Museum Daerah Kabupaten Maros
Museum Daerah Kabupaten Maros (Lontara Indonesia: ᨆᨘᨔᨙᨕᨘ ᨉᨕᨙᨑ ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨆᨑᨚ , transliterasi: Museum Daerah Kabupaten Maros ; Lontara Bugis: ᨆᨘᨔᨙᨕᨘ ᨉᨕᨙᨑ ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨆᨑᨘ , transliterasi: Muséung Daéra Kabupaténg Maru' ; Lontara Makassar : ᨆᨘᨔᨙᨕᨘ ᨉᨕᨙᨑ ᨀᨅᨘᨄᨈᨙ ᨆᨑᨘᨔᨘ , transliterasi: Muséung Daéra Kabupaténg Marusu' ) adalah sebuah museum eks bangunan masa kolonial Hindia Belanda yang terletak di Jalan Ahmad Yani No. 01, Kelurahan Turikale, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.[2] Lebih tepatnya museum ini berhadapan dengan markas Polres Maros.[2] Museum ini telah menjadi salah satu wahana memperkenalkan sejarah dan peninggalan budaya di Kabupaten Maros. Museum ini merupakan museum khusus yang dibangun dengan tujuan sebagai wadah untuk peningkatan pengetahuan dan kualitas pendidikan dengan penyebaran pengetahuan, aktivitas pembelajaran, dan rekreasi. Museum Daerah Kabupaten Maros saat ini masih dalam tahap renovasi dan pengumpulan koleksi. Koleksinya yang dikelola pun bervariasi seperti koleksi arkeologi, keramologi, etnografi, teknologi, transportasi, dan peralatan rumah tangga masyarakat tradisional. Bahkan bangunan dari Museum Daerah Kabupaten Maros pun merupakan koleksi museum yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Bupati Maros. Pada Januari 2016, melalui SK Bupati Maros museum ini mulai dibentuk sebagai Museum Daerah Kabupaten Maros yang berada di pusat perkotaan Kabupaten Maros. Museum ini terletak di pusat Kota Turikale dan dekat dari perlintasan Jalan Raya Trans Sulawesi, sehingga memudahkan pengunjung dari luar daerah. Museum dibuka setiap hari, kecuali pada hari libur nasional. Museum Daerah Kabupaten Maros berada di bawah kepemilikan Pemerintah Kabupaten Maros serta dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maros.[3] Pada 19 Maret 2019, museum ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya tingkat kabupaten melalui SK Bupati Maros No. SK:1224/kpts/430/III/2018.[1] SejarahBangunan Museum Daerah Kabupaten Maros ini awalnya merupakan Rumah Jabatan Asisten Residen pada masa pendudukan kolonial Hindia Belanda di wilayah Maros. Bangunan ini memiliki luas 1.370 m² terdiri dari halaman, teras, dan 8 ruangan.[1] Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, mereka mendirikan Hulp Besteur Asseisten atau Rumah Dinas Pemerintahan dengan gaya Landhuis. Pada masa Kemerdekaan RI, bangunan ini dijadikan sebagai rumah dinas Bupati Maros. Rumah dinas ini sudah berapa kali mengalami pemugaran dan penggantian fungsi namun beberapa komponen bangunan model Belanda masih tetap terpasang, seperti model bangunan, tembok, jendela dan pintu.[1] Jadwal kunjunganMuseum ini dibuka untuk umum, setiap hari dari pukul 08.00 hingga 16.00 UTC+8 dan hari besar nasional, museum ini ditutup untuk umum. Untuk masuk ke Museum ini gratis tidak dipungut biaya bahkan kita kan diberikan Brosur dan Katolog Museum. [4] Koleksi museumMuseum Daerah Kabupaten Maros memiliki koleksi foto dan benda-benda yang berhubungan dengan sejarah, kebudayaan, dan arkeologi di wilayah Kabupaten Maros. Koleksi museum berupa artefak 44 buah, peralatan rumah tangga 23 buah, peralatan pertanian 39 buah, perlengkapan adat 14 buah, dan transportasi 2 buah.[2] Temuan fosil rangka manusia purba di Leang Jarie dan Leang Petta kere[5]Rangka manusia dari situs Leang Jarie ditemukan ketika Tim Balai Arkeologi Makassar melakukan ekskavasi sistematis pada tahun 2018. Rangka manusia tersebut ditemukan pada lapisan budaya paling atas atau lapisan budaya paling muda dari beberapa lapisan budaya di bawahnya. Situs Leang Jarie terletak di bagian tenggara kawasan karts Maros-Pangkep, tepatnya di Dusun Tadeang, Kelurahan Samanggi, Kecamatan Simbang, dengan titik astronomis pada 05° 2' 07.7" LS dan 119° 44' 33.1 BT dan ketinggian 50 meter di atas permukaan laut. Leang Jarie adalah salah satu situs terpenting di Pulau Sulawesi karena memiiki kedalaman lapisan budaya sejak 39.400 hingga 2.750 tahun lalu. Sebonggol arang pada lapisan pertama, tepatnya di bagian kaki rangka manusia kemudian diasumsikan oleh para peneliti Balai Arkeologi Makassar seumur dengan rangka manusia tersebut. Pengujian Carbon 14 di Laboratorium Waikato, New Zealand terhadap arang tersebut menghasilkan umur antara 2.850-2.750 tahun lalu. Temuan rangka ini sangat penting untuk rekonstruksi budaya prasejarah Sulawesi, terutama Jaman Neolitik.