saham sudah terdengar ketika pada 1999 ada rumor yang menyatakan bahwa Singapore Telecom hendak membeli 45% saham Satelindo. Dari pemilik mayoritas saham Satelindo, yaitu Bimantara Citra (yang mengalami kesulitan keuangan) pada saat itu juga mengakui bahwa mereka juga merencanakan untuk melepas sejumlah sahamnya di Satelindo kepada Deutsche Telekom.[36][37] Namun, baru pada 2001-2003 Satelindo mengalami perubahan kepemilikan lewat sejumlah transaksi yang menjadikannya mayoritas dikuasai Indosat. Akuisisi ini dilakukan seiring upaya Indosat untuk menjadi penyedia bisnis telekomunikasi lengkap dan terintegrasi (dari sebelumnya yang hanya penyelenggara SLI), di tengah liberalisasi industri telekomunikasi.[38] Proses akuisisi dimulai ketika pada 10 Mei 2001, RUPS Indosat setuju untuk mengakuisisi 45% saham Bimagraha di Satelindo seharga US$ 247 juta (Rp 1,425 triliun).[39] (Selanjutnya, bekas induk Satelindo, Bimagraha juga 100% sahamnya diakuisisi Indosat pada 31 Mei 2001).[40]

Lalu, pada 11 Mei 2001 antara Telkom dan Indosat disepakati transaksi pertukaran saham antara keduanya pada beberapa perusahaan: Indosat menjual 35% sahamnya di Telkomsel senilai US$ 945 juta, sedangkan Telkom menjual sahamnya di Lintasarta sebesar 37,66% senilai US$ 38 juta, mengalihkan haknya di kerjasama operasional Divre (Divisi Regional) IV Jateng/DIY senilai US$ 375 juta, serta menjual 22,5% sahamnya di Satelindo senilai US$ 186 juta kepada Indosat.[41] Transaksi ini menyebabkan pada 2001 kepemilikan Indosat di Satelindo mencapai 75%, sedangkan sisanya masih dimiliki Deutsche Telekom (lewat anak usahanya DeTeAsia Holding GmbH).[42] Namun akhirnya 25% saham Deutsche Telekom juga diakuisisi oleh Indosat pada 28 Juni 2002 dengan harga US$ 325 juta. Upaya pembelian saham ini kebetulan terbantu dengan keinginan Deutsche Telekom yang pada saat itu memang ingin memusatkan operasionalnya di Eropa Barat.[43][44] Selain itu, pembelian saham Deutsche Telekom juga didukung pemerintah yang pada saat itu tengah berencana memprivatisasi Indosat, agar tampak menarik di investor asing. Dukungan ini diwujudkan dengan membantu penyediaan dananya lewat penggunaan dana transaksi pengalihan KSO yang dibatalkan antara Telkom dan Indosat.[45] Namun, transaksi-transaksi diatas tidak semuanya mulus, karena misalnya sempat ada kecurigaan akuisisi saham Bimagraha adalah alat membantu keluarga Cendana.[46]

Transaksi tersebut menyebabkan setelah Juni 2002, saham Satelindo dipegang oleh Indosat sebesar 100%. Awalnya, Indosat sempat merencanakan untuk melepas saham Satelindo di pasar saham, tetapi kemudian dibatalkan.[47] Pasca-akuisisi, Indosat sempat menyuntikkan dana sebesar US$ 75 juta dan menargetkan investasi US$ 300 juta di tahun selanjutnya untuk memperluas kapasitas jaringan Satelindo.[48] Kini, Indosat memiliki 2 operator seluler, yaitu Indosat-M3 dan Satelindo itu sendiri. Seiring waktu, pemerintah kemudian menjual 41,94% sahamnya di Indosat kepada STT (anak usaha Temasek Holdings) Singapura pada 15 Desember 2002, dengan harga Rp 12.950/saham. Transaksi yang sampai saat ini masih kontroversial (dan dianggap kesalahan besar oleh beberapa pihak ini), dilakukan dengan harga total Rp 5,62 triliun.[49] Di bawah manajemen baru, mereka kemudian melanjutkan kebijakan manajemen lama yang merencanakan merger sejak Agustus 2002 antara Indosat-M3, Satelindo, Bimagraha dan Indosat (sebenarnya, sebelum merger sudah ada sinergi antara perusahaan-perusahan tersebut, terutama dalam hal jaringan).[50] Pada akhirnya, merger resmi dilakukan pada 20 November 2003, dan praktis Satelindo (bersama Bimagraha dan Indosat-M3) pun lenyap dan operasionalnya bergabung dengan Indosat.[51][52] Untuk sisa-sisa dari merger ini diharapkan tuntas pada 2005, dan merek Satelindo yaitu Mentari dan Matrix masih dipertahankan oleh Indosat sampai 2016 dimana kedua merek tersebut pada akhirnya dileburkan ke IM3.[53]

