Hati, liver, atau hepar, adalah organ utama yang hanya ditemukan pada vertebrata yang melakukan banyak fungsi biologis detoksifikasi organisme, dan sintesis protein serta biokimia yang diperlukan untuk pencernaan dan pertumbuhan[2] Hati terletak dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Hati juga termasuk sebagai alat ekskresi karena membantu fungsi ginjal dengan memecah beberapa senyawa bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Proses pemecahan senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi.
Lobus hati terbentuk dari sel parenkimal dan juga sel non-parenkimal.[3] Sel parenkimal pada hati disebut hepatosit, menempati sekitar 80% volume hati dan melakukan berbagai fungsi utama hati. Sebanyak 40% sel hati terdapat pada lobus sinusoidal. Hepatosit merupakan sel endodermal yang terstimulasi oleh jaringan mesenkimal secara terus-menerus pada saat embrio hingga berkembang menjadi sel parenkimal.[4] Selama masa tersebut, terjadi peningkatan transkripsimRNAalbumin sebagai stimulan proliferasi dan diferensiasi sel endodermal menjadi hepatosit.[5]
Lumen lobus terbentuk dari SEC dan ditempati oleh 3 jenis sel lain, seperti sel Kupffer, sel Ito, limfosit intrahepatik seperti sel pit. Sel non-parenkimal menempati sekitar 6,5% volume hati dan memproduksi berbagai substansi yang mengendalikan banyak fungsi hepatosit.
Sel Ito berada pada jaringan perisinusoidal, merupakan sel dengan banyak vesikellemak di dalam sitoplasma yang mengikat SEC sangat kuat hingga memberikan lapisan ganda pada lumen lobus sinusoidal. Saat hati berada pada kondisi normal, sel Ito menyimpan vitamin A guna mengendalikan kelenturan matriks ekstraselular yang dibentuk dengan SEC, yang juga merupakan kelenturan dari lumen sinusoid.
Selain hepatosit dan sel non-parenkimal, pada hati masih terdapat jenis sel lain yaitu sel intra-hepatik yang sering disebut sel oval,[6] dan hepatosit duktular.[7] Regenerasi hati setelah hepatektomi parsial, umumnya tidak melibatkan sel progenitor intra-hepatik dan sel punca ekstra-hepatik (hemopoietik), dan bergantung hanya kepada proliferasi hepatosit. Namun dalam kondisi saat proliferasi hepatosit terhambat atau tertunda, sel oval yang berada di area periportal akan mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi hepatosit dewasa.[6][8] Sel oval merupakan bentuk diferensiasi dari sel progenitor yang berada pada area portal dan periportal, atau kanal Hering,[9] dan hanya ditemukan saat hati mengalami cedera.[10] Proliferasi yang terjadi pada sel oval akan membentuk saluran ekskresi yang menghubungkan area parenkima tempat terjadinya kerusakan hati dengan saluran empedu. Epimorfin, sebuah morfogen yang banyak ditemukan berperan pada banyak organ epitelial, tampaknya juga berperan pada pembentukan saluran empedu oleh sel punca hepatik.[11] Setelah itu sel oval akan terdiferensiasi menjadi hepatosit duktular. Hepatosit duktular dianggap merupakan sel transisi yang terkait antara lain dengan:[12]
Pada saat hati cedera, sel darah putih akan distimulasi untuk bermigrasi menuju hati dan bersama dengan sel Kupffer mensekresisitokina yang membuat modulasi perilaku sel Ito.[18]Sel TH1 memproduksi sitokina yang meningkatkan respon kekebalan seluler seperti IFN-gamma, TNF, dan IL-2. Sel TH2 sebaliknnya akan memproduksi sitokina yang meningkatkan respon kekebalan humoral seperti IL-4, IL-5, IL-6, IL-13 dan meningkatkan respon fibrosis. Sitokina yang disekresi oleh sel TH1 akan menghambat diferensiasi sel T menjadi sel TH2, sebaliknya sitokina sekresi TH2 akan menghambat proliferasi sel TH1. Oleh sebab itu respon kekebalan sering dikatakan terpolarisasi ke respon kekebalan seluler atau humoral, namun belum pernah keduanya.
