Hormatilah ayahmu dan ibumu
"Hormatilah ayahmu dan ibumu", atau "Hormatilah ibu bapamu", adalah salah satu dari Sepuluh Perintah Allah dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama. Dalam sumber-sumber Protestan dan Yahudi, perintah ini umumnya dipandang sebagai perintah kelima baik dalam Kitab Keluaran 20:1–21 maupun dalam Ulangan (Devārīm) 5:1–23. Kalangan Katolik memandangnya sebagai perintah keempat.[1] Perjanjian BaruDalam Injil, Yesus menegaskan arti penting menghormati ayah dan ibu sendiri (Matius 15:1–9, Matius 19:17–19, Markus 10:17–19, Lukas 18:18–21). Rasul Paulus mengutip perintah ini dalam suratnya kepada jemaat di Efesus:
Dalam suratnya kepada jemaat di Roma dan kepada Timotius, Rasul Paulus menjelaskan bahwa ketidaktaatan kepada orang tua adalah suatu dosa yang serius (Roma 1:29–31, 2 Timotius 3:2). Perkataan Yesus dan ajaran Rasul Paulus mengindikasikan bahwa anak-anak yang telah beranjak dewasa tetap berkewajiban menghormati orang tua mereka dengan menyediakan kebutuhan jasmani. Dalam Injil, Yesus digambarkan menegur beberapa orang yang menghindari kewajiban untuk menyediakan kebutuhan materiil bagi orang tua mereka dengan mengklaim bahwa uangnya telah digunakan untuk "persembahan kepada Allah" (Matius 15:3–8, Markus 7:9–12; dalam perikop-perikop ini Yesus mengutip Yesaya 29:13). Menurut Injil Yohanes, ketika Yesus disalibkan, Ia meminta Rasul Yohanes untuk merawat ibu biologis-Nya dan ia menyanggupi permintaan-Nya.[2] Menurut Injil Matius, kewajiban untuk menghormati orang tua sendiri dibatasi oleh kewajiban seseorang kepada Allah: "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku" (Matius 10:37). Batasan tersebut, dan keutamaan perintah itu, membuat para akademisi menyimpulkan bahwa menghormati orang tua sendiri tidak berarti seseorang dapat melanggar hukum Allah (dengan berbuat dosa) atas perintah orang tuanya.[3][4] Nasihat Rasul Paulus kepada Timotius terkait perawatan fisik para janda mencakup hal berikut:
Pandangan OrtodoksPastor Seraphim Stephens memandang "penghormatan" sebagai "cinta dan rasa hormat", serta menyatakan bahwa perintah ini diposisikan di antara perintah-perintah yang membahas kewajiban seseorang kepada Allah dengan perintah-perintah yang mengatur bagaimana seseorang harus memperlakukan sesamanya. "Hal ini jelas meletakkan dasar bagi hubungan kita dengan Allah dan dengan semua orang lain."[5] Richard D. Andrews menjelaskan bahwa, "Setiap kali kita melakukan sesuatu yang baik, adil, murni, dan saleh, kita membawa kehormatan bagi orang tua kita."[6] Pandangan KatolikPaus Benediktus XVI menyatakan bahwa Rabi Jacob Neusner "secara tepat memandang perintah ini sebagai penahan jantung tatanan sosial". Perintah keempat memperkuat hubungan antargenerasi, menjalin hubungan yang jelas antara tatanan keluarga dan stabilitas sosial, serta mengungkapkan bahwa keluarga "dikehendaki sekaligus dilindungi oleh Allah."[7] Katekismus Gereja Katolik (KGK) 2197 secara jelas menyatakannya kalau perintah untuk menghormati ayah dan ibu sendiri mengungkapkan "tata cinta kasih" yang dikehendaki oleh Allah – pertama-tama Allah, kemudian orang tua, lalu orang-orang lainnya.[8] KGK 2200 menyebutkan bahwa memelihara perintah untuk menghormati orang tua sendiri mendatangkan pahala atau ganjaran rohani maupun jasmani, sebaliknya, kegagalan untuk melakukannya mendatangkan kerugian pada individu itu sendiri serta masyarakat.[8] Karena cinta tanpa syarat orang tua bagi anak-anak mereka mencerminkan kasih Allah, dan karena mereka memiliki suatu tugas untuk meneruskan iman kepada anak-anak mereka, KGK menyebut keluarga sebagai suatu "gereja domestik" ("gereja rumah tangga"), suatu "komunitas istimewa" dan "sel awal mula kehidupan sosial".[9] KGK menjelaskan bahwa perintah keempat ini mensyaratkan kewajiban anak-anak kepada orang tua mereka yang meliputi: [8]
Menurut KGK, untuk memelihara perintah ini juga disyaratkan kewajiban orang tua kepada anak-anak mereka yang meliputi:
Perluasan oleh YesusInjil Matius mengisahkan bahwa ketika ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya sedang menanti untuk bertemu dengan-Nya, Yesus menjawab, "Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?" Ia kemudian menunjuk ke arah murid-murid-Nya dan berkata, "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku."[12] Paus Benediktus XVI menyatakan bahwa pernyataan Yesus ini mengangkat perintah keempat ke suatu tingkatan yang baru dan lebih tinggi. Dengan melakukan kehendak Allah, setiap orang dapat menjadi bagian dari keluarga universal Yesus.[13] Dengan demikian, tanggung jawab yang tercakup dalam perintah keempat diperluas hingga masyarakat yang lebih besar dan mensyaratkan rasa hormat kepada "otoritas sosial yang sah". KGK menyebutkan "kewajiban dari warga negara dan bangsa", dirangkum oleh Peter Kreeft menjadi:
Lihat pula
Referensi
Sumber kutipan
Bacaan tambahan
Pranala luar |