Yahudi-Yaman
Yahudi Yaman adalah orang Yahudi yang berdiam di Yaman atau yang merupakan keturunan orang Yahudi yang pernah hidup di Yaman. Antara bulan Juni 1949 dan September 1950, mayoritas penduduk Yahudi Yaman dibawa bermigrasi ke Israel dalam "Operasi Magic Carpet". Mayoritas orang Yahudi Yaman sekarang tinggal di Israel, dengan sejumlah komunitas di Amerika Serikat, dan dalam jumlah lebih sedikit bermukim di tempat-tempat lain. Hanya segelintir yang menetap di Yaman, kebanyakan adalah orang-orang lanjut usia. Orang Yahudi Yaman memiliki tradisi keagamaan yang unik, yang memisahkan mereka dari kaum Yahudi Ashkenazi, Sefardim dan kelompok Yahudi lainnya. Masih diperdebatkan apakah mereka bisa disebut sebagai "Yahudi Mizrahi", karena kebanyakan kelompok Mizrahi lainnya selama beberapa abad terakhir ini sudah mengalami proses asimilasi total atau sebagian dengan budaya dan liturgi Sefardim. Meskipun sub-kelompok Shami di dalam komunitas Yahudi Yaman memang sudah mengambil ritus agama yang dipengaruhi budaya Sefardim, ini dikarenakan alasan teologis dan tidak mencerminkan pergeseran demografis atau budaya. Sejarah kunoAda banyak kisah dan legenda mengenai asal mula kedatangan orang Yahudi di berbagai wilayah Arabia Selatan, termasuk Yaman. Salah satu legenda mengisahkan bahwa Raja Salomo mengirimkan para pelaut/pedagang Yahudi ke Yaman untuk mencari emas dan perak yang digunakan untuk menghiasi Bait Suci di Yerusalem.[1] Pada tahun 1881, wakil konsulat Prancis di Yaman menulis kepada para pemimpin Sekutu di Prancis, bahwa dalam buku karya sejarawan Arab Abu-Alfada yang dibacanya, dinyatakan bahwa orang Yahudi Yaman menetap di daerah tersebut pada tahun 1451 SM.[2] Legenda lain mengatakan bahwa suku-suku Yaman berpindah agama masuk Yudaisme setelah Ratu Syeba melakukan kunjungan kepada raja Salomo.[3] Orang "Yahudi Sanait" memiliki legenda bahwa nenek moyang mereka menetap di Yaman 42 tahun sebelum kehancuran Bait Suci yang Pertama. Dikatakan bahwa di bawah pimpinan nabi Yeremia sekitar 75.000 orang Yahudi, termasuk para imam dan orang Lewi, berpindah ke Yaman.[4] Ada pula legenda yang menyatakan bahwa ketika imam Ezra memerintahkan orang Yahudi untuk kembali ke Yerusalem mereka tidak mematuhi perintahnya, sehingga kemudian ia mengeluarkan suatu "Herem" ("larangan") atas mereka. Menurut legenda ini, sebagai hukuman atas tindakannya yang gegabah, Ezra ditolak pemakamannya di tanah Israel. Akibat tradisi lokal yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya dalam sejarah ini, dikatakan bahwa tidak ada orang Yahudi Yaman yang memberikan nama "Ezra" kepada anaknya, meskipun semua nama lain dalam Alkitab Ibrani boleh digunakan. Orang Yahudi Yaman mengklaim bahwa Ezra mengutuk mereka menjadi orang miskin karena tidak mengindahkan panggilannya. Hal ini tampaknya telah menjadi kenyataan di mata beberapa orang Yaman, bahwa mayoritas Yahudi Yaman sangat miskin. Namun, sejumlah orang bijak asal Yaman di Israel sekarang dengan tegas menolak kisah ini dan menganggapnya hanya suatu mitos, bahkan merupakan suatu hujatan.[5] Abad ke-2 sampai ke-6 MasehiCatatan arkeologi yang mengacu pada Yudaisme di Yaman mulai muncul selama kekuasaan Kerajaan Himyar.[6] Berbagai prasasti dengan tulisan Musnad (abjad Arabia selatan) dari abad ke-2 Masehi mencatat pembangunan sinagoge-sinagoge (rumah-rumah ibadat Yahudi) yang diizinkan oleh Raja Himyarite.