Sejarah Polandia (1939–1945)
Sejarah Polandia dari tahun 1939–1945, terutama yang meliputi periode sejak invasi Polandia oleh Jerman Nazi dan Uni Soviet hingga berakhirnya Perang Dunia II. Setelah penandatanganan Pakta non-agresi Soviet-Jerman, Jerman Nazi menginvasi Polandia pada tanggal 1 September 1939, menyusul kemudian invasi Uni Soviet pada 17 September. Invasi ini berakhir awal Oktober 1939 dengan Jerman dan Uni Soviet membagi dan menganeksasi seluruh wilayah Polandia. Setelah serangan Blok poros terhadap Uni Soviet pada musim panas 1941, keseluruhan wilayah Polandia diduduki oleh Jerman yang melanjutkan kebijakan rasial dan genosidanya di seluruh wilayah Polandia. Di bawah kedua pendudukan tersebut, warga Polandia menderita kerugian materi dan jumlah korban jiwa yang sangat besar. Menurut perkiraan Komisi Penuntutan Kejahatan terhadap Polandia (bahasa Polandia: Instytut Pamięci Narodowej – Komisja Ścigania Zbrodni przeciwko Narodowi Polskiemu, Institute of National Remembrance atau IPN), sekitar 5,6 juta warga Polandia meninggal akibat pendudukan Jerman dan sekitar 150 ribu meninggal akibat pendudukan Soviet.[1] Orang-orang Yahudi dipisahkan oleh Jerman untuk dihabisi dan sekitar 90 persen orang Yahudi Polandia (hampir tiga juta orang) dibunuh, sebagai bagian dari Holokaus. Orang Yahudi, Polandia, orang Rom dan tahanan dari banyak etnis lainnya dibantai secara massal di kamp-kamp pemusnahan Nazi, seperti di Auschwitz, Treblinka dan Sobibór. Warga etnis Polandia menjadi sasaran persekusi Jerman Nazi dan Soviet. Jerman membunuh sekitar dua juta etnis Polandia, yang memiliki rencana masa depan untuk mengubah mayoritas warga Polandia yang tersisa, menjadi pekerja paksa dan menghabisi mereka yang dianggap "tidak diinginkan" sebagai bagian dari Generalplan Ost. Pembersihan etnis dan pembantaian warga Polandia pada tingkat yang lebih kecil oleh orang-orang Ukraina, dilakukan di wilayah barat Ukraina (Kresy) oleh kaum nasionalis Ukraina (bahasa Ukraina: Українська повстанська армія, Ukrayins'ka Povstans'ka Armiya, УПА atau UPA) sejak tahun 1943. Pada bulan September 1939, pejabat Pemerintah Polandia meminta perlindungan di Rumania, namun pengasingan mereka selanjutnya disana, mencegah berlanjutnya Pemerintah Polandia tersiar ke luar negeri. Mantan Perdana Menteri Polandia, Jenderal Władysław Sikorski, tiba di Prancis, di mana tak lama kemudian membentuk Pemerintahan Polandia dalam pengasingan. Setelah kejatuhan Prancis, Pemerintah dalam pengasingan diungsikan ke Britania Raya. Angkatan bersenjata Polandia telah dibentuk kembali dan melakukan pertempuran bersama dengan Sekutu blok Barat di Prancis dan Britania Raya serta di tempat lainnya. Tak lama setelah invasi, gerakan perlawanan di Polandia mulai dibentuk pada tahun 1939. Kesatuan militer terbesar Persatuan Perjuangan Bersenjata (bahasa Polandia: Związek Walki Zbrojnej atau ZWZ) sebagai bagian dari jaringan organisasi Negara Bawah Tanah Polandia yang kemudian dikenal dengan Tentara Dalam Negeri (bahasa Polandia: Armia Krajowa atau AK). Seluruh struktur rahasia diatur resmi oleh Pemerintah dalam pengasingan, melalui delegasi atau agen yang tinggal di Polandia (dikenal dengan sebutan Delegasi Pemerintah untuk Polandia (Delegatura Rządu Rzeczypospolitej Polskiej na Kraj). Terdapat juga organisasi-organisasi partisan petani (Bataliony Chłopskie), pasukan Sayap kanan, Sayap kiri (terdiri dari Tentara Rakyat, (Armia Ludowa), Yahudi dan organisasi Partisan Soviet). Operasi-operasi anti-Jerman yang gagal di antaranya adalah Pemberontakan Ghetto Warsawa dan pemberontakan Warsawa yang bertujuan untuk mencegah dominasi Uni Soviet atas Polandia. Setelah Operasi Barbarossa, perang penting Sekutu Barat dalam rangka bekerja sama dengan Uni Soviet, Władysław Sikorski bernegosiasi dengan Josef Stalin di Moskwa dan mereka sepakat untuk membentuk tentara Polandia di Uni Soviet, yang dimaksudkan untuk bertempur di Front Timur bersama pasukan Uni Soviet. Kemudian sebagai gantinya "Tentara Anders" dibawa ke Timur Tengah lalu ke Italia. Upaya lebih lanjut untuk melanjutkan kerja sama Polandia-Soviet telah gagal karena ketidaksepakatan mengenai perbatasan, pengungkapan pembantaian Katyn terhadap tawanan perang Polandia yang dilakukan oleh Soviet dan kematian Jenderal Sikorski. Setelah itu, dalam proses yang dipandang oleh banyak orang Polandia sebagai pengkhianatan pihak Barat, Pemerintah Polandia dalam pengasingan, secara bertahap mundur sebagai mitra yang diakui dalam koalisi Sekutu. Stalin menjalankan strategi yang memfasilitasi pembentukan pemerintah Polandia independen dari (dan bertentangan dengan) Pemerintah dalam pengasingan di London dengan memberdayakan kaum komunis Polandia. Organisasi-organisasi komunis Polandia yang didirikan selama perang di antaranya adalah Persatuan Patriot Polandia di Moskwa dan Partai Pekerja Polandia di Polandia (dalam pendudukan). Tentara Polandia yang baru dibentuk, didirikan di Uni Soviet untuk berperang bersama-sama dengan pasukan Uni Soviet. Pada saat yang bersamaan, Josef Stalin juga ingin bergabung dengan Sekutu Barat (Amerika Serikat dipimpin oleh Presiden Franklin D. Roosevelt dan Inggris dipimpin oleh Perdana Menteri Winston Churchill), yang dalam hal praktik implementasinya, sesuai dengan pandangan Josef Stalin tentang pemerintahan Polandia dan batas-batas negaranya pada masa yang akan datang. Nasib Polandia ditentukan dalam serangkaian perundingan yang meliputi konferensi-konferensi di Teheran, Yalta, dan Potsdam. Pada tahun 1944, Pemerintah Polandia dalam pengasingan menyetujui gerakan bawah tanah di Polandia melakukan tindakan politik dan militer sepihak yang bertujuan untuk membangun otoritas Polandia yang independen, tetapi upaya tersebut digagalkan oleh Uni Soviet. Komunis Polandia mendirikan Dewan Nasional Negara (bahasa Polandia: Krajowa Rada Narodowa atau KRN) pada tahun 1943 di Warsawa (dalam pendudukan Jerman) dan Komite Pembebasan Nasional Polandia pada bulan Juli 1944 di Lublin, setelah kedatangan tentara Soviet. Uni Soviet mempertahankan bagian timur Polandia sebelum perang, memberikan Polandia sebagai gantinya wilayah bagian selatan yang lebih besar, di mana Jerman tersingkir di Prusia Timur dan menggeser negara tersebut ke sebelah barat garis Oder-Neisse dengan mengorbankan Jerman. Sebelum perangPersenjataan dan aneksasi pertamaSetelah kematian Józef Piłsudski pada tahun 1935, Pemerintah Sanasi (bahasa Polandia: Sanacja) dari para pengikut politiknya, bersama dengan Presiden Ignacy Moscicki memulai reformasi militer dan mempersenjatai tentara Polandia dalam menghadapi perubahan iklim politik di Eropa. Berkat dukungan finansial berupa pinjaman dari Prancis, Kawasan Pusat Industri Polandia yang baru (bahasa Polandia: Centralny Okręg Przemysłowy) turut ambil bagian dalam proyek persenjataan sejak tahun 1936, dalam rangka mengejar ketinggalan pengembangan senjata canggih oleh negara tetangga Polandia yang lebih mapan. Menteri Luar Negeri Józef Beck, tetap menolak tekanan yang semakin tinggi dari pihak Barat terhadap Polandia dalam bekerja sama dengan Uni Soviet untuk membatasi Jerman.[2][3][4] Melawan kekuatan militer Jerman yang tumbuh dengan pesat, Polandia tidak hanya memiliki jumlah sumber daya teknis yang tak sebanding, tetapi juga kurangnya pengetahuan dan konsep untuk mengembangkan persenjataan modern.