A.M. Hendropriyono
Abdullah Mahmud Hendropriyono atau sering disebut A.M. Hendropriyono (lahir 7 Mei 1945) adalah seorang tokoh intelijen dan militer Indonesia. Hendropriyono adalah Kepala Badan Intelijen Negara pertama, ia dijuluki the master of intelligence karena menjadi "Profesor di bidang ilmu Filsafat Intelijen" pertama di dunia.[1] Ia juga pernah menjadi Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan Republik Indonesia, Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Republik Indonesia dalam Kabinet Pembangunan VII dan Menteri Transmigrasi dan PPH Kabinet Reformasi Pembangunan yang kemudian merangkap sebagai Menteri Tenaga Kerja ad-interim. Ia menjadi Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dari tanggal 27 Agustus 2016 hingga 13 April 2018.[2][3] PendidikanHendropriyono menempuh pendidikan dasarnya di SR Muhammadiyah, Kemayoran, Jakarta kemudian pindah ke SR Negeri Jalan Lematang, Jakarta, SMP Negeri V bagian B (Ilmu Pasti) di Jalan Dr. Sutomo, Jakarta dan menyelesaikan SMA Negeri II bagian B (Ilmu Pasti) di Jalan Gajah Mada, Jakarta. Pendidikan militerSelanjutnya ia melanjutkan pendidikan militer di Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang (lulus 1967), Australian Intelligence Course di Woodside (1971), United States Army Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Amerika Serikat (1980), Sekolah Staf dan Komando ABRI (Sesko ABRI), yang lulus terbaik pada 1989 bidang akademik dan kertas karya perorangan dengan mendapat anugerah Wira Karya Nugraha. Selanjutnya ia lulus Kursus Singkat Angkatan VI Lembaga Ketahanan Nasional (KSA VI Lemhannas). Keterampilan militer yang pernah diikutinya antara lain adalah Para-Komando, terjun tempur statik, terjun bebas militer (Military Free Fall) dan penembak mahir. Pendidikan tinggiPendidikan umum Hendropriyono menjadikannya sebagai sarjana dalam bidang administrasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara (STIA-LAN), Sarjana Hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM), Sarjana Ilmu Politik dari Universitas Terbuka (UT) Jakarta, Sarjana Teknik Industri dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Bandung. Ia juga meraih gelar magister administrasi niaga dari University of the City of Manila, Filipina, mendapat gelar magister di bidang hukum dari STHM dan pada bulan Juli 2009 dan meraih gelar doktor filsafat di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dengan predikat Cum Laude. Pada 7 Mei 2014, ia dikukuhkan sebagai guru besar di bidang ilmu Filsafat Intelijen[4] dari Sekolah Tinggi Intelijen Negara.[5] Ia menjadi satu-satunya dan pertama di dunia yang menjadi Guru Besar Intelijen.[6] Atas gelar ini, ia tercatat masuk dalam Museum Rekor Indonesia (MURI).[7] Pengukuhan ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 2576f/A4.3/KP/2014. KarierSepanjang hidupnya, Hendropriyono mengalami tiga karier, sebagai militer, politikus, dan intelijen. Ia juga mengajar di beberapa tempat. Ia juga mengetuai Komisi Tinju Indonesia pada rentang waktu 1994 hingga 1998. Karier militerKarier militer Hendropriyono diawali sebagai Komandan Peleton dengan pangkat Letnan Dua Infanteri di Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Ia kemudian menjadi Komandan Detasemen Tempur Para-Komando, Asisten Intelijen Komando Daerah Militer Jakarta Raya/Kodam Jaya (1986), Komandan Resor Militer 043/Garuda Hitam Lampung (1988-1991), Direktur Pengamanan VIP dan Objek Vital, Direktur Operasi Dalam Negeri Badan Intelijen Strategis (Bais) ABRI (199I-1993), Panglima Daerah Militer Jakarta Raya dan Komandan Kodiklat TNI AD. Semasa menjabat sebagai Danrem 043/Garuda Hitam, Hendropriyono yang saat itu berpangkat Kolonel, berhasil mengeliminasi kelompok Warsidi di kawasan Talangsari, Lampung.[8] Kejadian tersebut kemudian dikenal dengan Peristiwa Talangsari 1989.[9] Berbagai operasi militer yang diikutinya adalah Gerakan Operasi Militer (GOM) VI, dua kali terlibat dalam Operasi Sapu Bersih III dan dua kali dalam Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang bernama Timor Leste). Berikut jenjang karier militer A.M. Hendropriyono:
Karier politikDalam birokrasi pemerintahan RI, Hendropriyono pernah memangku berbagai jabatan yang berturut-turut: Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan Republik Indonesia (1996-1998), Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) dalam Kabinet Pembangunan VII dan sebagai Menteri Transmigrasi dan PPH dalam Kabinet Reformasi Pembangunan yang kemudian merangkap sebagai Menteri Tenaga Kerja ad-interim. Karier intelijenPada periode tahun 2001-2004 sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di Kabinet Gotong Royong. Hendropriyono merupakan penggagas lahirnya Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) di Sentul, Bogor, Dewan Analis Strategis (DAS) Badan Intelijen Negara, Sumpah Intelijen, Mars Intelijen, menetapkan hari lahir badan intelijen, mencipta Logo dan Pataka BIN, mempopulerkan bahwa intelijen sebagai "ilmu" dan menggali "filsafat intelijen", serta menggagas berdirinya tugu Soekarno-Hatta di BIN. Sekarang ini Hendropriyono menjadi pengamat terorisme dan intelijen, yang kerap diminta untuk menjadi narasumber oleh media massa dan berbagai lembaga, giat menulis bermacam pemikirannya dalam artikel-artikel di berbagai koran, majalah, radio dan televisi. Karier akademisIa mendedikasikan ilmunya dengan mengajar Filsafat Hukum di Sekolah Tinggi Hukum Militer Jakarta dan di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, dengan jabatan Rektor Kepala terhitung sejak tanggal 1 Maret 2002 sampai sekarang. Selain itu ketika menjadi Kepala BIN, Hendropriyono juga mendirikan Sekolah Tinggi Intelijen Negara di Sentul, Bogor. BisnisSelain berkarier, AM Hendropriyono juga duduk di posisi penting beberapa perusahaan.
