Erman Soeparno
Dr. Ir. H. Erman Soeparno, MBA., M.Si (Jawa: ꦌꦂꦩꦤ꧀ꦯꦥꦂꦤꦺꦴ; lahir 20 Maret 1950)[2] adalah seorang politikus Indonesia yang pernah menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia di Kabinet Indonesia Bersatu pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla sejak 7 Desember 2005 hingga 22 Oktober 2009 menggantikan Fahmi Idris dalam perombakan kabinet jilid pertama.[3] Ia merupakan tokoh dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kehidupan pribadiErman Soeparno lahir pada 20 Maret 1950 di Purworejo, Jawa Tengah sebagai anak sulung dari empat bersaudara dari pasangan Muhammad Sastrodihardjo dan Warinah. Ia menikah pada 24 Oktober 1973 di umur 25 tahun, sedangkan istrinya Meilana Rida Widiyastuti di umur 22 tahun.[4] Erman pernah merasakan kesulitan dalam mencari pekerjaan karena banyak perusahaan yang tidak menyediakan lowongan pekerjaan.[5] Ia yang hanya bermodalkan blanko, stofmap, dan menulis lamaran, kemudian keliling untuk mencari pekerjaan. Karena tak jua menemukan pekerjaan, terpaksa ia menerima tawaran menjadi mandor bangunan dengan mengawasi pekerja bangunan dan dibayar harian. Sejak tahun 1994, ia menjadi anggota dewan pengurus di beberapa perusahaan. Pada 13 Desember 2004, Erman terlibat dalam kecelakaan bus yang merenggut nyawa salah seorang penumpang lain.[6] Bus tersebut masuk jurang di Bantul, Yogyakarta dan ia merupakan salah satu penumpang yang turut terluka. PendidikanSetelah lulus dari SMP 1 Grabag, Erman melanjutkan ke jenjang berikutnya di Sekolah Teknik Mesin Negeri 1 Yogyakarta agar lebih mudah mendapatkan pekerjaan.[7] Ia juga berharap agar setelah selesai di Sekolah Guru Teknik bisa mengajar, namun gurunya melarangnya karena dia memiliki nilai rata-rata sembilan dan sayang sekali jika tidak melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Ia memulai karier setelah lulus dari STM dan bekerja sebagai pegawai pemula di sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yaitu PT Pembangunan Perumahan (PP). Dari sanalah kemampuan tekniknya terasah. Setelah berhasil menyelesaikan berbagai proyek di Jawa, ia dipromosikan ke Makassar sebagai Pemimpin PT PP. Kesempatan itu juga digunakan untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia. Usai lulus sebagai sarjana Teknik Sipil pada 1986, dia mendapat kesempatan kuliah ke Universitas Newport, California, Amerika Serikat dan memperoleh gelar Magister Administrasi Bisnis (MBA) pada 1993. Selanjutnya dia kembali ke Jakarta. Tidak lama kemudian dikirim ke Jepang untuk memperdalam manajemen konstruksi. Setelah itu dipercaya menjadi Direktur PT PP-Taisei Indonesia Construction, perusahaan yang sahamnya dimiliki PP dan Taisei dari 1994 sampai 1999. Erman bersama tim selama di PP banyak membangun gedung jangkung di Jakarta. Saat di Sulawesi, ia sukses membangun jembatan Pulau Toton-Pulau Batam yang terkenal itu. Ia meraih gelar Pasca Sarjana Jurusan Administrasi Negara dari Universitas Indonesia pada tahun 2000 dan juga memperoleh gelar doktor ilmu pendidikan di Universitas Negeri Jakarta dan diwisuda pada 15 Maret 2008.[8] KarierErman pernah pula menjadi dosen di Pasca Sarjana Teknik Sipil Universitas Atmajaya, Yogyakarta sebelum akhirnya menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selama dua periode sejak 1999 hingga 2004 untuk daerah pemilihan Kota Dumai, Riau dan 2004 hingga pengunduran dirinya pada 7 Desember 2005 untuk daerah pemilihan Jawa Tengah VI meliputi Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo, dan Kota Magelang. Di parlemen, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sejak 2004 hingga 2005[9] yang kemudian diangkat menjadi Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI pada tahun 2005. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Kebangkitan Bangsa.[10] Sedangkan di bidang organisasi, ia menjadi Ketua Umum Serikat Nasional Perkerisan Indonesia (2011–2016),[11] Ketua Dewan Pembina Yayasan Purna Bakti Naker (2020–sekarang),[12] dan Ketua Umum Ikatan Persatuan Haji Indonesia (2021–sekarang).[13] Erman ditunjuk sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.[14][15] Ia bersama Boediono, Aburizal Bakrie, Sri Mulyani Indrawati, Fahmi Idris, dan Paskah Suzetta dilantik oleh Presiden Yudhoyono sebagai menteri di Kabinet Indonesia Bersatu pada 7 Desember 2005 yang merupakan hasil perombakan kabinet jilid pertama. Ia dinominasikan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan telah disetujui oleh Abdurrahman Wahid sebagai menteri. Pada 4 Desember 2005 malam, Presiden Yudhoyono memanggil Muhaimin dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Saifullah Yusuf untuk menghadapnya.[16] SBY memutuskan untuk memberikan dua kursi menteri untuk PKB dan keduanya harus berasal dari dua kubu yang berbeda.[a] Erman pun sempat tidak dipastikan benar-benar masuk kabinet. Ia dipanggil menghadap Presiden Yudhoyono pada 5 Desember 2005 siang bersama dengan Boediono dan Paskah Suzetta di Gedung Agung, Yogyakarta. Dalam kesempatan tersebut, SBY memberikan pengarahan mengenai tugas-tugas yang harus dilakukan ketiga menteri baru ini. Tidak lama kemudian, Presiden Yudhoyono umumkan perombakan kabinet. Jabatannya sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi berakhir pada 20 Oktober 2009 bersamaan dengan selesainya masa jabatan pertama Presiden Yudhoyono. Erman digantikan oleh sesama koleganya di PKB Muhaimin Iskandar di Kabinet Indonesia Bersatu II.[17] Usai tidak menjadi menteri, ia kembali menggeluti dunia bisnis dan perusahaan konstruksi yang selama dirinya menjadi menteri bisnisnya dialihkan sementara kepada anak buahnya.[18] Selain itu, pada September 2019 ia menjabat sebagai Komisaris Independen PT Perintis Triniti Properti Tbk. (Triniti Land). Selain itu, ia juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT. Truba Jaya Enginnering sejak 2009 hingga 2013. Penghargaan
KontroversiProgram 'Ayo PHK'Akibat krisis keuangan global berdampak pada nasib para buruh di berbagai unit usaha dan perusahaan, maka Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi meluncurkan program Ayo Pokoke Harus Kerja atau Ayo PHK.[20] Pelaksanaan program ini memakan biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebesar Rp1,2 triliun. Tujuan program ini adalah menciptakan usaha-usaha di sektor riil dan berbagai program pemberdayaan masyarakat. Para buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi sasaran program ini. Catatan
Referensi
Pranala luar
|