[5] Jerman secara resmi mengejar persenjataannya (bahasa Jerman: Aufrüstung) yang dimulai pada tahun 1935 di bawah komando Adolf Hitler, hal ini bertentangan dengan ketentuan Perjanjian Versailles yang menjadi dasar tatanan internasional pasca-Perang Dunia I. Inggris dan Prancis yang tidak dapat mencegah tindakan Hitler atas Remiliterisasi Rheinland, juga mengejar persenjataan masing-masing. Sementara, ekspansi teritorial Jerman di Eropa tengah, dimulai sejak bulan Maret 1938 dari Anschluss di Austria. Polandia mengirimkan kelompok pengalihan khusus ke wilayah sengketa Zaolzie (wilayah Ceko di Silesia) dengan harapan agar mempercepat pecahnya Cekoslowakia dan mendapatkan kembali wilayah tersebut. Persetujuan München yang ditanda tangani pada tanggal 30 September 1938 oleh empat negara, yakni Britania Raya, Jerman Nazi, Republik Ketiga Prancis dan Kerajaan Italia yang kemudian diikuti dengan penggabungan Sudetenland, dihadapi dengan ancaman aneksasi total Cekoslowakia, di mana kekuatan-kekuatan barat mendukung Jerman atas pembagian negara tersebut.[6][7] Polandia dengan gigih mencari status kekuatan besar, tetapi tidak dilibatkan dalam Persetujuan München, Menteri Luar Negeri Józef Beck yang kecewa karena tidak diakui, mengeluarkan ultimatum pada hari Persetujuan München kepada Pemerintah Cekoslowakia, menuntut agar segera kembali ke Polandia dari perbatasan wilayah sengketa Zaolzie. Pemerintah Cekoslowakia yang tertekan, menuruti permintaan Józef Beck dan unit militer Polandia mengambil alih wilayah tersebut. Langkah tersebut mendapatkan tanggapan negatif, baik dari pihak Barat maupun Uni Soviet dan memperburuk situasi geopolitik Polandia. Pada bulan November, Pemerintah Polandia juga menganeksasi wilayah perbatasan kecil yang bersengketa dengan negara otonom baru Slowakia dan memberikan dukungannya terhadap ekspansi Hungaria ke Karpatska Ukraina (sekarang Federal Cekoslowakia).[7][8][9] Dampak Persetujuan MünchenPersetujuan München yang diselenggarakan pada tahun 1938 tidaklah bertahan lama. Pendudukan Jerman di Cekoslowakia dimulai dengan invasi Bohemia dan Moravia pada bulan Maret 1939, yang menjadikan Slowakia sebagai negara boneka Jerman dan Lithuania dipaksa menyerahkan wilayah Klaipėda (bahasa Lituania: Klaipėdos kraštas) atau Teritorial Memel (bahasa Jerman: Memelland). Kemudian tuntutan formal dibuat untuk mengembalikan wilayah Danzig kepada Jerman, walaupun statusnya telah dijamin oleh Liga Bangsa-Bangsa. Pada awal tahun 1939, Adolf Hitler menawarkan Polandia sebagai aliansi bersyarat Jerman, dengan harapan Polandia mematuhi persyaratan tersebut. Pemerintah Polandia harus menyetujui penggabungan Danzig oleh Jerman Nazi (the Reich) sebagai jalur ekstra teritorial yang menghubungkan Prusia Timur dengan seluruh Jerman, melalui apa yang disebut dengan Koridor Polandia (wilayah yang menghubungkan daratan Polandia dengan Laut Baltik). Tawaran tersebut juga mensyaratkan Polandia bergabung dengan aliansi anti-Soviet dan menyelaraskan kebijakan luar negerinya dengan Jerman, sekaligus menjadi negara klien. Pemerintah Polandia yang berpikiran merdeka merasa khawatir dan jaminan Inggris atas kemerdekaan Polandia diterbitkan tanggal 31 Maret 1939. Menanggapi hal tersebut dan penolakan efektif Polandia atas permintaan Jerman, Adolf Hitler membatalkan Pakta Non-Agresi dengan Polandia pada tanggal 28 April 1939.[4][10] Pada bulan Agustus 1939, negosiasi berlangsung di Moskwa, diadakan oleh kelompok-kelompok kerja yang saling bersaing antara Aliansi-Soviet dan Nazi-Soviet, berusaha untuk mendapatkan pasukan Stalin yang kuat, berada dipihak mereka masing-masing. Pada malam tanggal 23 Agustus 1939, tawaran Jerman otomatis diterima, karena pemimpin-pemimpin Polandia menolak untuk bekerja sama secara militer dengan Uni Soviet yang mencegah kemungkinan hasil alternatif. Pakta non-agresi ditanda tangani oleh Uni Soviet dan Jerman. Untuk mengantisipasi serangan dan pendudukan Polandia oleh Jerman, Pakta tersebut melampirkan ketentuan rahasia yang menggambarkan garis-garis bagian Eropa timur menjadi lingkup pengaruh kedua belah pihak. Garis pemisah tersebut melewati teritorial tengah wilayah bagian Timur Polandia. "Keinginan untuk mempertahankan negara Polandia merdeka" menjadi kesepakatan bersama yang tertuang dalam teks "perkembangan politik lebih lanjut", kelak terungkap bertahun-tahun kemudian.[4][a] Aliansi militerUni Soviet memiliki alasan tersendiri untuk cemas terhadap ekspansi Jerman ke wilayah timur, berulang kali bernegosiasi dengan Prancis dan Inggris agar keduanya menawarkan aliansi anti-Jerman kepada Polandia, serupa dengan apa yang dilakukan sebelumnya kepada Cekoslowakia. Prancis dan Inggris mencari format blok politik-militer yang kuat, yang terdiri dari Uni Soviet, Polandia dan Rumania di blok Timur, Prancis dan Inggris di blok Barat.[4] Per bulan Mei 1939, syarat Uni Soviet untuk menanda tangani perjanjian dengan Inggris dan Prancis di antaranya sebagai berikut: Pasukan Tentara Merah berhak untuk melintasi wilayah teritorial Polandia, membatalkan aliansi Polandia-Rumania, membatasi jaminan Inggris atas Polandia yang mencakup hanya bagian barat Polandia yang berbatasan dengan Jerman. Para pemimpin Polandia meyakini bahwa, pasukan Uni Soviet tidak akan mau pergi begitu saja, ketika mereka berada di wilayah teritorial Polandia dan sepanjang tahun 1939, Polandia menolak segala bentuk perjanjian yang mengizinkan pasukan Uni Soviet memasuki wilayahnya.[12] Polandia yang enggan untuk menerima tawaran bebas masuk yang berbahaya dari Uni Soviet, digambarkan melalui kutipan dari seorang perwira tinggi panglima angkatan bersenjata Polandia Edward Rydz-Śmigły, yang mengatakan "Dengan Jerman kita menghadapi risiko kehilangan kebebasan kita. Dengan Rusia kita akan kehilangan jiwa kita."[13] Perilaku kepemimpinan Polandia juga mencerminkan sikap Menteri Luar Negeri Józef Beck, yang nyatanya yakin dengan deklarasi dukungan Prancis dan Inggris, menegaskan bahwa keamanan Polandia, tidak akan dijamin oleh "Soviet atau Rusia lainnya." Kemudian Uni Soviet berbalik memutuskan untuk menyetujui tawaran Jerman atas Pakta Non-Agresi, lalu Pakta Molotov–Ribbentrop ditanda tangani. Kerja sama Soviet-Jerman mengalami kemajuan sejak bulan Mei 1939, ketika Vyacheslav Molotov menjadi Menteri Luar Negeri.[10] Militer Jerman menggunakan sistem komunikasi dengan kode otomatis untuk menyampaikan pesan-pesan rahasia berdasarkan Mesin Enigma. Skema kode yang dihasilkan oleh mesin dan berubah secara terus menerus, berhasil dipecahkan oleh pakar matematika Polandia Marian Rejewski dan penemuan tersebut dibagikan ke Prancis dan Inggris sebelum pecah perang. Kriptanalisis Enigma adalah kontribusi Polandia yang sangat penting dalam upaya perang, sebagaimana hal tersebut berlanjut selama perang di Inggris dan menghilangkan kerahasiaan Jerman yang tidak curiga atas komunikasi mereka yang penting.[14] Pada akhir Agustus 1939, kewajiban-kewajiban aliansi militer Inggris-Polandia dan Polandia-Prancis diperbarui. Polandia yang dikelilingi oleh koalisi yang dipimpin oleh Nazi, berada di bawah mobilisasi militer parsial tetapi kurang siap untuk berperang.