Fungsi hati
Berbagai jenis tugas yang dijalankan oleh hati, dilakukan oleh hepatosit. Hingga saat ini belum ditemukan organ lain atau organ buatan atau peralatan yang mampu menggantikan semua fungsi hati. Beberapa fungsi hati dapat digantikan dengan proses dialisis hati, namun teknologi ini masih terus dikembangkan untuk perawatan penderita gagal hati.
empedu yang mencapai ½ liter setiap hari. Empedu merupakan cairan kehijauan dan terasa pahit, berasal dari hemoglobinsel darah merah yang telah tua, yang kemudian disimpan di dalam kantong empedu atau diekskresi ke duodenum. Empedu mengandung kolesterol, garammineral, garam empedu, pigmen bilirubin, dan biliverdin. Sekresi empedu berguna untuk mencerna lemak, mengaktifkan lipase, membantu daya absorpsi lemak di usus, dan mengubah zat yang tidak larut dalam air menjadi zat yang larut dalam air. Apabila saluran empedu di hati tersumbat, empedu masuk ke peredaran darah sehingga kulit penderita menjadi kekuningan. Orang yang demikian dikatakan menderita penyakit kuning.
insulin-like growth factor 1 (IGF-1), sebuah protein polipeptida yang berperan penting dalam pertumbuhan tubuh dalam masa kanak-kanak dan tetap memiliki efek anabolik pada orang dewasa.
enzimarginase yang mengubah arginina menjadi ornitina dan urea. Ornitina yang terbentuk dapat mengikat NH³ dan CO² yang bersifat racun.
Pada triwulan awal pertumbuhan janin, hati merupakan organ utama sintesis sel darah merah, hingga mencapai sekitar sumsum tulang belakang mampu mengambil alih tugas ini.
angiotensinogen, sebuah hormon yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah ketika diaktivasi oleh renin, sebuah enzim yang disekresi oleh ginjal saat ditengarai kurangnya tekanan darah oleh juxtaglomerular apparatus.
Glikogenolisis, lintasan katabolismeglikogen menjadi glukosa untuk kemudian dilepaskan ke darah sebagai respon meningkatnya kebutuhan energi oleh tubuh. Hormon glukagon merupakan stimulator utama kedua lintasan glikogenolisis dan glukoneogenesis menghindarikan tubuh dari simtomahipoglisemia. Pada model tikus, defisiensi glukagon akan menghambat kedua lintasan ini, namun meningkatkan toleransi glukosa.[20] Lintasan ini, bersama dengan lintasan glukoneogenesis pada saluran pencernaan dikendalikan oleh kelenjarhipotalamus.[21]
Hepatosit, adalah sel yang sangat unik. Potensi hepatosit untuk melakukan proliferasi, muncul pada saat-saat terjadi kehilangan massa sel,[23] yang disebut fase prima atau fase kompetensi replikatif[24] yang umumnya dipicu oleh sel Kupffer melalui sekresi sitokinaIL-6 dan TNF-α. Pada fase ini, hepatosit memasuki siklus sel dari fase G0 ke fase G1.
Proliferasi hepatosit diinduksi oleh stimulasi sitokina HGF dan TGF-α, dan EGF[25] dengan dua lintasan. HGF, TGF-α, dan EGF merupakan faktor pertumbuhan yang berasal dari substratserina dan proteinlogam[26] yang menginduksi sintesisDNA.[24] Lintasan pertama adalah lintasan IL-6/STAT-3 yang berperan dalam siklus sel melalui siklin D1/p21 dan perlindungan sel dengan peningkatan rasio FLIP, Bcl-2, Bcl-xL, Ref1, dan MnSOD. Lintasan kedua adalah lintasan PI3-K/PDK-1/Akt yang mengendalikan ukuran sel melalui molekulmTOR, selain sebagai zat anti-apoptosis dan antioksidan.
Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi telah diketahui semenjak zaman Yunani kuno dari cerita mitos tentang seorang titan yang bernama Prometheus.[34] Kemampuan ini dapat sirna, hingga hepatosit tidak dapat masuk ke dalam siklus sel, walaupun kehilangan sebagian massanya, apabila terjadi fibrosis hati. Lintasan fibrosis yang tidak segera mendapat perawatan, lambat laun akan berkembang menjadi sirosis hati[35] dan mengharuskan penderitanya untuk menjalani transplantasi hati atau hepatektomi demi kelangsungan hidupnya.