[7] Orang Yahudi menjadi sangat banyak dan kuat di bagian selatan Arab, tanah yang kaya dan subur akan kemenyan dan rempah-rempah serta sebuah jalan utama pada rute ke Afrika, India, dan negara-negara Asia Timur. Suku-suku di Yaman tidak menentang kehadiran Yahudi di negeri mereka.[8] Pada tahun 516, terjadi kerusuhan antar suku dan beberapa pemimpin suku berjuang untuk meraih kekuasaan. Salah satu pemimpin itu adalah Joseph Dhu Nawas atau Yousef Asa'ar sebagaimana disebutkan pada prasasti kuno di selatan Arab. Yousef adalah seorang Yahudi.[9] Sumber-sumber Siria dan Bizantium mengklaim bahwa Yousef memperjuangkan diri karena orang Kristen di Yaman menolak untuk meninggalkan Kekristenan, yang menurut sejumlah ahli tidak mungkin karena Yudaisme bukan agama misionaris, dan diyakini bahwa sumber dari Siria tersebut mencerminkan kebencian besar terhadap orang Yahudi.[10] Bagaimanapun juga, prasasti-prasasti yang didokumentasikan oleh Yousef sendiri menunjukkan kebanggaannya setelah menyatakan membantai lebih dari 22.000 orang Kristen di Zafar dan Najran.[11] Menurut "Martyrs of Najran - Dokumen Baru" karya Irfan Shahid, Dhu-Nawas mengirim pasukan berjumlah 120.000 tentara untuk mengepung kota Najran. Pengepungan itu berlangsung selama enam bulan, sebelum akhirnya kota itu direbut dan dibakar pada tanggal 15 bulan ketujuh (yaitu bulan lunar Tisyri). Penduduk kota ini telah memberontak terhadap raja dan menolak untuk menyerahkan kota itu kepada raja. Sekitar 300 penduduk kota menyerahkan diri kepada pasukan raja, di bawah jaminan sumpah bahwa tidak ada bahaya akan datang kepada mereka, dan ini kemudian digenapi, sementara mereka yang tersisa di kota itu dibakar hidup-hidup di dalam gereja mereka. Korban kematian dalam kejadian ini dikatakan telah mencapai sekitar 2.000 orang. Namun, dalam prasasti Sabaean yang mengisahkan operasi ini melaporkan bahwa pada bulan Dhu-Madra'an (antara bulan Juli dan September) ada "1000 orang tewas, 1500 tahanan [ditawan] dan 10.000 ekor ternak." Ada dua tarikh yang diberikan dalam "surat Simeon dari Beit Aršam". Satu tarikh menempatkan tulisan itu pada bulan Tammuz tahun ke-830 Aleksander (518/519 M), dari kamp GBALA ("Jebala"), raja ‘SNYA ("Ghassanid" atau klan "Gassan"), di mana ia menceritakan peristiwa yang terjadi di Najran. Sementara ada tarikh lain yang menempatkan komposisi surat itu pada "tahun 835" (523/524 M). Surat itu hanyalah salinan dalam bahasa Suryani dari surat aslinya. Salinan itu dibuat pada tahun 1490 dari Era Seleukus (= 1178-1179 M). Sekarang, umumnya disetujui bahwa tarikh 523/524 M adalah yang tepat, karena dikonfirmasi oleh "Martyrium Arethae", juga melalui catatan epigrafi, yaitu prasasti Sabaean yang ditemukan di Asir, Arab Saudi (Bi’r Ḥimâ), difoto oleh J. Ryckmans dalam "Ry 507, 8 ~ 9" dan oleh A. Jamme dalam "Ja 1028", yang menunjukkan tahun Sabaean kuno "633" untuk peristiwa tersebut (yang dikatakan bersesuaian dengan tahun 523 M). Jacques Ryckmans, yang memecahkan sandi tulisan prasasti tersebut, menulis dalam bukunya "Le Persécution des Chrétiens Himyarites", bahwa Sarah'il Yaqbul-Yaz'an adalah seorang kepala suku dan sekaligus pembantu dekat Yûsuf ’As’ar (sang raja) pada waktu dilangsungkan operasi militer, dan bahwa ia diutus oleh raja untuk mengambil alih kota Najran, sementara raja mengamati kemungkinan serangan dari Abyssinian di sepanjang dataran pantai Yaman dekat Mokhā (al-Moḫâ) dan selat yang dikenal