[6] PajjekoMerupakan alat bantu untuk menggemburkan tanah dengan bantuan tenaga hewan Bendi tempo duluBendi yang merupakan alat angkutan umum telah ada sejak zaman kolonial hingga saat ini. Tentunya dengan berbagai perubahan atau modifikasi sesuai dengan kebutuhan manusia. Saat ini bendi dilengkap dengan berbagai hiasan atau aksesoris serta cat, jambul, sarung bantal dengan warna terang. Kegunaannya pun bukan sebagai alat angkut keperluan sehari-hari namun sebagai sarana transportasi sebagai sarana untuk dalam berwisata Masyarakat senang menggunakan bendi sebagai sarana transportasi barang-barang mereka dikarenakan bendi dapat mengantar dan mengangkut barang-barang mereka bahkan dapat pada jalur-jalur yang tidak dapat dilalui oleh angkutan kota, mengantar sampai i di rumah mereka. Mereka berlangganan bendi dari rumah ke pasar pada hari pasar tiba. Berbeda dengan mobil yang hanya melewati jalur-jalur khusus (trayek) dan tidak dapat mengantar penumpang sampai di gang-gang sempit. Baju bodo tempo duluTiap pakaian adat memiliki keunikan masing-masing dan dikenakan pada acara tertentu. Bentuk dan coraknya pun berbeda, tergantung etnis, kelompok tertentu, dan wilayahnya masing-masing. Pakaian tersebut mencerminkan identitas dan kebanggaan tersendiri bagai pemakainya.[6] Corak khas pakaian Adat Bugis Makassar Sulawesi Selatan adalah ke timur-timuran yang dipadukan dengan corak khas lokal masyarakat setempat. Adapun pakaian adat Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut: 1. Pakaian adat laki-laki Sulawesi Selatan disebut dengan Tutu'. Pada bagian atas berupa jas hitam di bagian atas disebut dengan Jas Tutu. Jas dipadukan dengan celana atau paroci dan kain sarung atau lipa garusuk, serta tutup kepala, berupa songkok. Jas Tutu' berlengan panjang memiliki leher berkerah dan dipasangkan kancing yang terbuat dari emas atau perak. Sedangkan untuk kain lipa garusuk atau lipa sabbe pada umumnya menggunakan warna mencolok, dengan ciri khas merah dan hijau. Model pakaian ini merupakan kombinasi antara pakaian adat setempat dengan nuansa Islam. 2. Pakaian adat perempuan Sulawesi Selatan dinamakan Baju Bodo. Ciri khas Baju Bodo adalah berbentuk segi empat dan memiliki lengan pendek. Bahkan ada yang mengatakan bahwa baju bodo merupakan salah satu busana tertua di Indonesia, yaitu sehelai sarung yang cukup menutupi pinggang hingga kaki dan baju tipis yang lebih besar dari pemakai atau longgar dari kain. Kacaping (Kecapi)Kecapi merupakan salah satu alat musik petik dengan cara memainkan yang khas dan relatif sulit dimainkan dibandingkan alat musik lainnya. Kecapi digunakan untuk memperkaya suara-suara yang dihasilkan dalam musik-musik tradisional dengan memainkan beberapa senar. Selain berdiri sendiri sebagai musik yang indah, kecapi juga menjadi pengantar sebuah kisah yang diceritakan para pakacapi di sela-sela kegiatan semisal acara pengantin, syukuran, pesta panen dan kegiatan keluarga lainnya. Kisah yang diangkat bercerita tentang tokoh, wejangan keagamaan dan pendidikan pekerti. Alu & Lesungberfungsi untuk memisahkan kulit gabah menjadi beras. Peralatan rumah tangga tempo dulu[7]Peralatan Rumah Tangga merupakan salah satu jenis koleksi yang dipamerkan pada Museum Daerah Maros. Keberadaan alat rumah tangga menandakan bahwa manusia sudah pandai dalam membuat alat-alat untuk melengkapi kehidupan mereka. Tradisi ini berlangsung sejak manusia mengenal seni kerajinan yang diterapkan pada pembuatan peralatan rumah tangga. Bahan yang digunakan pun sangat sederhana yang dapat ditemukan dua jenis yaitu tanah liat, daun pandan, batu andesit, rotan bambu, dan tali Senjata tradisional Bugis–Makassar[7]Badik merupakan senjata tradisional Suku Bugis-Makassar. Selain itu, mereka percaya bahwa badik dapat mendatangkan kewibaan dan penolong dalam situasi yang sangat mendesak. Oleh karenanya, fungsinya bukan hanya sekedar senjata tajam, melainkan memiliki makna tersendiri bagi masyarakat. Badik secara umum terbagi atas tiga bagian, yaitu hulu (gagang), bilah (besi) dan warangka (sarung badik). Mata uang kuno[7]Koleksi mata uang pada Museum Daerah Kabupaten Maros yaitu berbentuk koin. Mata uang koin di masa lalu sangat digemari. setiap mata uang memiliki ciri tersendiri mengenai asal atau dimana mata uang tersebut digunakan. Pada masa kerajaan Gowa, uang logam yang digunakan dengan Jingara (terbuat dari emas) dan Kupa (campuran timah dan tembaga). pada masa kolonial, VOC melakukan penggantian seluruh mata uang asing yang beredar di Nusantara. VOC mengganti Real Spanyol dengan Real Belanda. Pada tahun 1726, pertama kalinya mencetak uang tembaga yaitu dengan nilai 1 Dolt untuk menggantikan Cassie Cina. VOC terus menerus mengganti dan mengembangkan mata uang yang beredar saat itu. Lukisan tertua di dunia yang sudah berumur 39.000 tahun[5]Bilah[5]KendiBenda peninggalan masa kolonial[7]Staf pengelola
Acara
Galeri foto koleksi museumLihat pula
Referensi
5°00′22″S 119°34′29″E / 5.006126°S 119.574692°E Pranala luar
|