Regenerasi hati setelah hepatektomi parsial merupakan proses yang sangat rumit di bawah pengaruh perubahan hemodinamika, modulasisitokina, hormon faktor pertumbuhan dan aktivasi faktor transkripsi, yang mengarah pada proses mitosis. Hormon PRL yang disekresi oleh kelenjarhipofisis menginduksi respon hepatotrofik sebagai mitogen yang berperan dalam proses proliferasi dan diferensiasi.[36] PRL memberi pengaruh kepada peningkatan aktivitas faktor transkripsi yang berperan dalam proliferasi sel, seperti AP-1, c-Jun dan STAT-3; dan diferensiasi dan terpeliharanya metabolisme, seperti C/EBP-alfa, HNF-1, HNF-4 dan HNF-3. c-Jun merupakan salah satu protein penyusun AP-1.[37] Induksi NF-κB pada fase ini diperlukan untuk mencegah apoptosis dan memicu derap siklus sel yang wajar.[38] Pada masa ini, peran retinil asetat menjadi sangat vital, karena fungsinya yang menambah massaDNA dan protein yang dikandungnya.[39]
Penyakit pada hati
Hati merupakan organ yang menopang kelangsungan hidup hampir seluruh organ lain di dalam tubuh. Oleh karena lokasi yang sangat strategis dan fungsi multi-dimensional, hati menjadi sangat rentan terhadap datangnya berbagai penyakit. Hati akan merespons berbagai penyakit tersebut dengan meradang, yang disebut hepatitis
Fibrosis hati memerlukan penangan sedini mungkin, seperti pada model tikus, stimulasi proliferasi hepatosit akan meluruhkan fokus infeksi virus hepatitis B,[48] sebelum berkembang menjadi sirosis hati atau karsinoma hepatoselular. Setelah terjadi kanker hati, senyawasiklosporina yang memiliki potensi untuk memicu proliferasi hepatosit, justru akan mempercepat perkembangan sel kanker,[49] oleh karena sel kanker mengalami hiperplasia hepatik, yaitu proliferasi yang tidak disertai aktivasi faktor transkripsi genetik. Hal ini dapat diinduksi dengan stimulasi timbal nitrat (LN, 100 mikromol/kg), siproteron asetat (CPA, 60 mg/kg), dan nafenopin (NAF, 200 mg/kg).[50]
Hepatitis juga dapat dimulai dengan defisiensi mitokondria di dalam hepatosit, yang disebut steatohepatitis. Disfungsi mitokondria akan berdampak pada homeostasis senyawa lipid dan peningkatan rasio spesi oksigen reaktif yang menginduksi TNF-α.[51] Hal ini akan berlanjut pada pengendapan lemak, stres oksidatif dan peroksidasi lipid,[52] serta membuat mitokondria menjadi rentan terhadap kematian oleh nekrosis akibat rendahnya rasio ATP dalam matrik mitokondria, atau oleh apoptosis melalui pembentukan apoptosom dan peningkatan permeabilitas membran mitokondria dengan mekanisme Fas/TNF-α. Permintaan energi yang tinggi pada kondisi ini menyebabkan mitokondria tidak dapat memulihkan cadangan ATP hingga dapat memicu sirosis hati,[52] sedangkan peroksidasi lipid akan menyebabkan kerusakan pada DNA mitokondria dan membran mitokondria sisi dalam yang disebut sardiolipin, dengan peningkatan laju oksidasi-beta asam lemak, akan terjadi akumulasi elektron pada respiratory chain kompleks I dan III yang menurunkan kadar antioksidan.[51]
Sel hepatosit apoptotik akan dicerna oleh sel Ito menjadi fibrinogen dengan reaksi fibrogenesis setelah diaktivasi oleh produk dari peroksidasi lipid dan rasio leptin yang tinggi. Apoptosis kronis kemudian dikompensasi dengan peningkatan laju proliferasi hepatosit, disertai DNA yang rusak oleh disfungsi mitokondria, dan menyebabkan mutasi genetik dan kanker.