[4][b] Mobilisasi penuh (mobilisasi umum) dicegah oleh tekanan Pemerintah Inggris dan Prancis, yang mencari solusi perdamaian pada menit terakhir atas konflik Polandia-Jerman yang akan segera terjadi, hingga Polandia diserbu oleh Jerman Nazi pada tanggal 1 September 1939. Kemudian Inggris dan Prancis yang terikat aliansi militer dengan Polandia, menyatakan perang dengan Jerman dua hari kemudian.[6][16][17] Invasi Jerman dan Uni Soviet ke PolandiaInvasi JermanPada tanggal 1 September 1939, Jerman Nazi menyerbu Polandia tanpa deklarasi perang resmi dengan dalih insiden Gleiwitz. Salah satu (dari banyak) provokasi[18] yang dilakukan Jerman, dengan mengatakan bahwa pasukan Polandia menyerang sebuah pos di sepanjang perbatasan Jerman-Polandia.[4][10] Hingga hari-hari dan minggu-minggu berikutnya, pasukan Jerman yang lebih unggul secara teknis, logistik dan jumlah, dengan cepat masuk ke dalam wilayah teritorial Polandia.[19] Diamankan melalui Pakta Non-Agresi Molotov–Ribbentrop yang telah ditanda tangani sebelumnya, pasukan Uni Soviet juga menginvasi Polandia pada tanggal 17 September 1939. Sebagian besar Polandia terbagi antara Jerman dan Uni Soviet, sebelum akhir bulan September 1939.[20] Pihak militer Polandia tidak mengantisipasi serangan Jerman sebelumnya. Setelah tahun 1926, Józef Piłsudski memimpin militer untuk menghentikan persiapan pertahanan di perbatasan wilayah barat, lalu dilanjutkan kembali pada bulan Maret 1939.[21] Setelah itu, Angkatan Bersenjata Polandia di organisir untuk pertahanan negara. Menurut sejarawan Andrzej Leon Sowa, tingkat organisasi dan teknis pasukan Polandia, terkait dengan organisasi pada periode Perang Dunia I.[22] Posisi strategis Angkatan Bersenjata menjadi lebih sia-sia dengan pendudukan Cekoslowakia oleh Jerman pada saat itu. Polandia menjadi terkepung di tiga sisi oleh teritorial Jerman di Pommern, Silesia, Prusia Timur dan Cekoslowakia yang dikuasai Jerman.[23] Negara Slowakia yang baru dibentuk, membantu Jerman sebagai sekutunya menyerang Polandia dari Selatan.[5] Pasukan Polandia juga terkepung di pantai Baltik oleh Angkatan Laut Jerman. Rakyat Polandia yang terkondisikan oleh propaganda Pemerintah, tidak menyadari betapa beratnya situasi tersebut dan berharap kemenangan yang mudah dan cepat dari aliansi Polandia-Prancis-Inggris.[24] "Konsep pemusnahan" Jerman (bahasa Jerman: Vernichtungsgedanke) yang kelak berkembang menjadi Blitzkrieg ("Perang kilat") dengan armada perang yang bergerak cepat dari divisi Panzer (ranpur lapis baja), bom udara (untuk memecah konsentrasi pasukan dan menghancurkan bandar-bandar udara, stasiun-stasiun dan jalan kereta api, jembatan dan jalan raya yang mengakibatkan banyak korban tewas dari pengungsi yang memadati fasilitas-fasilitas transportasi umum), serangan udara juga dikerahkan untuk mengebom kota-kota tanpa pertahanan militer untuk menjatuhkan moral warga sipil.[23] Pengeboman secara sengaja terhadap warga sipil dilakukan dalam skala yang masif sejak hari pertama penyerbuan, juga di wilayah-wilayah yang jauh dari aktivitas militer lainnya.[24] Adolf Hitler juga memerintahkan pasukan Jerman untuk bertindak sekejam mungkin, secara besar-besaran terlibat dalam pembunuhan warga sipil Polandia.[25] Angkatan Bersenjata Polandia yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Udara dan Angkatan Laut, tidak memiliki persenjataan modern yang memadai untuk menghadapi gencarnya serangan pasukan Jerman.[26] Setiap lima orang tentara Jerman yang terlibat dalam serangan ke Polandia, didampingi oleh kelompok khusus yang melakukan teror kepada warga Polandia. Beberapa dari penduduk Polandia yang berkebangsaan Jerman (bahasa Jerman: Volksdeutsche) telah dilatih di Jerman untuk membantu invasi dengan membentuk apa yang disebut dengan Kolom kelima.[23] Banyak pemimpin Jerman di Polandia dan aktivis-aktivis komunis ditahan oleh otoritas Polandia setelah 1 September.[18][26] Segera setelah permulaan serangan, antara 10.000–15.000 warga Jerman telah ditangkap dan dipaksa berbaris menuju Kutno. Sekitar 2.000 orang dari warga tersebut tewas karena kasus-kasus pembunuhan etnis Jerman lainnya di berbagai tempat, dibunuh oleh Polandia yang murka. Berkali-kali lebih banyak warga sipil Polandia yang dibunuh oleh Wehrmacht sepanjang "serangan September".[27] Kekuatan pasukan Jerman yang terdiri dari 58 Divisi Jerman, termasuk 9 Divisi Panzer dikerahkan untuk menyerbu Polandia.[28] Jerman menerjunkan 1,5 juta tentara, 187.000 kendaraan bermotor, 15.000 artileri, 2.600 tank, 1.300 ranpur lapis baja, 52,000 senjata mesin dan 363.000 pasukan berkuda. 1.390 pesawat tempur dari Luftwaffe digunakan untuk membombardir sasaran-sasaran penting Polandia. Pada tanggal 1 September 1939 Angkatan Laut Jerman menempatkan kapal tempurnya SMS Schleswig-Holstein untuk menghantam Westerplatte, wilayah dari kota bebas Danzig sebagai kantong pertahanan yang terpisah dari kota utama dan diberikan kepada Polandia sebagai bagian dari Perjanjian Versailles tahun 1919. Sebanyak total 53 kapal tempur dikerahkan untuk menyerbu Polandia.[18][29] Menurut sejarawan Polandia Antoni Czubiński, 1,2 juta tentara Polandia telah dikerahkan, tetapi beberapa di antaranya tidak memiliki senapan. Terdapat 30 Divisi infanteri, 11 brigade kavaleri, 31 resimen artileri ringan, 10 resimen artileri berat dan 6 resimen udara. Tentara Polandia memiliki 3.600 unit artileri (sebagian besar biasa, dengan hanya beberapa ratus unit artileri anti-tank atau anti-pesawat) dan 600 tank,[5] di mana 120 unit di antaranya bertipe 7TP yang lebih canggih. Resimen Angkatan Udara Polandia mengerahkan 422 unit pesawat tempur,[5] termasuk 160 unit pesawat tipe PZL P.11c, 31 unit PZL P.7a dan 20 unit PZL P.11a, 120 unit pesawat pengebom-intai PZL.23 Karaś dan 45 unit pesawat pengebom menengah PZL.37 Łoś. Pesawat tempur seri-P buatan Polandia tersebut telah usang, adapun seri terbaru yang canggih tipe P-24 juga diproduksi, tetapi dijual ke luar negeri untuk menghasilkan devisa. Pesawat pengebom tipe Łoś adalah pesawat modern dan cepat pada saat itu.[30] Terbatasnya partisipasi Angkatan Laut Polandia, karena penarikan kapal-kapal tempur utamanya ke Britania Raya untuk mencegah kehancuran mereka, lalu bergabung dengan Angkatan Laut Britania Raya (diketahui dengan Rencana Peking atau Operasi Peking). Angkatan Laut Polandia terdiri dari 4 Kapal perusak (3 di antaranya bergabung dengan Angkatan Laut Britania Raya),[5] 1 kapal penebar ranjau, 5 kapal selam dan beberapa unit kapal perang yang lebih kecil termasuk 6 kapal penyapu ranjau. Walaupun Inggris dan Prancis telah menyatakan perang terhadap Jerman tanggal 3 September 1939, terdapat sedikit pergerakan terjadi di Front Barat. Serangan yang terjadi di Front Barat tersebut dipahami oleh Polandia bahwa mereka dijanjikan tetapi tidak terwujud[31] dan menurut sejarawan Norman Davies bahwa hal tersebut bahkan tidak fisibel.[23] Karena kelambanan pihak Barat dari protokol rahasia Perjanjian Jerman-Soviet dan faktor-faktor lain termasuk lemahnya intelijen, Pemerintah Polandia pada awalnya tidak menyadari negaranya yang terisolasi dan situasi tanpa harapan.