sebagai Bāb al-Mandab. Perlu dicatat bahwa gereja Aethiopian di Ẓafâr, yang telah dibangun oleh raja Yaman beberapa tahun sebelumnya, dan gereja lain yang juga dibangun olehnya di Aden (lihat: Sejarah Gereja dari Philostorgius, Ringkasan Buku III, bab 4), telah disaksikan oleh Konstantius II pada waktu mengadakan kunjungan diplomatik (embassage) ke tanah Ḥimyarites pada sekitar tahun 340 M. Gereja ini kemudian dibakar dan diratakan dengan tanah, dan seluruh penduduk Abyssinia dibunuh. Lalu, orang-orang asing (kemungkinan orang Kristen) yang tinggal di Haḏramawt juga dihukum mati sebelum tentara raja maju ke Najran jauh di utara dan merebutnya. Kaisar Byzantium Justinian I mengirimkan armada ke Yaman dan Joseph Dhu Nawas terbunuh dalam suatu pertempuran pada tahun 525 M.[12] Daerah pantai barat Yaman menjadi sebuah negara boneka sampai seorang bangsawan Himyarite berhasil sepenuhnya mengusir tentara pendudukan dan bangsawan-bangsawan tersebut adalah orang Yahudi juga.[13] Hubungan Yahudi - Muslim di Yaman di sepanjang zamanSebagai golongan [Ahl al-Kitab, yaitu "Umat Kitab Suci" yang dilindungi, orang Yahudi Yaman hanya diberi jaminan kebebasan beragama ditukar dengan kewajiban membayar jizyah, yaitu pembayaran pajak yang dikenakan pada penganut monoteis non-muslim tertentu ("umat Kitab Suci"). Sebagai ganti pembayaran jizyah, penduduk non-muslim diberikan jaminan keselamatan, juga dibebaskan dari kewajiban membayar zakat, yang harus dibayar oleh orang Muslim setelah mencapai tingkat kekayaan tertentu. Penganiayaan Muslim aktif terhadap orang-orang Yahudi tidak mencapai puncaknya sampai klan Zaydi merebut kekuasaan dari kelompok Muslim Sunni yang lebih toleran, di awal abad ke-10 M.[14] Kelompok Zaidi memberlakukan undang-undang yang dikenal sebagai "Dekret anak yatim" (Orphan's Decree), berdasarkan tafsiran hukum abad ke-18 mereka sendiri dan mulai diberlakukan pada akhir abad itu. Undang-undang ini mewajibkan negara Zaidi untuk memberi perlindungan dan mendidik dengan cara Islam setiap anak dhimmi (non-muslim ) yang orang tuanya telah meninggal ketika ia masih di bawah umur. Keputusan ini diabaikan selama pemerintahan Ottoman (1872-1918), tetapi dijalankan lagi selama periode Imam Yahya (1918-1948).[15] Di bawah pemerintahan Zaidi, orang-orang Yahudi dianggap tidak suci (=najis), dan karena itu dilarang menyentuh orang Muslim atau makanan Muslim. Mereka diwajibkan untuk merendahkan diri di hadapan seorang Muslim, untuk berjalan ke sisi kiri, dan menyapa dulu. Mereka tidak bisa membangun rumah lebih tinggi dari seorang Muslim atau naik unta atau kuda, dan ketika mengendarai keledai atau unta, mereka harus duduk menyamping. Ketika memasuki daerah kwartir Muslim, seorang Yahudi harus melepaskan alas kaki dan berjalan tanpa alas kaki. Jika diserang dengan batu atau tinju oleh pemuda Islam, orang Yahudi tidak diizinkan untuk membela diri. Dalam situasi semacam itu, ia memiliki pilihan untuk melarikan diri atau meminta intervensi dari pejalan kaki Muslim yang mau menolong.[16] Orang Yahudi Yaman juga mengalami penganiayaan kekerasan dari waktu ke waktu. Pada abad ke-12, penguasa Yaman 'Abd-al-Nabī ibn Mahdi memberikan pilihan bagi orang Yahudi antara masuk Islam atau mati syahid.