Konsumsi kopi secara teratur dapat menurunkan rasio enzim ALT serta aktivitas enzimatik pada lintasan metabolisme hati,[70] yang sering disebabkan oleh[71] infeksi viral, induksi obat-obatan, keracunan, kondisi iskemik, steatosis (akibat alkohol, diabetes, obesitas), penyakit otoimun,[72] dan resistansi insulin, sindrom metabolisme,[73] dan kelebihan zat besi.[74] Selain ALT, kopi juga menurunkan enzim hati yang lain, yaitu gamma-GT dan alkalina fosfatase.[75] dan memberikan efek antioksidan dan detoksifikasi fase II oleh karena senyawa diterpena, kafestol dan kahweol,[76] sehingga mencegah terjadinya proses karsinogenesis.[77][78] Proses tersebut disertai dengan gamma-GT sebagai indikator utama.[79]
Pengaruh kegemukan, trigeliserida tinggi dan diabetes
Kegemukan, trigliserida tinggi (hipertrigliseridemia) dan diabetes dapat menyebabkan pelemakan hati dan kalau dibiarkan akan menjadi sirosis hati. 10-15 orang dari 100 orang dengan pelemakan hati dapat menderita sirosis, sedangkan 30 orang dari 100 orang dengan peradangan hati kronis akibat virus (biasanya Hepatitis B) dapat menderita sirosis. Pelemakan hati dapat diperiksa di laboratorium klinik menggunakan tes bio kimia atau secara visual menggunakan USG.[80]
Transplantasi hati
Teknologi transplantasi hati merupakan hasil yang dikembangkan dari penelitian pada beberapa bidang studi kedokteran. Pada tahun 1953, Billingham, Brent, dan Medawar menemukan bahwa toleransi kimerisme[81] dapat diinduksi oleh infussel hematolimfopoietik donor pada model tikus.[82]
Pada tahun 1958 studi canine mengembangkan suatu teori mengenai molekul hepatotrofik pada portal pembuluh balik pada hati dan menemukan hormoninsulin sebagai faktor hepatotrofik utama dari beberapa faktor lain yang ada.[83] Pada saat yang hampir bersamaan teori mengenai transplantasi multiviseral dan hati juga berkembang dari studi imunosupresi yang mempelajari algoritme empiris dari pengenalan pola dan respon terapis. Pada awal 1960, dibuktikan bahwa canine dan allograft manusia memiliki toleransi kimersime yang dapat terinduksi otomatis dengan bantuan imunosupresi, hingga pada akhir 1962 disimpulkan dengan keliru, bahwa transplantasi melibatkan dua sistem kekebalan yang berbeda. Konsekuensi kesimpulan tersebut menjadi dogma bahwa tolerogenisitas hati, pada dasarnya, berbeda, tidak hanya dengan sumsum tulang belakang, tetapi dengan seluruh organ tubuh yang lain.[82] Kekeliruan ini tidak terkoreksi dengan baik hingga tahun 1990.[81]
Transplantasi hati yang pertama dilakukan di Denver pada tahun 1963,[84] keberhasilan pertama tercatat pada tahun 1967 dengan azatioprina, prednison dan globulin anti-limfoid, oleh Thomas E. Starzl dari Amerika Serikat, disusul oleh keberhasilan transplantasi sumsum tulang belakang manusia pada tahun 1968.[81] Rentang waktu antara 1967 hingga 1979 mencatat 84 kali transplantasi hati pada anak dengan 30% daya tahan hidup hingga 2 tahun.[84]
Perkembangan studi imunosupresi kemudian memberikan perbaikan dan harapan hidup lebih panjang bagi pasien, antara lain dengan pergantian azatioprina dengan siklosporina pada tahun 1979, lalu tergantikan dengan takrolimus pada tahun 1989.[83]
Pada tahun 1992, dikembangkan teori mikrokimerisme leukosit donor[85] dengan cakupan donor dari silsilah berlainan, yang memberikan harapan hidup yang sangat panjang bagi penerima donor organ, setelah diketahui hubungan antara aspek imunologis dari transplantasi, infeksi, toleransi oleh sumsum tulang belakang, neoplasma dan kelainan otoimun, yang disebut sebagai mekanisme seminal. Respon kekebalan dan toleransi kekebalan antara organ donor dan tubuh ditemukan merupakan fungsi dari migrasi dan lokalisasi leukosit.[82] Salah satu temuan adalah aktivasi sistem kekebalan turunan oleh sel NK dan interferon-γ segera setelah transplantasi selesai dilakukan.[86] Pada model tikus, sel hepatosit donor ditemukan bersifat sangat antigenik sehingga memicu respon penolakan, yang dapat dilakukan secara mandiri atau bersama-sama antara sel T CD4 dan sel T CD8.[87]
Untuk itu diperlukan terapi imunosupresif yang intensif sebelum transplantasi dilakukan, yang disebut preparative regimen atau conditioning untuk mencegah penolakan organ donor oleh sistem kekebalan inang.[88] Terapi imunosupresif tersebut ditujukan untuk menekan sel T dan sel NK inang guna memberikan ruang di dalam sumsum tulang belakang untuk transplantasi sel punca hematopoietik dari organ donor melalui terapi mielosupresif, untuk keseimbangan repopulasi sel donor dengan sel hasil diferensiasi dari sel punca inang.