PenghargaanIa juga penyandang berbagai kehormatan negara RI, dalam wujud bintang dan tanda jasa antara lain: Bintang Mahaputera Indonesia Adipradana, Bintang Kartika Eka Paksi Nararya-prestasi, Bintang Bhayangkara Utama, Bintang Yudha Dharma, Bintang Dharma, Satyalancana Bhakti untuk luka-luka di medan pertempuran, serta anggota Legiun Veteran Pembela Republik Indonesia (Pembela/E, NPV: 21.157.220). Ia juga dinobatkan sebagai Man Of The Year oleh Majalah Editor pada tahun 1993. Tanda Jasa
Brevet
KeluargaIa memiliki 3 orang anak, yaitu Diah Erwiany Trisnamurti Hendrati istri dari Mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa, Rony Hendropriyono dan Diaz Hendropriyono, yang menjabat sebagai Komisaris Telkomsel pada tahun 2015 serta Staf Khusus Presiden Republik Indonesia[18] Griya Anti NarkobaPada 25 Juni 2014, Ia bersama Komjen Pol (Purn) Gories Mere dan Irjen (Purn) Benny Mamoto mendirikan museum yang diberi nama Griya Anti Narkoba. Griya Anti Narkoba ini berdiri di lahan seluas hampir 1 hektar dan merupakan museum narkoba pertama di Jakarta. Terletak di Taman Indraloka, Jalan Mandor Hasan No. 45, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur. Di Griya Anti Narkoba ini, pengunjung bisa melihat-lihat berbagai macam jenis obat-obatan yang mengandung zat berbahaya serta melihat dampak pemakaiannya. Museum yang didukung pula oleh didukung oleh Asosiasi Purnawira Penegak Hukum Narkotika Indonesia (AP2HNI) serta Yayasan Wale Anti Narkoba Indonesia (YWANI), ini beroperasi mulai pukul 10.00-17.00 WIB setiap hari serta hari libur nasional. Untuk masuk, tidak dipungut biaya.[19] KontroversiDengan keterlibatannya dalam kampanye pemenangan Pemilihan Presiden 2014 di pihak Jokowi dan Jusuf Kalla, serta dalam tim transisi, sebagian relawan pendukung Jokowi menyatakan kecewa karena masa lalu Hendropriyono.[20] Ia sering dikaitkan dengan kasus Talangsari dengan dugaan penembakan membabi buta yang dilakukan anak buahnya. Namun ternyata gerombolan Talangsari yang semuanya berasal dari Pulau Jawa tersebut yang mendahului membunuh Komandan Koramil Kapten Sutiman, ketika ia sedang membujuk mereka untuk meninggalkan pemukiman liar di atas tanah masyarakat yang mereka duduki dan mengganggu warga desa dengan menegakan aturan-aturan gerombolan mereka sendiri. Pembunuhan terhadap Danramil berlanjut dengan pembunuhan Kepala Pos Polisi Pelda Sudargo dan Kepala Kampung Sidorejo yang bernama Santoso Arifin. Dalam pemberontakan mereka juga melakukan pembunuhan terhadap seorang tentara bernama Budi Waluyo, hampir bersamaan waktunya dengan pelemparan bom molotov terhadap kantor surat kabar Lampung Post di Kota Bandar Lampung. Peristiwa talangsari telah diselesaikan melalui Islah yaitu perdamaian abadi secara Agama Islam, dan pada tahun 1998 mereka ditempatkan masing-masing di berbagai daerah lain sebagai Transmigran, untuk itu mereka telah memperoleh dua setengah hektar tanah guna bercocok tanam dan dihuni, beberapa diantaranya memilih mendapatkan rurmah untuk kembali ke Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Timur juga telah mengeluarkan surat keputusan Nomor : 170/3/2/XII/SK/DPRD-LTM/2000 tentang Peristiwa Talangsari Way Jepara Kabupaten Lampung Timur yang mana dalam keputusan tersebut salah satunya menyatakan semua persoalan telah selesai. Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Abdullah Mahmud Hendropriyono.
|