Kantuk atau kelambanan (Pali: middha; Sanskerta: मिद्ध, middha) adalah suatu faktor mental dalam Buddhisme. Dalam aliran Theravāda, middha didefinisikan sebagai kondisi tidak sehat yang ditandai dengan ketidakmampuan, kurangnya energi, dan penolakan terhadap aktivitas yang baik.[1] Dalam aliran Mahayana, middha didefinisikan sebagai faktor mental yang menyebabkan batin tertarik ke dalam, kehilangan kemampuan membedakan antara aktivitas yang baik dan yang tidak baik, dan sama sekali tidak melakukan aktivitas.[2][3]
Salah satu dari empat faktor mental yang dapat berubah dalam ajaran Abhidharma Mahayana
Definisi
Theravāda
Bhikkhu Bodhi menjelaskan:
Kelambanan/kantuk adalah kondisi batin yang tidak sehat. Karakteristiknya adalah [batin yang] tidak dapat dikendalikan. Fungsinya adalah untuk mencekik. Kelambanan/kantuk terwujud dalam bentuk terkulai, atau mengangguk dan mengantuk. Penyebab langsungnya sama dengan kemalasan (thīna).[1]
Kitab Aṭṭhasālinī (II, Kitab I, Bagian IX, Bab II, 255) menjelaskan tentang kemalasan dan kelambanan/kantuk: “Tidak adanya usaha, kesulitan karena ketidakmampuan, adalah maknanya.” Kemudian, kita membaca definisi kemalasan dan kelambanan/kantuk berikut:
Gabungan “kemalasan-kelambanan” adalah kemalasan ditambah kelambanan/kantuk; kemalasan memiliki ciri-ciri tidak adanya, atau pertentangan, terhadap semangat (viriya), penghancuran energi (viriya) sebagai fungsinya, tenggelamnya keadaan-keadaan yang terkait sebagai manifestasinya; kelambanan/kantuk memiliki ciri-ciri tidak terkendali, menutup pintu-pintu kesadaran sebagai fungsi, menyusut dalam menerima objek, atau kantuk sebagai manifestasi; dan keduanya memiliki pikiran yang tidak sistematis, dalam tidak membangkitkan diri dari ketidakpuasan dan kemalasan (atau pemanjaan), sebagai penyebab langsungnya.[4]
Nina van Gorkom menjelaskan:
Bila ada kemalasan dan kelambangan/kantuk, maka tidak ada energi (viriya), tidak ada semangat untuk melakukan dāna, untuk mengamalkan sīla, untuk mendengarkan Dhamma, untuk mempelajari Dhamma atau untuk mengembangkan ketenangan, tidak ada energi untuk memperhatikan kenyataan yang muncul saat ini.[4]
Apa itu rasa kantuk (middha)? Dengan menjadikan penyebab kantuk sebagai titik tolaknya, batin menjadi selaras dengan hal-hal positif, negatif, acuh tak acuh, tepat waktu, tidak tepat waktu, tepat, dan tidak tepat. Rasa kantuk berhubungan dengan kebingungan yang keliru. Fungsinya adalah menjadi dasar untuk menjauh dari apa yang harus dilakukan.[2]
Mipham Rinpoche menyatakan:
[Middha] menyebabkan kesadaran dari kelima pintu indra ditarik ke dalam tanpa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang pantas dan mana yang tidak, mana yang tepat dan mana yang tidak. Ia termasuk dalam kategori delusi dan menjadi penyokong kegiatan yang merugikan.[3]
Alexander Berzin menyatakan:
Kantuk (middha; Tibet: gnyid) adalah bagian dari kenaifan/kebodohan batin (moha). Kantuk adalah penarikan diri dari kognisi sensoris, yang ditandai dengan perasaan fisik yang berat, lemah, lelah, dan kegelapan batin. Hal ini menyebabkan kita menghentikan aktivitas kita.[5]
Bhikkhu Bodhi (2003), A Comprehensive Manual of Abhidhamma, Pariyatti Publishing
Guenther, Herbert V. & Leslie S. Kawamura (1975), Mind in Buddhist Psychology: A Translation of Ye-shes rgyal-mtshan's "The Necklace of Clear Understanding" Dharma Publishing. Kindle Edition.
Kunsang, Erik Pema (penerjemah) (2004). Gateway to Knowledge, Vol. 1. North Atlantic Books.