Produk dan layanan

Sebelum dileburkan dengan Indosat pada 2003-2005, Satelindo melayani jasa-jasa berikut, baik untuk konsumer dan korporat/institusi.[54]

  • Layanan Telekomunikasi Internasional:
    • Sambungan Langsung Internasional (SLI)-008 untuk bertelepon ke luar negeri. Layanan ini tercatat berhasil mendapatkan ISO 9002 pada 1994 dan ISO 9001 pada 1999. Untuk mempromosikan layanannya, pernah ada acara musik bernama "Impresario 008" yang tayang di RCTI, dan keanggotaan eksklusif "Club 008" bagi pelanggan setia (loyalty program) dengan penawaran seperti diskon khusus di beberapa merchant yang diluncurkan pada Agustus 2000.[55]
    • Pascall, sebuah kartu prabayar untuk bertelepon ke luar negeri, diluncurkan pada 1 Desember 1999.[56][48]
    • SIGAP Network Solutions, yaitu layanan komunikasi multimedia one-stop shopping bagi kebutuhan korporat, khususnya yang ingin berkomunikasi ke luar negeri. Fitur yang disediakan SIGAP meliputi jasa layanan sirkuit interasional (S-Link), komunikasi traffic voice dan data, serta akses internet bagi ISP maupun korporasi.[48]
    • Produk lainnya, seperti VCoD (Video Conference on Demand), ISDN (Integrated Service Digital Network), OuTv (Occasional used Television), YELO (layanan VoIP) dan international toll free services (ITF).[48][55]
  • Layanan Komunikasi Satelit Palapa, berupa penyewaan transponder, jaringan komunikasi, penyiaran televisi (telecast), internet berkecepatan tinggi, dll. Satelindo mulai menjalankan bisnis satelit sejak 1995.[48]
  • Layanan Komunikasi Seluler, mulai dijalankan sejak 1994 menggunakan teknologi GSM berfrekuensi 900 MHz.[23] Produknya meliputi:
    • Produk pascabayar, merupakan layanan pertama yang diluncurkan Satelindo, dengan merek "Satelindo Card". Untuk menggunakannya pelanggan wajib membayar biaya adminstrasi Rp 25.000, dan selanjutnya dikenakan biaya dasar Rp 58.000 + biaya pemakaian perbulan (1998).[57] Sejak tahun 2002 produk ini berganti nama menjadi "Matrix", yang diiringi dengan penambahan sejumlah fitur baru seperti memori SMS dan phone book lebih besar.[48]
    • Produk prabayar, dengan merek "Mentari" yang diluncurkan pada 1998. Untuk menggunakannya, pelanggan harus membeli paket perdana seharga Rp 125.000.[58] Dengan cepat, produk ini menjadi produk layanan seluler utama dari Satelindo dengan mencapai 92% dari jumlah penggunanya di tahun 2002.[59] Untuk memperluas pemasarannya, sebuah varian Mentari bernama "Mentari+" diluncurkan di tahun tersebut, dengan kelebihan berupa fitur yang lebih banyak, serta perluasan kapasitas kartu, memori SMS dan phone book.[48] Sebelumnya, di bulan Juli 2001, juga sempat diluncurkan layanan "Mentari Club" berupa keanggotaan bagi pengguna setia Mentari.[60]
    • Satelindo @ccess, yaitu layanan value added services berupa informasi bagi pelanggan Satelindo dengan biaya semurah mengirim layanan pesan singkat (SMS).[61] Informasi yang diberikan seperti politik, hiburan, olahraga, dan masih banyak lagi,[62] ditambah status pulsa dan pengisian pulsa baru.[63]
    • Adapun fitur-fitur dari produk GSM Satelindo, seperti Satelindo Mail, mobile data & fax (layanan pengiriman data dan faksimile), call forwarding, SMS, roaming internasional, calling line identification, call hold waiting, detailed billing,[64] GPRS, MMS, dan Mentari Isi Ulang Instan (layanan pengisian pulsa lewat SMS atau Satelindo @ccess).[48]
  • Selain itu, PT Satelit Palapa Indonesia juga memiliki anak usaha bernama PT Nusa Era Persada Jaya (NEPJ) yang bergerak di bidang ISP sejak Januari 2000.[65] Adapun perusahaan ini memiliki lisensi di bidang jasa multimedia dan penyedia layanan internet.[42]