[5] Pada dasarnya, kombinasi kekuatan Inggris dan Prancis adalah kekuatan tangguh, tetapi tidak siap terhadap serangan atas sejumlah alasan. Beberapa serangan udara terbatas yang dilakukan oleh Inggris tidak efektif dan menyebabkan kerugian peralatan dan korban jiwa. Tindakan pilihan mereka selanjutnya hanya menyebarkan selebaran propaganda, mencemaskan rakyat Polandia yang dituntut untuk meyakini bahwa perang sesungguhnya terjadi di dua Front dan Jerman Nazi akan kalah.[32] Beberapa tentara Polandia yang tengah mempertahankan negara dalam tiga konsentrasi pasukan utama, masing-masing tidak memiliki struktur komando teritorial dan beroperasi langsung di bawah perintah Panglima tertinggi Edward Rydz-Śmigły, yang ternyata hal tersebut adalah kelemahan logistik yang serius.[33] Para tentara ditempatkan dalam posisi setengah lingkaran sepanjang perbatasan yang berakibat lemahnya pertahanan, karena pasukan tentara Jerman memusatkan kekuatannya untuk menyerang ke sasaran yang telah dituju.[5] Kesatuan lapis baja Jerman dengan cepat menggagalkan semua upaya-upaya pertahanan yang terorganisir dan berhasil mematahkan seluruh pertahanan perbatasan Polandia di sepanjang semua sumbu serangan tanggal 3-4 September. Massa pengungsi sipil yang melarikan diri ke arah Timur memblokir jalan-jalan dan jembatan. Pasukan Jerman juga berhasil mematahkan konsentrasi-konsentrasi militer Polandia lainnya dan muncul dari belakang formasi pasukan Polandia.[26] Ketika tentara Polandia yang tengah dihancurkan atau dipukul mundur, Jerman mengambil alih Częstochowa tanggal 4 September, lalu merebut Kraków dan Kielce pada tanggal 6 September. Pemerintah Polandia dievakuasi ke Volhinia, sementara Panglima tertinggi Edward Rydz-Śmigły pergi meninggalkan Warsawa tanggal 6 September dan bergerak ke arah Timur menuju Brest-Litovsk. Kemudian tugasnya diambil alih oleh Jenderal Walerian Czuma dan mengorganisir komando pertahanan ibu kota.[19] Menurut sejarawan Halik Kochanski, Edward Rydz-Śmigły melarikan diri dari ibu kota dan Panglima tertinggi Polandia telah meninggalkan pasukannya.[27] Kepergian Panglima Edward Rydz-Śmigły memiliki dampak petaka dari sisi semangat juang Angkatan Bersenjata Polandia dan kemampuannya dalam menjalankan komando efektif secara keseluruhan.[34] Jerman mulai mengepung Warsawa pada tanggal 9 September.[23] Walikota Stefan Starzyński memiliki peran penting dalam pertahanannya.[19] Pertempuran besar yang disebut dengan Pertempuran Bzura terjadi di sisi barat Warsawa dekat Sungai Vistula tanggal 9–21 September. Pertempuran besar juga terjadi di beberapa lokasi lainnya, termasuk di wilayah Tomaszów Lubelski (hingga 26 September) dan Pertempuran Lwów (sekarang Lviv) sebagai pertahanan (terhadap pasukan Jerman hingga 22 September, ketika Polandia menyerah kepada pasukan Uni Soviet saat kedatangannya). Pada tanggal 13 September 1939, Panglima Edward Rydz-Śmigły memerintahkan seluruh pasukan Polandia untuk mundur ke suatu daerah yang disebut dengan Pangkalan terdepan Rumania (bahasa Polandia: Przedmoście rumuńskie) yang terletak di tenggara Polandia, sebelah perbatasan Rumania dan Uni Soviet, wilayah yang ditetapkan Panglima sebagai benteng pertahanan terakhir.[19][20][23][35] Pada tanggal 11 September, Menteri Luar Negeri Józef Beck meminta Prancis untuk mengakui suaka atas Pemerintah Polandia dan Rumania untuk mengizinkan perpindahan anggota Pemerintah melalui wilayah teritorialnya. Pada tanggal 12 September 1939, Dewan Perang Tertinggi Inggris-Prancis yang berunding di Abbeville, Prancis, menyimpulkan bahwa gerakan militer Polandia telah diputuskan dan tidak ada gunanya untuk melancarkan gerakan ekspedisi bantuan anti-Jerman. Para pemimpin Polandia tidak menyadari keputusan tersebut dan masih mengharapkan serangan dari pihak Barat.[19] Invasi Uni SovietSejak tanggal 3 September 1939, Jerman mendesak Uni Soviet untuk menerjunkan pasukannya melawan Polandia,[36] tetapi Uni Soviet tetap menunda-nunda, menunggu hasil konfrontasi Jerman-Polandia[36] dan melihat apa yang akan dilakukan oleh Inggris dan Prancis.[37] Uni Soviet meyakinkan Jerman bahwa Tentara Merah akan bergerak ke Polandia untuk menyusul kemudian pada saat yang tepat.[36] Untuk "motivasi politik" yang optimal (Polandia telah jatuh), Vyacheslav Molotov hendak menahan intervensi Uni Soviet hingga jatuhnya Warsawa, tetapi penaklukan kota tersebut oleh Jerman tertunda, karena usaha pertahanan yang telah ditentukan (hingga tanggal 27 September). Pasukan Uni Soviet mulai bergerak memasuki Polandia pada tanggal 17 September 1939, yang dinyatakan bahwa Polandia sudah tidak ada (menurut sejarawan Richard Overy, Polandia telah dikalahkan oleh Jerman dalam dua minggu sejak 1 September).[6][36] Uni Soviet memberikan justifikasi bahwa invasinya ke Polandia karena masalah keamanan mereka sendiri dan kebutuhan untuk melindungi populasi warga etnis Belarus dan Ukraina.[38] Invasi Uni Soviet tersebut, dikoordinasikan dengan pergerakan pasukan tentara Jerman[36] dan mendapatkan perlawanan terbatas dari pasukan Polandia. Formasi pasukan militer Polandia berada di bagian Timur negara tersebut, sebagaimana yang diperintahkan oleh komando tinggi yang pada saat itu berada di perbatasan Rumania[20] untuk mencegah pertempuran dengan Uni Soviet,[37][c] tetapi beberapa pertempuran antara pasukan Uni Soviet dengan Polandia memang terjadi (seperti pada pertempuran Szack yang dilakukan oleh Korps Perlindungan Perbatasan).[39] Pasukan-pasukan Uni Soviet kemudian bergerak ke Barat (ke arah Sungai Bug) dan Selatan untuk mengisi wilayah yang diberikan kepada Uni Soviet sebagaimana protokol rahasia yang diatur dalam Pakta Molotov–Ribbentrop. Uni Soviet mengambil langkah untuk memblokir rute potensi evakuasi Polandia ke wilayah Lituania, Latvia, Rumania dan Hungaria.[20][23] Sekitar 13,4 juta warga Polandia, tinggal di wilayah yang ditaklukkan dan diduduki oleh Uni Soviet. Dari jumlah tersebut, sekitar 8,7 juta penduduk adalah bangsa Ukraina, Belarus dan Yahudi. Hubungan minoritas dengan otoritas Polandia secara umum adalah buruk dan banyak dari mereka yang menyambut dan mendukung kedatangan pasukan Tentara Merah sebagai pemberi kebebasan.[40] Tanggapan Inggris dan Prancis atas pelanggaran batas Uni Soviet yang "tak terduga" ini kemudian diredam.[41][37] Jika bukan karena adanya Pakta Soviet-Jerman dan invasi Uni Soviet, seluruh wilayah Polandia sebelum perang, sepertinya telah direbut oleh Jerman Nazi pada tahun 1939.[42] Berakhirnya operasi militerProses perundingan Soviet-Jerman terus berlanjut dengan ditanda tanganinya Perjanjian Perbatasan Jerman-Soviet pada tanggal 28 September 1939. Perjanjian tersebut mengatur tentang penyesuaian dan finalisasi pembagian wilayah teritorial, yang menempatkan Lituania menjadi bagian dari Uni Soviet dan memindahkan perbatasan yang disepakai Soviet-Jerman dari Vistula ke Sungai Bug[43] dan mengesahkan tindakan bersama selanjutnya untuk mengatur Polandia yang diduduki.[23] Gagasan untuk mempertahankan negara sisa Polandia yang dipertimbangkan sebelumnya, telah diabaikan.