[17] Meskipun seorang pengkhotbah lokal Yahudi Yaman populer menyerukan orang Yahudi untuk memilih mati syahid, Maimonides mengirim surat yang dikenal dengan nama "Surat Yaman" dan menyarankan orang Yahudi Yaman untuk memeluk Islam dan diam-diam terus menjalankan praktik Yudaisme. Pada abad ke-13, penindasan terhadap orang Yahudi mereda ketika "orang Rasulid", sebuah suku dari Afrika, mengambil alih kekuasaan negara itu, mengakhiri kekuasaan Islam dan mendirikan dinasti Rasulid, yang berlangsung pada tahun 1229-1474. Pada tahun 1547, Kekaisaran Utsmaniyah (Ottoman) mengambil alih Yaman. Hal ini memberi kesempatan bagi orang Yahudi Yaman untuk membuat kontak dengan komunitas Yahudi lainnya. Kontak dibuat dengan penganut Kabbalah di Safed, sebuah pusat Yahudi utama, serta dengan masyarakat Yahudi di seluruh Kekaisaran Ottoman.[18] Kekuasaan Ottoman berakhir pada tahun 1630, ketika kaum Zaydi mengambil alih Yaman. Orang Yahudi sekali lagi dianiaya. Pada tahun 1679, di bawah pemerintahan Al-Mahdi Ahmad, orang Yahudi diusir secara massal dari semua bagian dari Yaman ke provinsi Mawza, dan akibatnya banyak orang Yahudi meninggal di sana karena kelaparan dan penyakit. Rumah dan harta benda mereka disita, dan banyak sinagoge dihancurkan atau diubah menjadi mesjid.[19] Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai "pengasingan Mawza", dan diriwayatkan dalam banyak tulisan rabi-rabi Yahudi Yaman dan penyair Shalom Shabazi, yang mengalaminya sendiri. Sekitar setahun setelah pengusiran, orang yang selamat diizinkan untuk kembali karena alasan ekonomi. Sebagian besar pengrajin dan seniman di Yaman adalah orang Yahudi, sehingga merupakan aset penting dalam perekonomian negara. Namun, mereka tidak diperbolehkan untuk kembali ke kampung halaman mereka dan menemukan bahwa sebagian besar artikel agamami mereka telah dihancurkan. Mereka ditempatkan dalam suatu kwartir Yahudi khusus di daerah luar kota-kota.[18] Orang Yahudi Yaman memiliki keahlian dalam berbagai bidang kerajinan yang biasanya dihindari oleh orang Muslim Zaydi. Keahlian menempa perak, pandai besi, perbaikan senjata dan alat-alat, pertenunan, pengerja keramik, pertukangan batu, pertukangan kayu, pembuatan sepatu, dan menjahit adalah pekerjaan yang secara eksklusif dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Pembagian kerja ini menciptakan semacam perjanjian, berdasarkan ketergantungan ekonomi dan sosial satu sama lain, antara penduduk Muslim Zaydi dan orang Yahudi Yaman. Orang Muslim memproduksi dan memasok makanan, sedangkan orang-orang Yahudi memasok semua produk dan jasa yang diperlukan oleh petani Yaman. Selama abad ke-18, orang Yahudi Yaman memperoleh jeda singkat dari status mereka sebagai warga negara kelas dua ketika "Imamic" berkuasa. Yaman mengalami kebangkitan kehidupan Yahudi. Sinagoge-sinagoge dibangun kembali, dan sejumlah orang Yahudi menduduki jabatan tinggi. Salah satunya adalah Rabbi Shalom ben Aharon, yang bertanggung jawab untuk pencetakan uang dan untuk kas kerajaan. Ketika kaum Imamic kehilangan kekuasaan pada abad ke-19, orang-orang Yahudi kembali mengalami penganiayaan. Pada tahun 1872, Kekaisaran Ottoman mengambil alih kekuasaan lagi, dan berkuasa hingga kemerdekaan Yemini pada tahun 1918. Kehidupan Yahudi kembali membaik selama pemerintahan Ottoman. Kebebasan beragama Yahudi lebih dihormati, dan orang Yahudi Yaman diizinkan untuk membuat lebih banyak kontak dengan komunitas Yahudi lainnya.