Neofungsionalisme
Neofungsionalisme adalah teori integrasi kawasan berdasarkan tulisan-tulisan Ernst B. Haas, ilmuwan politik Amerika Serikat kelahiran Jerman, dan Leon Lindberg, ilmuwan politik Amerika Serikat. Tujuan para neofungsionalis adalah memanfaatkan pengalaman integrasi yang dirintis Eropa untuk menciptakan hipotesis pengujian di sektor lain.[1] Pendekatan Jean Monnet terhadap integrasi Eropa, yang bertujuan menyatukan setiap sektor dengan harapan menghasilkan efek limpasan untuk melanjutkan proses integrasi, kabarnya didasarkan pada pemikiran neofungsional. Haas kemudian menyatakan bahwa teori neofungsionalisme tidak berlaku lagi, namun ia menarik pernyataannya dalam buku terakhirnya,[2] setelah proses integrasi Eropa mulai mandek pada tahun 1960-an. Kemandekan ini terjadi setelah politik "kursi kosong" Charles de Gaulle melumpuhkan lembaga Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa, Masyarakat Ekonomi Eropa, dan Masyarakat Tenaga Atom Eropa.[3] Teori ini diperbarui dan dikembangkan oleh Wayne Sandholtz, Alec Stone Sweet, dan rekan-rekannya pada tahun 1990-an dan 2000-an. Mereka melengkapi teori ini dengan menerapkan empirisisme. Neofungsionalisme menjelaskan proses integrasi kawasan dengan mengacu pada interaksi tiga faktor penyebab, yaitu:[4][5]
Teori neofungsionalis awalnya berasumsi bahwa nasionalisme dan negara-bangsa semakin tidak penting. Teori ini memperkirakan bahwa perlahan-lahan para pejabat terpilih, kelompok kepentingan, dan kepentingan perdagangan besar di dalam negara akan merasa perlu mencapai cita-cita kesejahteraan yang dapat dipenuhi melalui integrasi politik dan pasar di tingkat supranasional yang lebih tinggi. Haas merumuskan tiga mekanisme yang menurutnya dapat mempercepat proses integrasi: limpasan positif, peralihan keberpihakan dalam negeri, dan keotomatisan teknokrat.[6] Sumber
Referensi
|