Dewasa ini, transplantasi hati dilakukan hanya pada saat hati telah memasuki jenjang akhir suatu penyakit, atau telah terjadi disfungsi akut yang disebut fulminant hepatic failure. Kasus transplantasi hati pada manusia umumnya disebabkan oleh sirosis hati akibat dari hepatitis C kronis, ketergantungan alkohol, hepatitis otoimun dll.
Teknik umum yang digunakan adalah transplantasi ortotopik, yaitu penempatan organ donor pada posisi anatomik yang sama dengan posisi awal organ sebelumnya. Transplantasi hati berpotensi dapat diterapkan, hanya jika penerima organ donor tidak memiliki kondisi lain yang memberatkan, seperti kankermetastatis di luar organ hati, ketergantungan pada obat-obatan atau alkohol. Beberapa ahli berpedoman pada kriteria Milan untuk seleksi pasien transplantasi hati.
Organ donor, disebut allograft, biasanya berasal dari manusia lain yang baru saja meninggal dunia akibat cedera otak traumatik (kadaverik). Teknik transplantasi lain menggunakan organ manusia yang masih hidup, operasi hepatektomi mengangkat 20% hati pada segmen Coinaud 2 dan 3 dari orang dewasa untuk didonorkan kepada seorang anak, pada tahun 1989.
^(Inggris)"Ductular hepatocytes". Medical College of Virginia, Virginia Commonwealth University; Sirica AE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-08-01.
^(Inggris)"Stem cells, cell transplantation and liver repopulation". Marion Bessin Liver Research Center, Division of Hepatology, Department of Medicine, Albert Einstein College of Medicine of Yeshiva University; Oertel M, Shafritz DA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-13. Diakses tanggal 2010-08-01.
^(Inggris)"Hepatic stem cells: a review". Department of Anatomical Pathology, University of Cape Town; Vessey CJ, de la Hall PM. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-08-01.
^(Inggris)"Ductular hepatocytes". Medical College of Virginia, Virginia Commonwealth University; Sirica AE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-08-01.
^(Inggris)"Bone marrow as a potential source of hepatic oval cells". Department of Pathology, School of Medicine, University of Pittsburgh; Petersen BE, Bowen WC, Patrene KD, Mars WM, Sullivan AK, Murase N, Boggs SS, Greenberger JS, Goff JP. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-15. Diakses tanggal 2010-08-01.
^ ab(Inggris)"Liver regeneration". Department of Pathology, University of Washington School of Medicine; Fausto N. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-05. Diakses tanggal 2010-07-30.
^(Inggris)"A molecular view of liver regeneration". Department of Pathology, FMRP, USP, Brazil.; Tarlá MR, Ramalho FS, Ramalho LN, Silva Tde C, Brandão DF, Ferreira J, Silva Ode C, Zucoloto S. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-17. Diakses tanggal 2010-07-30.
^(Inggris)"The myth of Prometheus and the liver". Department of Pathology, East Orange Veterans Affairs Medical Center; T S Chen dan P S Chen. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-11-11. Diakses tanggal 2010-08-01.
^(Inggris)"Reversal of liver fibrosis". Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology at King Fahad Hospital of the University; Ismail MH, Pinzani M. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-27. Diakses tanggal 2010-08-01.
^(Inggris)"Prolactin's role in the early stages of liver regeneration in rats". Departamento de Biología Molecular, Facultad de Ciencias C-V, Universidad Autónoma de Madrid; Olazabal IM, Muñoz JA, Rodríguez-Navas C, Alvarez L, Delgado-Baeza E, García-Ruiz JP. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-02-17. Diakses tanggal 2010-08-04.
^(Inggris)"Effect of Depletion of Vitamin A, followed by Supplementation with Retinyl Acetate or Retinoic Acid, on Regeneration of Rat Liver"(PDF). Department of Biochemistry, Indian Institute of Science; M. JAYARAM, K. SARADA dan J. GANGULY. Diarsipkan(PDF) dari versi asli tanggal 2021-11-04. Diakses tanggal 2010-12-08. Although the rates of increase in the DNA and protein contents reflected the rates of regeneration in all the groups, the RNA values followed a rather different pattern, in that they showed a striking increase immediately after supplementation with retinyl acetate (after the surgery),
^(Inggris)"Biochemical markers of hepatic fibrosis". Department of Clinical Biochemistry, University of Padova; Plebani M, Burlina A. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2010-08-02.