Untuk memberikan berbagai layanan diatas, pada tahun 2002 Satelindo mempekerjakan 1.700 karyawan di seluruh Indonesia, dan memiliki 11 kantor cabang (di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Medan, Palembang, Balikpapan, Makassar, Manado dan Batam) ditambah 47 kantor layanan di berbagai daerah dengan nama Satelindo Direct. Di tahun 2002, jaringan seluler Satelindo dilayani 2.940 BTS, yang dalam perkembangannya naik menjadi 3.605.[48] Sedangkan untuk pengoperasian satelit Palapa, Satelindo memiliki master control station (Palapa MCS) di Daan Mogot, Jakarta Barat,[66] yang belakangan juga menjadi kantor pusat perusahaan ini.

Manajemen

Pada 1998:[67]

Dewan Komisaris
1 Presiden Komisaris Fuad Bawazier
2 Presiden Komisaris Bambang Trihatmodjo
3 Presiden Komisaris Sugianto Kusuma
4 Presiden Komisaris Aziz Mochdar
5 Komisaris Achmad Rivai
6 Komisaris IN Seroma
7 Komisaris Mathias Weber
8 Komisaris Dr. Laubscher
9 Penasihat Komisaris Iwa Sewaka
Dewan Direksi
1 Presiden Direktur Saleh Gunawan
2 Direktur Satelit Iman Soediharto
3 Direktur Internasional Janto Warjanto
4 Direktur Selular SW Ouwens
5 Direktur Keuangan Gerard Christian Meerman
6 Direktur Pengembangan Bisnis Adeng Achmad

Pada 2001:[68]

Dewan Komisaris
1 Presiden Komisaris Wahyu Wijayadi
2 Komisaris Axel Hass
3 Komisaris Samsriyono Nugroho
4 Komisaris Andreas Boy
5 Komisaris Atje Muhammad Darjan
6 Komisaris Adjaib Rousstia
7 Komisaris Budi Prasetyo
8 Komisaris D. Habimono Koeseobjono
Dewan Direksi
1 Presiden Direktur USM Tampubolon
2 Direktur Satelit Djoko Prajitno
3 Direktur Internasional Imron Harun
4 Direktur Selular Jan Nisilson
5 Direktur Keuangan Gerard Christian Meerman
6 Direktur Pengembangan Bisnis Nid Khrisna Devi