[36][40] Pemerintah Polandia dan komando tinggi militer, mundur ke wilayah teritorial 'Pangkalan terdepan Rumania' di sebelah tenggara dan menyeberang ke Rumania yang netral pada malam 17 September. Keesokan harinya dari Rumania, tanggal 18 September, Presiden Ignacy Moscicki dan Panglima Edward Rydz-Śmigły menerbitkan deklarasi dan perintah, yang melanggar status mereka sebagai orang yang melewati negara netral. Jerman menekan Rumania untuk tidak mengizinkan rombongan otoritas Polandia meninggalkan wilayahnya (tujuan rombongan adalah Prancis) dan mereka pun tidak diizinkan keluar Rumania. Duta Besar Polandia di Rumania membantu Jenderal Władysław Sikorski, anggota oposisi Polandia yang menolak tugas militernya dan juga memasuki Rumania, untuk mendapatkan dokumen perjalanan keluar Polandia dan ia berhasil melanjutkan perjalanannya menuju Prancis.[20] Perlawanan terus berlanjut di banyak tempat. Warsawa akhirnya dibombardir hingga menyerah pada tanggal 27 September 1939. Peristiwa yang memicu menyerahnya Warsawa ini adalah hancurnya sistem pasokan air yang sebabkan oleh pengeboman saluran-saluran air yang disengaja.[34] Warsawa menderita kerusakan hebat dan banyak jatuhnya korban jiwa (40,000 orang tewas).[44][d] Benteng Modlin menyerah pada tanggal 29 September 1939, Pertempuran Hel (di semenanjung Hel) berlanjut hingga tanggal 2 Oktober 1939 dan Pertempuran Kock berlanjut hingga tanggal 4 Oktober 1939.[20] Perlawanan bawah tanah dari satuan-satuan tentara yang dipelopori oleh Mayor Henryk Dobrzański dan resimennya, juga dimulai dari wilayah-wilayah hutan negara tersebut.[23] Selama operasi militer bulan September, tentara Polandia kehilangan sekitar 66.000 pasukan di Front Jerman, sekitar 400.000 orang menjadi tawanan Jerman, sekitar 230.000 orang menjadi tawanan Uni Soviet[e] dan 80.000 orang berhasil meloloskan diri keluar Polandia. 16.600 tentara Jerman tewas dan 3.400 hilang. 1.000 tank-tank Jerman atau kendaraan tempur (ranpur) lapis baja dan 600 pesawat tempur hancur. Lebih dari 12.000 warga Polandia tewas dieksekusi oleh Nazi termasuk di antaranya kira-kira 100.000 warga sipil korban dari invasi tersebut.[20][41] Beberapa kapal perang Angkatan Laut Polandia mencapai Britania Raya dan puluhan ribu tentara berhasil lolos melalui Hungaria, Rumania, Lituania dan Swedia untuk melanjutkan pertempuran.[46] Banyak tentara Polandia yang turut ambil bagian dalam Pertempuran Prancis, Pertempuran Britania dan beraliansi dengan pasukan Inggris dalam operasi-operasi militer lainnya.[47] Pendudukan di PolandiaPendudukan JermanSebagai akibat dari pendudukan Jerman, Polandia menderita kehancuran dan teror terbesar, rangkaian peristiwa yang paling dahsyat adalah pemusnahan orang-orang Yahudi yang diketahui sebagai peristiwa Holokaus.[48] Sekitar seperenam penduduk Polandia kehilangan nyawanya dalam perang tersebut[1][49] dan sebagian besar diakibatkan oleh berbagai sasaran tindakan yang disengaja. Jerman berencana tidak hanya melakukan aneksasi atas teritorial Polandia, tetapi juga penghancuran total dari budaya dan bangsa Polandia (Generalplan Ost). Berdasarkan ketentuan dari ketetapan oleh Adolf Hitler (8 Oktober dan 12 Oktober 1939), sebagian besar wilayah Polandia bagian Barat dianeksasi oleh Jerman. Hal ini meliputi seluruh teritorial Jerman yang hilang karena Perjanjian Versailles pada tahun 1919, tidak hanya wilayah seperti Koridor Polandia, Prusia Barat, Dataran tinggi Silesia, tetapi juga wilayah yang luas tak terbantahkan dari teritorial Polandia bagian Timur, termasuk kota Łódź. Wilayah Polandia yang dianeksasi oleh Jerman, terbagi menjadi unit-unit administratif (Reichsgau) sebagai berikut:
Wilayah-wilayah yang dianeksasi tersebut seluas 92.500 km2 dengan populasi sekitar 10,6 juta penduduk[46] yang sebagian besar adalah bangsa Polandia. Pada akhir 1939 dan awal 1940, ringkasan Pengadilan Jerman di Distrik Pommern, menghukum mati 10.000 warga Polandia.[46] Secara total 30.000 warga Polandia telah dieksekusi pada 1939 dengan tambahan 10.000 di Wielkopolska dan 1.500 di Silesia.[50] Orang-orang Yahudi diusir keluar dari wilayah-wilayah yang telah dianeksasi dan ditempatkan di ghetto-ghetto, seperti di Ghetto Warsawa dan Ghetto Łódź.[51][52] Pendeta-pendeta Katolik menjadi sasaran operasi pembunuhan dan deportasi besar-besaran.[53] Para penduduk di wilayah-wilayah yang dianeksasi Jerman, menjadi sasaran seleksi ras dan Jermanisasi.[23] Orang-orang Polandia mengalami penyitaan harta benda dan perlakuan diskriminasi yang parah, penduduk yang diusir keluar dari kota Gdynia sendiri, sekitar 100.000 orang pada Oktober 1939.[51][52] Tahun 1939-1940, banyak warga Polandia yang diusir ke wilayah yang dikuasai Nazi lainnya, khususnya ke Pemerintahan Umum atau Kamp-kamp konsentrasi.[46][52] Dengan pembersihan sebagian wilayah-wilayah Polandia bagian Barat untuk perpindahan pemukiman yang diperuntukkan bagi warga Jerman, Nazi mengawali kebijakan pembersihan etnis.[54] Sekitar satu juta warga Polandia dipaksa pindah dari tempat tinggalnya dan digantikan oleh warga dari etnis Jerman yang dibawa dari tempat-tempat jauh.[50] Dalam ketentuan Pakta Molotov–Ribbentrop dan Perjanjian Perbatasan Jerman-Soviet, Uni Soviet menganeksasi teritorial Polandia di garis timur dari Sungai Pisa, Narew, Sungai Bug dan Sungai San, kecuali wilayah sekitar Vilnius (di Polandia disebut Wilno) yang diberikan kepada Lituania dan wilayah Suwałki yang dianeksasi oleh Jerman. Wilayah-wilayah tersebut sebagian besar dihuni oleh pemukim Bangsa Ukraina dan Belarus dengan minoritas Bangsa Polandia dan Orang Yahudi (untuk demografi, lihat: Garis Curzon). Wilayah tersebut secara total termasuk wilayah yang diberikan kepada Lituania, seluas 201.000 km2 dengan populasi penduduk 13.2 juta jiwa.[46] Sebidang kecil wilayah yang tadinya sebagai bagian dari Hungaria sebelum tahun 1914, diberikan kepada Slowakia. Setelah serangan Jerman kepada Uni Soviet pada 22 Juni 1941, teritorial Polandia yang sebelumnya diduduki oleh Uni Soviet, terbagi menjadi sebagai berikut:
Sisa blok teritorial ditempatkan di bawah kantor administrasi Jerman yang disebut dengan Pemerintahan Umum (bahasa Jerman: Generalgouvernement für die besetzten polnischen Gebiete) dengan ibu kotanya Kraków, lalu wilayah tersebut menjadi bagian dari Reich Jerman Raya (bahasa Jerman: Grossdeutsches Reich).[56] Pemerintahan Umum pada awalnya terbagi menjadi empat distrik, Warsawa, Lublin, Radom dan Kraków, di mana Galisia Timur dan bagian dari Volhinia di tambahkan sebagai distrik tahun 1941.[57] Pemerintahan Umum merupakan yang terdekat dengan bagian Jerman yang layak dari rencana Lebensraum atau "ruang hidup" Jerman di wilayah Timur dan merupakan awal dari implementasi Generalplan Ost Nazi. (skema rekayasa genosida manusia secara besar-besaran).[58] Seorang tokoh Nazi dan pengacara Jerman Hans Frank, ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal Pemerintahan Umum pada tanggal 26 Oktober 1939. Hans Frank mengawasi pemisahan orang-orang Yahudi ke ghetto-ghetto di kota-kota yang lebih besar, termasuk Warsawa dan memberdayakan warga sipil Polandia sebagai tenaga kerja wajib di industri perang Jerman. Beberapa institusi di Polandia, termasuk Kepolisian (jumlah dari yang disebut dengan Polisi Biru (bahasa Polandia: Granatowa policja) mencapai 12.500 orang pada 1943) yang dipertahankan dalam Pemerintahan Umum. Lebih dari 40.000 warga Polandia bekerja di administrasi Pemerintahan Umum dengan pengawasan oleh lebih dari 10.000 orang Jerman.