[18] Yahudi Yaman dan MaimonidesOrang Yahudi Yaman terutama tinggal di Aden (200), Sanaá/Sana (10.000), Sa'dah/Sada (1.000), Dhamar (1.000), dan gurun Beda (2.000). Komunitas Yahudi penting lainnya di Yaman adalah di dataran tinggi selatan tengah, di kota-kota: Taiz (tempat kelahiran salah satu pemimpin spiritual Yahudi Yaman paling terkenal, Mori Salem Al-Shabazzi Mashtaw), Ba'dan, dan kota-kota dan desa-desa lain di wilayah Shar'ab. Orang Yahudi Yaman terutama adalah pengrajin, termasuk emas, perak dan pandai besi di daerah San'a, dan pedagang kopi di dataran tinggi selatan tengah. Gerakan Mesianik Yaman pada abad ke-19Selama periode ini pengharapan akan kedatangan Mesias sangat tinggi di kalangan orang Yahudi Yaman (dan di kalangan orang Arab juga). Ada tiga orang yang mengaku Mesias, diberi istilah "pseudo-messiah" ("mesias palsu"), pada periode ini, nama dan tahun-tahun aktivitas mereka adalah:
Menurut seorang pengelana Yahudi, Jacob Saphir, mayoritas orang Yahudi Yaman pada waktu kunjungannya pada tahun 1862 percaya kepada proklamasi mesianik Shukr Kuhayl I. Orang-orang Yaman yang mengaku mesias sebelumnya termasuk seorang yang tidak dikenal namanya pada abad ke-12 yang dikirimi surat Maimonides yang dikenal sebagai "Surat Yaman" (Iggeret Teman; bahasa Inggris: Epistle to Yemen), juga seorang mesias dari Bayhan (~1495), dan Suleiman Jamal (~1667), yang oleh Lenowitz disatukan sebagai suatu sejarah mesias dalam jangka waktu 600 tahun.[20] Tradisi agamaOrang Yahudi Yaman dan orang Yahudi Kurdi yang berbahasa Aram adalah komunitas-komunitas yang masih mempertahankan tradisi pembacaan Taurat di sinagoge dalam bahasa Ibrani dan terjemahan Targum dalam bahasa Aram.[21] Sejumlah sinagoge non-Yaman mempunyai seorang tertentu yang disebut "Baal Koreh", yang membaca dari gulungan Kitab Taurat ketika jemaat mengeluarkan gulungan Taurat untuk membaca suatu aliyah. Dalam tradisi Yaman, setiap orang dipanggil untuk membaca aliyah dari gulungan Kitab Taurat itu sendiri. Anak-anak di bawah usia Bar Mitzvah sering diberi kesempatan membaca aliyah keenam. Setiap ayat Taurat yang dibaca dalam bahasa Ibrani, diikuti dengan terjemahan bahasa Aram, biasanya dikidungkan oleh seorang anak kecil. Baik aliyah keenam dan Targum mempunyai melodi yang disederhanakan, berbeda dari melodi umum untuk Taurat yang digunakan pada aliyot lain. Golongan agamaTiga golongan utama Yahudi Yaman adalah
Perbedaan di antara ketiga golongan ini umumnya terletak pada pengaruh tradisi Yaman asli masing-masing, yang kebanyakan berdasarkan karya-karya Maimonides, dan tradisi Kabbalah yang dijumpai dalam Zohar serta sekolah Isaac Luria, yang pengaruhnya terus meningkat sejak abad ke-17 dan selanjutnya. Tes DNATes DNA antara orang Yahudi Yaman dan anggota komunitas Yahudi lainnya di dunia menunjukkan kaitan yang sama, di mana kebanyakan komunitas memiliki profil genetik ayah yang serupa. Selain itu, "tanda tangan" kromosom-Y dari orang Yahudi Yaman juga mirip dengan populasi Timur Tengah lainnya.[22]
Dapat dikatakan bahwa komunitas Yahudi dari Arab Selatan tidak homogen dalam hal asal usul mereka. Imigran datang dari daerah yang sama: Tanah Israel, Babel, Iran, Mesir, Suriah, Spanyol dan Afrika Utara. Mereka telah mengalami pengelolaan lengkap manajemen masyarakat dan membawa kebiasaan Yahudi ke negara itu. Informasi tentang keadaan dan konteks waktu yang memungkinkan orang Yahudi menetap di wilayah Arab Selatan tidak tergantung pada penafsiran tradisi lisan sebagaimana orang-orang Yahudi di tempat lain. Orang Yahudi Yaman adalah keturunan