Lihat pula

Referensi

  1. ^ The State of Telecommunications, Infrastructure, and Regulatory Environment of APEC Economies, Volume 2
  2. ^ (Inggris) INDONESIAN COMMERCIAL NEWSLETTER March 2011 CELLULAR TELECOMMUNICATIONS IN INDONESIA 2011. Diakses 6 Mei 2013
  3. ^ a b Fast Learner: Cara, Gaya, dan Tips Beradaptasi dengan Keadaan
  4. ^ Indonesia Beyond Suharto
  5. ^ a b c d The Politics of Southeast Asia's New Media
  6. ^ Pejuang dan pelopor industri kabel Indonesia: biografi Dr. K. Pri Bangun, Presdir Tranka Kabel
  7. ^ Annual report
  8. ^ Era baru bisnis telekomunikasi
  9. ^ Indonesia Reports, Masalah 64-75
  10. ^ The power of values in the uncertain business world: refleksi seorang CEO
  11. ^ Summary of World Broadcasts: SWB.. Asia-Pacific. Weekly economic report, Bagian 3
  12. ^ Untold Story IPO Telkom di NYSE & BEJ
  13. ^ Informasi, Volume 15,Masalah 179-182
  14. ^ Panji masyarakat
  15. ^ a b c Indonesia Business Weekly, Volume 3,Masalah 12-28
  16. ^ a b c 50 tahun peranan pos & telekomunikasi
  17. ^ Global Connections: International Telecommunications Infrastructure and Policy
  18. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 9,Masalah 46-52
  19. ^ Asian Communications, Volume 9,Masalah 1-5
  20. ^ Eksekutif, Masalah 195-198
  21. ^ Iklan satelindo 1996
  22. ^ Prisma, Masalah 7-10
  23. ^ a b c SATELINDO GSM
  24. ^ a b JP/PT Satelindo installs more stations in Greater Jakarta
  25. ^ a b Informasi, Masalah 203-208
  26. ^ JP/Gunawan appointed new Satelindo boss
  27. ^ Sejarah Korupsi Yayasan Soeharto
  28. ^ Yearbook of Asia-Pacific Telecommunications
  29. ^ 27 Siasat Menembus Pasar
  30. ^ Yearbook of asia-pacific telecommunications
  31. ^ The Rise of the Corporate Economy in Southeast Asia
  32. ^ a b Eksekutif, Masalah 187-190
  33. ^ Travel Indonesia, Volume 18,Masalah 7-20
  34. ^ Eksekutif, Masalah 240-245
  35. ^ Hermawan Kartajaya on marketing
  36. ^ AsiaCom: Asia-Pacific TV, Cable, Satellite, and Telecommunications, Volume 5
  37. ^ Far Eastern Economic Review, Volume 162
  38. ^ Indosat Ambil Alih 70% Saham Satelindo[pranala nonaktif permanen]
  39. ^ Kuatnya Bau Intervensi dalam Akuisisi Bimagraha oleh Indosat
  40. ^ Mergent International Manual, Volume 2
  41. ^ Sejarah Telkomsel, Dulunya Perusahaan Patungan Indosat-Telkom
  42. ^ a b "The History". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2002-06-02. Diakses tanggal 2002-06-02. 
  43. ^ "Belum Mulus, Transaksi Silang Indosat-Telkom". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-02-03. Diakses tanggal 2021-06-21. 
  44. ^ Indosat buys Deutsche Telekom stake in Satelindo
  45. ^ Laks Memprioritaskan Penerbitan Obligasi Indosat
  46. ^ Kisah Direktur Indosat di Era Reformasi (Lanjutan-5)
  47. ^ Deutsche Telekom may see Satelindo stake diluted
  48. ^ a b c d e f g h i ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN KARTU PRA BAYAR MENTARI SATELINDO DI YOGYAKARTA
  49. ^ Gerakan Pro Hak Angket Kasus Divestasi Indosat Peroleh 12 Tanda Tangan
  50. ^ 45 kisah bisnis top pilihan
  51. ^ Indonesian Commercial Newsletter, Volume 29,Masalah 379-386
  52. ^ Telecommunications Development in Asia
  53. ^ RUPSLB Indosat Setuju Merger IM3 dan Satelindo[pranala nonaktif permanen]
  54. ^ The Business
  55. ^ a b International Telecommunication Services
  56. ^ JP/Satelindo launches new card
  57. ^ Tariff
  58. ^ MENTARI, Satelindo GSM Isi Ulang
  59. ^ 27 Siasat Menembus Pasar
  60. ^ Welcome to Mentari Club!
  61. ^ Perang antar operator mulai terbuka dan vendor pun ikut berpartisipasi
  62. ^ BAB I
  63. ^ Penerapan Teori Antrian dalam Penentuan Jumlah Fasiltas Pelayanan Optimal pada Channel Customer Service di PT. Indosat Cabang Kotabaru Yogyakarta
  64. ^ GSM Features
  65. ^ The History
  66. ^ Satelit Palapa - Master Control Station
  67. ^ "BOARD of COMMISSIONERS and BOARD of DIRECTORS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1998-12-01. Diakses tanggal 2021-01-28. 
  68. ^ "BOARD of COMMISSIONERS and BOARD of DIRECTORS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2002-06-06. Diakses tanggal 2002-06-06. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya