Share to:

 

Lambang Daerah Istimewa Yogyakarta

Lambang Daerah Istimewa Yogyakarta
Detail
Digunakan sejak1969
MustakaBintang segi lima Emas.
PerisaiMerah, tugu Golong-Gilig Putih berhias Emas berpuncak bunga melati Putih dengan ompak bertatakan teratai di bawahnya, bersayap kembar Emas 9 bulu besar dan 8 kecil, dan dikelilingi legenda dalam aksara Jawa ꦫꦱꦱꦸꦏꦔꦺꦱ꧀ꦛꦶꦥꦿꦗ꧈ rasa suka ngèsthi praja, di kiri dan ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠꦠꦿꦸꦱ꧀‌ꦩꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶ Yogyakarta trus mandhiri di kanan.
PenopangKapas 8 daun dan 17 kuntum di kiri, dan padi 45 butir di kanan.
MottoYogyakarta teks hitam di atas pita putih
Prangko Lambang Daerah Istimewa Yogyakarta

Lambang Daerah Istimewa Yogyakarta atau sering disebut golong-gilig adalah lambang berbentuk bulat (golong) dan silinder (gilig) yang terdiri dari lukisan bintang, padi dan kapas, tugu bersayap, lingkaran merah yang dikelilingi tulisan dalam bahasa Jawa “Rasa suka ngèsthi praja Yogyakarta trus mandhiri” menggunakan aksara Jawa dan dikelilingi lingkaran putih, dan ompak bertatakan teratai.

Tulisan Jawa adalah sengkalan yang bermakna tahun 1876 Kalender Jawa dan 1945 Masehi. Bila dua sengkalan digabungkan, maknanya menjadi "Dengan rasa gembira membangun Daerah Istimewa Yogyakarta yang baik dan selamat terus berdiri tegak (mandiri)." Lambang ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 1969.[catatan 1][1]

Makna

Gambar bintang pada lambang ini memiliki makna Ketuhanan Yang Maha Esa. Padi dan kapas sebagai simbol kesejahteraan. Tugu bersayap sebagai simbol perikemanusiaan, sayap bagian dalam berjumlah 9 tertuju pada Hamengkubuwono IX dan bagian luar berjumlah 8 tertuju pada Paku Alam VIII memiliki makna kepemimpinan. Lingkaran merah putih untuk simbol kebangsaan. Umpak dengan lapik tatakan bunga teratai sebagai simbol kerakyatan.[2]

Semboyan

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki semboyan yaitu "Hamemayu Hayuning Bawana" yang diartikan dalam bahasa Indonesia adalah "Memperindah Keindahan Dunia".

Catatan kaki

  1. ^ Perda 3/1969 menyebut tahun Jawa dari lambang ini sebagai 1786, tetapi konversi kalender Jawa ke Masehi menghasilkan 1876, bukan 1786.

Referensi

  1. ^ "Perda DIY No. 3 Tahun 1969" (PDF). 1969. Diakses tanggal 2021-06-19. 
  2. ^ Arief Mudzakir, BA & Sulistiono, S.S, ed. (2003) [2003]. "35". Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL) (dalam bahasa Bahasa Indonesia) (edisi ke-1). Semarang: Aneka Ilmu. hlm. viii + 296. ISBN 979-9029-84-8. 

Pranala luar


Kembali kehalaman sebelumnya