[50] Aktivitas politik dilarang dan hanya pendidikan dasar Polandia yang diperbolehkan. Para profesor Universitas di Kraków dikirim ke kamp-kamp konsentrasi dan mereka ditembak di Lviv,[59][f] penduduk etnis Polandia secara bertahap di singkirkan. Orang-orang Yahudi yang dimaksudkan untuk dimusnahkan dengan segera, kemudian digiring ke ghetto-ghetto dan ditindas dengan kejam. Dewan Yahudi di ghetto-ghetto harus mengikuti kebijakan dan aturan Jerman. Banyak orang-orang Yahudi yang berhasil lolos ke Uni Soviet (mereka termasuk di antara sekitar 300.000 hingga 400.000 pengungsi yang datang dari Polandia pendudukan Jerman)[60] dan beberapa di antaranya ditampung oleh keluarga-keluarga Polandia.[46] Populasi dari teritorial Pemerintahan Umum pada awalnya 11,5 juta penduduk di wilayah seluas 95.500 km2,[46] tetapi jumlah penduduk bertambah, karena 860.000 warga Polandia dan Yahudi diusir keluar dari wilayah-wilayah yang dianeksasi oleh Jerman dan "bermukim kembali" di Pemerintahan Umum. Setelah Operasi Barbarossa, luas Pemerintahan Umum sebesar 141.000 km2 dengan populasi 17,4 juta penduduk.[57] Puluhan ribu orang dibunuh dalam operasi militer Jerman dalam pemusnahan kaum intelektual Polandia dan unsur lainnya yang diperkirakan akan melawan (contohnya: Operasi Tannenberg dan AB-Aktion). Pendeta Katolik umumnya dipenjara atau dipersekusi (aniaya) dan banyak yang berakhir dengan kematian di kamp-kamp konsentrasi.[61][62] Puluhan ribu anggota-anggota perlawanan dan lainnya disiksa dan dieksekusi di Penjara Pawiak, Warsawa.[63] Sejak tahun 1941, penyakit dan kelaparan juga mulai mengurangi jumlah populasi penduduk, karena eksploitasi sumber daya dan tenaga kerja, teror dan Jermanisasi mencapai intensitas tertinggi setelah penyerangan terhadap Uni Soviet.[48] Sejumlah besar warga Polandia, banyak yang dikirim ke Jerman untuk menjadi tenaga kerja paksa atau di bawa ke kamp-kamp konsentrasi.[46] Sekitar dua juta orang dikirim ke Jerman sebagai budak dan banyak pula yang tewas disana.[57][g] Łapanka atau penangkapan warga sipil secara acak di jalan-jalan atau dari tempat lain merupakan salah satu metode yang dijalankan oleh Nazi untuk memenjarakan warga sipil atau menjadikannya tenaga kerja.[64] Beberapa ratus rumah-rumah bordil Wehrmacht yang merekrut wanita-wanita lokal non-Jerman secara paksa, beroperasi di seluruh Reich.[66] Berbeda dengan kebijakan pendudukan Jerman di Eropa Barat, Jerman memperlakukan Polandia dengan kebencian yang sangat tinggi dan seluruh properti negara dan urusan industri swasta Polandia, diambil alih oleh Jerman.[67][68] Polandia telah dijarah dan menjadi sasaran eksploitasi ekonomi yang ekstrem selama periode perang.[45] Nasib masa depan Polandia dan warganya ditentukan dalam Generalplan Ost, sebuah rencana Nazi untuk melakukan genosida dan pembersihan etnis di seluruh teritorial pendudukan Jerman di Eropa Timur yang bertujuan untuk memusnahkan bangsa Slavia. Puluhan juta orang harus disingkirkan, sementara lainnya dimukimkan di Siberia atau menjadi populasi budak.[57] Wilayah-wilayah yang telah dibersihkan akan dijadikan sebagai pemukiman warga Jerman. Evakuasi percobaan dari seluruh warga Polandia dilakukan di wilayah Zamość pada tahun 1942 dan 1943. Sekitar 121.000 warga Polandia diusir dari tempat tinggalnya dan diganti dengan 10.000 pemukim dari Jerman.[69] Dalam program Lebensborn, sekitar 200.000 anak-anak Polandia diculik oleh Jerman untuk diuji karakteristik rasnya yang akan membuat mereka cocok untuk Jermanisasi. Dari jumlah tersebut (banyak di antaranya ditemukan tidak cocok dan dibunuh), hanya sekitar 15% dan 20% dari mereka yang kembali ke Polandia setelah perang.[69][70] Ketika pendudukan Jerman meluas ke wilayah timur Kresy, setelah direbut dari Uni Soviet pada musim panas 1941, Nazi melancarkan kebijakan genosida anti-Yahudi di sana. Jerman melakukan aksi teror yang ditujukan terhadap etnis Polandia, termasuk khususnya kelompok-kelompok kaum intelektual dan pendeta Katolik. Etnis Ukraina, Belarus dan Lituania, sementara mereka dijadikan sasaran pendudukan brutal, tetapi umumnya menerima perlakuan yang lebih baik dari Nazi. Nasionalisme mereka dan lainnya, digunakan oleh penduduk dalam aksi menentang etnis Polandia atau diperbolehkan melakukan tindakan anti-Polandia. Warga dari etnis-etnis tersebut didorong untuk melakukan tindakan menetang Yahudi dan berpartisipasi dalam aksi Pogrom dan peristiwa-peristiwa pembunuhan Yahudi lainnya.[71][72] Segmen yang berbeda dari masyarakat Polandia, mengalami tingkat penderitaan yang berbeda pula di bawah pendudukan Jerman. Penduduk di daerah pedesaan dan kota-kota kecil masih lebih baik daripada warga yang tinggal di kota-kota besar, sementara para pemilik tanah dan kelas bangsawan (bahasa Polandia: ziemiaństwo atau Szlachta) mendapat hak istimewa di Polandia merdeka dan makmur selama perang.[65] Dalam Persidangan Nürnberg pasca-perang, Pengadilan Militer Internasional menyatakan "Pemusnahan menyeluruh orang-orang Yahudi dan juga orang Polandia memiliki semua karakteristik genosida dalam makna biologis dari istilah ini."[73] Menurut perkiraan Komisi Penuntutan Kejahatan terhadap Bangsa Polandia (bahasa Polandia: Instytut Pamięci Narodowej – Komisja Ścigania Zbrodni przeciwko Narodowi Polskiemu atau IPN) tahun 2009, antara 5,62 juta hingga 5,82 juta penduduk Polandia (termasuk Yahudi Polandia) tewas, sebagai akibat dari pendudukan Jerman.[1][49] Pendudukan Uni SovietPada akhir invasi Uni Soviet ke Polandia, Uni Soviet mengambil alih 50,1% wilayah Polandia (192.000 km2) dengan jumlah populasi 12.662.000 penduduk.[46] Perkiraan jumlah populasi penduduk bervariasi, satu analisis memberikan gambaran terkait komposisi etnis dari wilayah ini pada saat itu adalah 38% bangsa Polandia, 37% bangsa Ukrainia, 14,5% bangsa Belarus, 8,4% bangsa Yahudi, 0,9% bangsa Rusia dan 0,6% bangsa Jerman. Terdapat juga 336.000 pengungsi dari wilayah-wilayah pendudukan Jerman, di mana sebagian besar dari pengungsi tersebut adalah Yahudi (198.000 penduduk).[74] Wilayah-wilayah yang diduduki oleh Uni Soviet adalah wilayah yang telah dianeksasi oleh Uni Soviet kecuali wilayah Vilnius yang telah diberikan kepada Lituania. Mayoritas penduduk berbahasa Polandia di wilayah Vilnius harus mengikuti kebijakan "Lituanisasi" dari otoritas Lituania. Hal ini mengakibatkan konflik etnis yang berkepanjangan di wilayah tersebut.[75] Lituania, termasuk wilayah sengketa Vilnius, kemudian digabungkan oleh Uni Soviet pada musim panas tahun 1940 dan menjadi Republik Sosialis Soviet Lituania. Uni Soviet menganggap bahwa teritorial Kresy (wilayah timur Polandia sebelum perang) akan dijajah oleh Polandia, lalu Tentara Merah mengumumkan akan memerdekakan negara-negara yang dijajah. Banyak orang-orang Yahudi, Ukraina, Belarus dan Lituania berpandangan sama terhadap hal tersebut dan bekerja sama dengan otoritas yang baru dalam menindas Polandia.[46][60] Para penyelenggara Uni Soviet menggunakan slogan-slogan tentang Perjuangan kelas dan Kediktatoran proletariat,[76] sebagaimana penerapan kebijakan Stalinisme dan Sovietisasi di wilayah pendudukan Uni Soviet, Polandia bagian timur.[77][78] Pada tanggal 22 dan 26 Oktober 1939, Uni Soviet menyelenggarakan pemilihan umum untuk Majelis Agung bagi wilayah yang dikuasai Uni Soviet (badan legislatif) atas Provinsi yang baru dibentuk yakni Ukraina Barat dan Belorusia Barat untuk melegitimasi pemerintahan Uni Soviet.