^ ab(Inggris)"Mitochondrial injury in steatohepatitis". Institut National de la Santé et de la Recherche Médicale (INSERM) Unité 481, Faculté de Médecine Xavier Bichat; Pessayre D, Fromenty B, Mansouri A. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-07-17. Diakses tanggal 2010-08-05.
^ ab(Inggris)"Mitochondrial involvement in non-alcoholic steatohepatitis". Department of Medical and Occupational Sciences, University of Foggia; Serviddio G, Sastre J, Bellanti F, Viña J, Vendemiale G, Altomare E. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-22. Diakses tanggal 2010-08-05.
^(Inggris)"Hepatitis C Virus and Alcohol". Warren Alpert Medical School of Brown University; Larry Siu, Julie Foont, dan Jack R. Wands. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-28. Diakses tanggal 2010-10-09.
^(Inggris)"CYP2E1 and Oxidative Liver Injury by Alcohol". Department of Pharmacology and Systems Therapeutics, Mount Sinai School of Medicine; Yongke Lu dan Arthur I. Cederbaum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-17. Diakses tanggal 2010-10-13.
^(Inggris)"Ethanol prevents development of destructive arthritis". Department of Rheumatology and Inflammation Research, Center for Bone Research at the Sahlgrenska Academy, Göteborg University, Section for Medical Inflammation Research, Lund University; Ing-Marie Jonsson, Margareta Verdrengh, Mikael Brisslert, Sofia Lindblad, Maria Bokarewa, Ulrika Islander, Hans Carlsten, Claes Ohlsson, Kutty Selva Nandakumar, Rikard Holmdahl, dan Andrej Tarkowski. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-27. Diakses tanggal 2010-10-11.
^ ab(Inggris)"Coffee, diabetes, and weight control". Department of Health and Nutrition Sciences, Brooklyn College, City University of New York; Greenberg JA, Boozer CN, Geliebter A. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-07-06. Diakses tanggal 2010-10-12.
^(Inggris)"Coffee consumption and risk for type 2 diabetes mellitus". Harvard School of Public Health, Channing Laboratory, Harvard Medical School, and Brigham and Women's Hospital; Salazar-Martinez E, Willett WC, Ascherio A, Manson JE, Leitzmann MF, Stampfer MJ, Hu FB. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-09-12. Diakses tanggal 2010-10-12.
^(Inggris)"[Increase of aminotransferases]". Clinique médicale, CHU de Rouen; Trivalle C, Chassagne P, Doucet J, Perol MB, Landrin I, Manchon ND, Bourreille J, Bercoff E. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-03. Diakses tanggal 2010-10-13.
^(Inggris)"[Interpretation of hypertransaminasemia]". Service de médecine interne Hôpital Principal d'Instruction de Tunis; Othmani S, Bahri M, Bahri M. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-14. Diakses tanggal 2010-10-13.
^ abc(Inggris)"History of clinical transplantation". Thomas E. Starzl Transplantation Institute, University of Pittsburgh Medical Center,; Starzl TE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-08. Diakses tanggal 2010-08-04.
^ abc(Inggris)"The mystique of hepatic tolerogenicity". Transplantation Institute, Departments of Surgery, Pathology, and Pediatrics, University of Pittsburgh Medical Center; Starzl TE, Murase N, Demetris A, Trucco M, Fung J. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-07. Diakses tanggal 2010-08-04.
^ ab(Inggris)"History of clinical transplantation". Thomas E. Starzl Transplantation Institute, University of Pittsburgh; Starzl TE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-10-07. Diakses tanggal 2010-08-04.
^(Inggris) Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003). Holland-Frei Cancer medicine. Dana-Farber Cancer Institute, Harvard Medical School Boston, Department of Surgical Oncology, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Department of Radiation and Cellular Oncology, University of Chicago Hospital, Chicago Tumor Institute, University of Chicago Chicago, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Houston, American Cancer Society, Derald H Ruttenberg Cancer Center, Mount Sinai School of Medicine New York (edisi ke-6). Hamilton on BC Decker Inc.,. hlm. Engraftment of Allogeneic Hematopoietic Transplants. ISBN1-55009-213-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-17. Diakses tanggal 2010-08-09.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)