dari orang Israel. Garis keturunan ayah pada orang Yahudi Afrika Utara dan Yahudi Kurdi diturunkan dari orang Israel. DNA kromosom-Y orang Yahudi cenderung berasal dari Timur Tengah, dan studi yang memperhitungkan mtDNA menunjukkan bahwa populasi Yahudi banyak mempunyai relasi maternal (dari ibu) dengan kelompok-kelompok non-Yahudi tetangga mereka. Semua studi yang ada gagal untuk membandingkan DNA populasi Yahudi modern dengan DNA Yudea kuno dan DNA Khazarian abad pertengahan, tetapi dengan tidak adanya DNA kuno, perbandingan dengan populasi orang yang hidup sekarang tampaknya cukup untuk melacak akar geografis mereka.[24] Zaman modernSekarang mayoritas orang Yahudi Yaman hidup di Israel. Sejumlah orang Yahudi Yaman tidak ikut pergi pada waktu dilakukan Operasi Magic Carpet karena banyak yang tidak ingin meninggalkan keluarga mereka yang sakit atau sudah tua. Gelombang emigrasi berikutnya terjadi pada tahun 1959, dengan sekitar 3.000 orang Yahudi Yaman pindah ke Israel dan banyak juga yang pindah ke Amerika Serikat dan Britania Raya. Orang Yahudi yang tertinggal dilarang beremigrasi dan dilarang menghubungi kerabat mereka di luar negeri. Mereka diisolasi dan disebar di seluruh daerah pegunungan Yaman utara, dan menderita kekurangan makanan, pakaian, maupun obat-obatan, serta tidak memiliki peralatan agamawi. Akibatnya, sejumlah orang masuk Islam. Keberadaan mereka tidak diketahui sampai tahun 1976, ketika seorang diplomat Amerika tidak sengaja menjumpai sebuah komunitas kecil Yahudi di wilayah terpencil di Yaman utara. Dalam waktu singkat setelahnya, organisasi-organisasi Yahudi diizinkan untuk melakukan perjalanan secara terbuka di Yaman, mendistribusikan buku-buku dan materi bahasa Ibrani.[25] Pada tahun 1983 dan 1984, 5.000-6.000 orang Yahudi Yaman Yaman beremigrasi ke Israel, dan masih ada 550-600 orang lanjut usia tersisa pada tahun 1993 dan 1994.[26] Saat ini, ada sebuah komunitas kecil Yahudi di kota Bayt Harash (2 km dari Raydah). Mereka memiliki seorang rabi, sebuah sinagoge berfungsi dan sebuah mikveh. Mereka juga memiliki sebuah yeshiva untuk anak laki-laki dan sebuah seminari untuk anak perempuan, yang didanai oleh organisasi Yudaisme Hasidik berafiliasi "Satmar" di Monsey, New York, Amerika Serikat. Sebuah komunitas kecil Yahudi yang terpencil juga ada di kota Raydah, yang terletak sekitar 45 km sebelah utara dari Sana'a. Kota ini mempunyai sebuah yeshiva, juga didanai oleh sebuah organisasi berafiliasi Satmar . Pasukan keamanan Yaman telah berusaha keras untuk mencoba meyakinkan orang-orang Yahudi untuk tinggal di kota-kota mereka. Namun, upaya ini gagal dan pemerintah terpaksa memberikan bantuan keuangan bagi orang-orang Yahudi agar mereka mampu untuk menyewa akomodasi di daerah yang lebih aman.[27] Meskipun ada larangan resmi untuk beremigrasi, banyak orang Yahudi Yaman beremigrasi ke Israel, Amerika Serikat, dan Inggris pada tahun 2000-an, melarikan diri dari penganiayaan antisemitisme dan mencari prospek pernikahan Yahudi yang lebih baik. Banyak dari mereka awalnya pergi ke sana untuk belajar, tetapi tidak pernah kembali. Pada bulan Desember 2008, Moshe Ya'ish al- Nahari, seorang guru bahasa Ibrani berusia 30 tahun dan seorang pemotong daging halal kosher (=halal) yang tinggal di Raydah, ditembak mati oleh Abed el-Aziz el-Abadi, seorang mantan pilot MiG-29 di Angkatan Udara Yaman. Abadi menemui Nahari di pasar Raydah dan berteriak "Orang Yahudi, terimalah pesan-pesan Islam", dan melepaskan tembakan dengan AK-47. Nahari ditembak lima kali, dan meninggal. Selama interogasi, Abadi dengan bangga mengakui kejahatannya, dan menyatakan bahwa "Orang-orang Yahudi harus memeluk Islam." . Abadi telah membunuh istrinya dua tahun sebelumnya, tetapi berhasil menghindari masuk penjara dengan membayar kompensasi kepada keluarga istrinya.