[79] Majelis yang baru tersebut selanjutnya menyerukan penggabungan dengan Uni Soviet, sehingga dua wilayah tersebut dianeksasi kedalam Republik Uni Soviet oleh Majelis Agung Uni Soviet menjadi Republik Sosialis Soviet Ukraina dan Republik Sosialis Soviet Byelorusia pada tanggal 2 November 1939.[46][60] Seluruh institusi negara Polandia yang telah bubar kemudian ditutup dan dibuka kembali dengan pemimpin-pemimpin baru yang sebagian besar adalah orang-orang Rusia, jarang dari pemimpin tersebut berasal dari bangsa Ukraina atau Polandia.[74] Universitas Lviv dan sekolah-sekolah mulai dibuka kembali sebagai institusi Soviet.[74] Beberapa Departemen seperti Hukum dan Kemanusiaan dihapuskan, subyek baru, yang meliputi Darwinisme, Leninisme dan Stalinisme diajarkan oleh Departemen yang telah diatur ulang. Sekolah tidak dikenakan biaya dan siswa-siswa ditawarkan tunjangan beasiswa.[62] Otoritas Uni Soviet berusaha untuk menghilangkan seluruh tanda-tanda dari eksitensi dan aktivitas Polandia di wilayah tersebut.[74] Pada tanggal 21 Desember 1939, mata uang Polandia Złoty, ditarik dari peredaran melalui penukaran terbatas dengan mata uang Rubel yang baru diperkenalkan[80][81] dan di sekolah-sekolah, buku-buku yang berbahasa Polandia dibakar.[74] Seluruh media dikendalikan oleh Moskwa. Pendudukan Uni Soviet menerapkan rezim politik Negara polisi,[82][83][84][85] berdasarkan teror. Seluruh partai dan organisasi Polandia dibubarkan. Hanya partai komunis dan organisasi di bawahnya yang diperbolehkan untuk tetap ada. Para guru Soviet di sekolah-sekolah mendorong murid-murid untuk memata-matai orang tuanya.[74] Organisasi sosial warga Ukraina dan Belarus, yang pernah ditutup oleh Pemerintah Polandia pada tahun 1930-an, dibuka kembali. Di sekolah-sekolah, bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Ukraina atau Belarus.[62] Gereja-gereja Katolik Roma dan Katolik Yunani dipersekusi, banyak kehilangan tanah milik, seminari dan organisasi-organisasi sosial yang terafiliasi, tetapi tetap mempertahankan fasilitas-fasilitas utama (rumah ibadah) yang tetap buka dan dapat menyediakan pelayanan keagamaan dan mengelola ziarah. Perlakuan-perlakuan diskriminasi terhadap para pendeta oleh pihak berwenang dengan membebankannya pajak tinggi, wajib militer, deportasi dan penangkapan.[74][81] Banyak perusahaan-perusahaan yang diambil alih oleh negara atau pailit, perdagangan kecil, bengkel dan toko produksi harus bergabung dengan Koperasi, tetapi hanya sebagian kecil dari para pengusaha pertanian yang dibuat kolektif (lebih dari 10% dari wilayah pertanian) pada awal perang dengan Jerman.[81] Di antara instalasi-instalasi industri yang dibongkar dan dikirim ke wilayah timur, sebagian besar adalah pabrik industri tekstil Białystok.[62] Sebagai akibat dari kebijakan ekonomi Uni Soviet, yang kemudian menyebabkan kesulitan-kesulitan serius, toko-toko kekurangan barang, makanan tidak mencukupi dan penduduk terancam kelaparan.[74] Meskipun demikian, keadaan di bawah kekuasaan Soviet masih lebih baik dibadingkan dengan Pemerintahan Umum di bawah kekuasaan Jerman. Industri-industri dibangun di Lviv dan tempat lainnya, pengangguran secara resmi dihapuskan pada musim semi 1940. Setelah keruntuhan awal, standar hidup secara bertahap meningkat, banyak layanan-layanan tanpa biaya atau bernilai murah dan orang-orang miskin serta orang berpendidikan teknis dihargai lebih baik daripada di bawah aturan Polandia. Kota-kota, seperti Lviv dan Białystok dikelola dengan baik oleh otoritas Soviet, berada dalam kondisi yang jauh lebih baik dibandingkan pedesaan. Namun, kondisi tersebut sangat sulit bagi para pensiunan Polandia yang kehilangan pensiunnya dan bagi puluhan ribu pengungsi perang yang melarikan diri dari wilayah Polandia pendudukan Jerman yang bermukim di kota-kota wilayah Timur.[81] Menurut undang-undang Soviet tanggal 29 November 1939,[60] seluruh penduduk di wilayah yang dianeksasi, merujuk kepada penduduk dari bekas Polandia,[86] secara otomatis memperoleh kewarganegaraan Uni Soviet. Penduduk masih dimintakan persetujuan dan ditekan untuk menyetujui,[87] kemudian bagi penduduk yang tidak mau menyetujui (sebagian besar, warga Polandia ingin mempertahankan kewarganegaraannya)[46] diancam dengan repartriasi ke wilayah Polandia pendudukan Jerman yang dikuasai Nazi.[38][88][89] Uni Soviet mengeksploitasi ketegangan etnis masa lalu antara Polandia dengan kelompok etnis lainnya, menghasut dan mendorong kekerasan terhadap orang-orang Polandia dengan menyerukan kepada minoritas untuk "memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mereka derita selama dua puluh tahun dalam pemerintahan Polandia".[90] Propaganda permusuhan ini mengakibatkan peristiwa represi berdarah.[91] Sebagian dari penduduk Ukraina awalnya menyambut berakhirnya pemerintahan Polandia[93] dan fenomena ini diperkuat dengan reformasi tanah. Otoritas Uni Soviet juga memulai gerakan terbatas dalam upaya untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama (kolektivisasi).[81] Terdapat kelompok-kelompok besar penduduk Polandia, terutama para pemuda Yahudi atau pada tingkat yang lebih rendah seperti para petani yang memandang kekuatan Uni Soviet sebagai kesempatan untuk memulai aktivitas politik atau sosial, di luar dari budaya atau etnis kelompoknya. Antusiasme tersebut hilang seiring berjalannya waktu, karena menjadi jelas bahwa represi Uni Soviet mempengaruhi semua orang.[94] Organisasi orang-orang Ukraina yang menginginkan Ukraina merdeka (Organisasi Nasionalis Ukraina, bahasa Ukraina: Організація Українських Націоналістів atau OUN) dipersekusi sebagai kelompok "anti-Soviet".[60] Kebijakan teror dimulai oleh NKVD dan agen-agen Soviet lainnya. Korban pertamanya adalah sekitar 230.000 tahanan perang warga Polandia.[20] Uni Soviet tidak menanda tangani konvensi internasional tentang "hukum perang" dan status mereka sebagai tahanan perang, ditolak. Ketika Uni Soviet melakukan kegiatan rekrutmen di antara militer Polandia, sementara mayoritas perwira-perwira yang ditangkap menolak untuk bekerja sama, akan dianggap sebagai musuh Uni Soviet dan Politbiro memutuskan pada tanggal 5 Maret 1940 untuk mengeksekusi mereka secara rahasia (22.000 perwira dan lainnya).[95] Para perwira dan sejumlah besar prajurit biasa[96] kemudian dibunuh atau dikirim ke Gulag.[97] Sejumlah 10.000–20.000 orang Polandia dikirim ke Kolyma antara tahun 1940–1941, sebagian besar di antaranya adalah tahanan perang, hanya 583 orang yang berhasil selamat kemudian bergabung dengan Angkatan Bersenjata Polandia di Timur (bahasa Polandia: Polskie Siły Zbrojne na Wschodzie).[98] Kebijakan teror juga diterapkan pada warga sipil. Otoritas Uni Soviet menganggap layanan untuk Polandia dalam kondisi sebelum perang sebagai "kejahatan terhadap revolusi"[99] dan "aktivitas kontra-revolusioner",[100] selanjutnya mengawali penangkapan terhadap kaum intelektual, politisi, pekerja sipil dan ilmuwan, tetapi juga warga biasa yang dicurigai menjadi ancaman atas kebijakan dan aturan Uni Soviet. Siswa-siswa sekolah berusia 10 atau 12 tahun yang menertawakan propaganda Uni Soviet yang dipaparkan di sekolah-sekolah, kemudian dipenjarakan, terkadang hingga 10 tahun.