[28] Pengadilan mendapati Abadi tidak stabil secara mental dan memerintahkan dia hanya membayar denda, tetapi pengadilan banding menjatuhkan hukuman mati kepadanya.[29] Setelah pembunuhan al-Nahari, komunitas Yahudi mengungkapkan perasaan yang tidak aman, mengaku telah menerima surat berisi kebencian dan ancaman melalui telepon dari para ekstrimis. Lusinan orang Yahudi dilaporkan menerima ancaman kematian dan mengklaim bahwa mereka telah mengalami pelecehan dengan kekerasan. Pembunuhan Nahari dan pelecehan antisemitisme terus-menerus menyebabkan sekitar 20 warga Yahudi lainnya dari Raydah beremigrasi ke Israel.[30] Pada tahun 2009, lima anak-anak Nahari pindah ke Israel, dan pada tahun 2012, istri dan empat anak-anaknya yang lain mengikuti, setelah awalnya tetap tinggal di Yaman sehingga dia bisa menjadi saksi dalam persidangan Abadi.[31] Pada bulan Februari 2009, 10 orang Yahudi Yaman beremigrasi ke Israel, dan pada bulan Juli 2009, tiga keluarga, atau total 16 orang, menyusul mereka.[32][33] Pada tanggal 1 November 2009 Wall Street Journal [34] melaporkan bahwa pada bulan Juni 2009, diperkirakan 350 orang Yahudi tersisa di Yaman, dan pada bulan Oktober 2009, 60 orang beremigrasi ke Amerika Serikat dan 100 sedang mempertimbangkan untuk pergi. BBC memperkirakan bahwa komunitas itu terdiri dari sekitar 370 orang dan semakin berkurang.[35] Pada tahun 2010, dilaporkan bahwa 200 orang Yahudi Yaman akan diizinkan untuk berimigrasi ke Inggris.[36] Pada bulan Agustus 2012, Aharon Zindani, pemimpin komunitas Yahudi dari Sana'a, ditikam sampai mati di sebuah pasar dalam suatu serangan antisemitisme. Selanjutnya, istri dan lima anaknya beremigrasi ke Israel, dan membawa serta mayatnya untuk dimakamkan di Israel, dengan bantuan dari organisasi "Jewish Agency for Israel" dan Kementerian Luar Negeri Israel.[37][38][39] Pada bulan Januari 2013, dilaporkan bahwa sekelompok 60 orang Yahudi Yaman beremigrasi ke Israel dalam sebuah operasi rahasia, tiba di Israel melalui penerbangan dari Qatar. Hal ini dilaporkan sebagai bagian dari operasi besar yang sedang dilakukan dalam rangka untuk membawa sekitar 400 orang Yahudi yang tersisa di Yaman ke Israel dalam beberapa bulan mendatang.[40] Partisipasi dalam Budaya IsraelPada kontes lagu Eropa ("Eurovision Song Contest"), pemenang tahun 1998, 1979 dan 1978 yaitu Dana International, Gali Atari dan Izhar Cohen, runner-up tahun 1983 Ofra Haza, dan top 10 finalis tahun 2008 Boaz Mauda, adalah orang Yahudi Yaman. Harel Skaat, yang berkompetisi di Oslo pada tahun 2010, mempunyai ayah orang Yahudi Yaman. Tokoh Yahudi Yaman lainnya termasuk Zohar Argov, Daklon, Gali Atari, Inbar Bakal, Mosh Ben-Ari, Yosefa Dahari, Gila Gamliel, Becky Griffin, Meir Yitzhak Halevi (Wali kota Eilat), Saadia Kobashi, Yishai Levi, Sara Levi-Tanai,Bo'az Ma'uda, Avihu Medina, Achinoam Nini, Avraham Taviv, Shimi Tavori, Margalit Tzan'ani,Tomer Yosef Balkan BeAT Box dan Shahar Tzuberi. Buku-buku doa
Karya lain
Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|