[74] Penjara-penjara dengan segera menjadi penuh sesak dengan tahanan yang dicurigai oleh aktivitas-aktivitas anti-Soviet dan NKVD membuka penjara-penjara ad hoc di semua kota-kota di wilayah tersebut.[79][94] Gelombang penangkapan menyebabkan pemindahan paksa sejumlah besar warga (Kulak, pegawai negeri Polandia, pekerja kehutanan, profesor atau pemukim (bahasa Polandia: osadnicy) ke kamp-kamp buruh Gulag.[78] Diperkirakan sekitar 30–40 ribu warga Polandia ditahan di kamp-kamp antara 1939-1941.[81] Orang-orang Polandia dan sebelumnya warga negara Polandia, yang sebagian besar merupakan etnis minoritas, hampir semuanya dideportasi pada tahun 1940, umumnya ke Rusia bagian Utara, Kazakhstan dan Siberia.[46][101] Menurut data NKVD, dari 107.000 penduduk Polandia dari berbagai etnis yang ditangkap pada bulan Juni 1941, 39.000 di antaranya diadili dan dijatuhi hukuman karena berbagai pelanggaran, termasuk 1.200 yang dijatuhi hukuman mati. Pada saat itu, 40.000 penduduk dipenjarakan di penjara NKVD dan sekitar 10.000 di antaranya dibunuh oleh Uni Soviet dalam proses evakuasi penjara setelah serbuan Jerman.[81][102] Di antara orang-orang Polandia yang memutuskan untuk bekerja sama dengan otoritas Uni Soviet adalah Wanda Wasilewska, yang diizinkan untuk menerbitkan majalah berbahasa Polandia di Lviv dan seorang Jenderal dan politisi Zygmunt Berling yang sejak tahun 1940, memimpin kelompok kecil yang terdiri dari perwira-perwira Polandia, mengerjakan konsep pembentukan divisi Polandia di Uni Soviet. Wanda Wasilewska, seorang pemimpin informal dari komunis Polandia, diterima oleh Josef Stalin di Kremlin, Moskwa pada tanggal 28 Juni 1940. Peristiwa tersebut ditandai sebagai awal dari reorientasi politik Uni Soviet terhadap Polandia, yang memiliki konsekuensi sangat penting untuk setengah abad kedepan dan seterusnya. Uni Soviet melakukan sejumlah tindakan perdamaian, seperti penyelenggaraan peringatan 85 tahun kematian Adam Mickiewicz pada bulan November 1940 di Moskwa, Lviv dan pusat-pusat konsentrasi populasi Polandia lainnya atau memperluas penggunaan bahasa Polandia dalam aktivitas umum dan pendidikan tinggi di wilayah-wilayah yang dikuasai Uni Soviet. Wanda Wasilewska dan Zygmunt Berling didesak kembali terkait pembentukan divisi Polandia pada bulan September 1942, tetapi izin Uni Soviet untuk membangun aliansi Angkatan Bersenjata Polandia-Soviet dapat diberikan setelah putusnya hubungan diplomatik antara Uni-Soviet dengan Pemerintahan Polandia dalam pengasingan bulan April 1943.[46][81][103] Tidak seperti wilayah Polandia pendudukan Jerman, di mana kerja sama terbuka dengan penjajah jarang terjadi di antara para elite Polandia, banyak kaum intelektual Polandia, artis, tokoh sastra dan jurnalis-jurnalis bekerja sama dengan Uni Soviet. Aktivitas mereka sering kali termasuk dalam partisipasi atas upaya-upaya propaganda Uni Soviet.[104] Setelah Operasi Barbarossa dan Perjanjian Sikorski-Mayski, pada musim panas tahun 1941, orang-orang Polandia yang diasingkan, dibebaskan di bawah deklarasi amnesti. Ribuan orang berjalan kaki ke Selatan untuk bergabung dengan tentara Polandia yang baru dibentuk, tetapi di antara ribuan orang tersebut, banyak yang terlalu lemah untuk menyelesaikan perjalanan atau hilang setelahnya.[105] Menurut perkiraan tahun 2009 oleh Komisi Penuntutan Kejahatan terhadap Polandia (IPN), sekitar 150.000 penduduk Polandia tewas sebagai akibat dari pendudukan Uni Soviet dan sekitar 320.000 penduduk dideportasi .[1][49] Kerja sama dengan penjajahDi wilayah pendudukan Polandia, tidak ada kolaborasi resmi, baik kerja sama ditingkat politik maupun ekonomi.[106][107] Kekuasaan pendudukan dimaksudkan untuk penghapusan secara permanen struktur pemerintahan Polandia dan elite penguasa, oleh karenanya tidak ada kolaborasi semacam ini.[45][108] Warga Polandia tidak diberikan posisi kewenangan yang signifikan.[106][107] Mayoritas penduduk Polandia sebelum perang, yang bekerja sama dengan Nazi berasal dari minoritas Jerman di Polandia, di mana mereka ditawari identitas tingkatan kelas Volksdeutsche. Selama perang, sekitar 3 juta penduduk Polandia asal Jerman, menanda tangani Volksliste.[107] Bergantung pada definisi kolaborasi (dan penduduk Polandia, termasuk pertimbangan status etnis minoritas), para ahli memperkirakan jumlah "kolaborator Polandia" sekitar beberapa ribu orang dalam populasi sekitar 35 juta penduduk (jumlah tersebut didukung oleh Komisi Kejahatan Perang Israel).[106][107][109][110][111] Perkiraan tersebut terutama berdasarkan jumlah hukuman mati oleh Pengadilan Khusus (bahasa Polandia: Sądy Specjalne) di Negara Bawah Tanah Polandia karena pengkhianatan.[109] Pengadilan Bawah Tanah menghukum 10.000 orang Polandia, termasuk 200 dihukum mati.[112] John Connelly mengutip sejarawan Polandia Leszek Gondek, yang menyebut fenomena kolaborasi "marjinal" Polandia dan menulis "hanya prosentase yang relatif kecil dari jumlah penduduk Polandia terlibat dalam aktivitas yang digambarkan sebagai kolaborasi jika dilihat dengan latar belakang sejarah dunia dan Eropa."[109] Beberapa peneliti memberikan jumlah kolaborator yang lebih tinggi, khususnya dalam hal mencela orang-orang Yahudi.[113] Pada bulan Oktober 1939, Nazi memerintahkan mobilisasi Kepolisian Polandia sebelum perang, untuk melayani otoritas pendudukan, para polisi wajib melapor untuk tugasnya atau menghadapi hukuman mati.[114] Kemudian terbentuklah Polisi Biru. Pada puncaknya yakni pada tahun 1943, anggotanya mencapai 16.000 orang.[112][115] Tugas utamanya adalah bertindak sebagai pasukan Kepolisian reguler yang berhubungan dengan aktivitas kriminal, tetapi Kepolisian tersebut diberdayakan juga oleh Jerman untuk memerangi penyelundupan dan berpatroli di ghetto-ghetto Yahudi,[112] juga membantu Nazi dalam tugas-tugas seperti menangkap orang-orang Polandia untuk kerja paksa di Jerman.[64] Banyak dari anggota Kepolisian tersebut yang enggan menuruti perintah, kadang tidak dipatuhi dan mengambil risiko kematian untuk melawan Jerman.[38][116][117] Banyak anggota-anggota Kepolisian yang bertindak sebagai agen ganda untuk gerakan perlawanan Polandia[118][119] dan sebagian besar bekerja sama dengan Tentara Dalam Negeri (AK).[112] Beberapa perwira dianugerahi penghargaan Orang Baik dari Berbagai Bangsa karena menyelamatkan orang-orang Yahudi.[120] Namun, posisi moral petugas Kepolisian dihadapkan pada kebutuhan kerja sama atau bahkan berkolaborasi dengan Jerman.[61] Menurut Timothy Snyder, tindakan anggota Kepolisian dalam kapasitasnya sebagai pasukan kolaborator, Polisi Biru mungkin telah membunuh 50.000 orang-orang Yahudi.[121] Selama penyerbuan Jerman Nazi ke Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa pada bulan Juni 1941, pasukan Jerman dengan cepat menyerbu ke bagian timur Polandia yang dikuasai oleh Tentara Merah sejak tahun 1939. Reichskommissariat kemudian di bentuk di seluruh wilayah macroregion Kresy. Sementara berlangsungnya perang Uni Soviet-Jerman (Operasi Barbarossa), Tentara Dalam Negeri juga berperang melawan dua penjajah, termasuk Partisan Soviet yang sering menganggap Polandia Bawah Tanah sebagai musuh yang setara dengan Jerman dan sejak tahun 1943, diizinkan oleh komandonya untuk melaporkannya ke Nazi. Karena semakin intens, musim gugur tahun 1943, terjadi perang antara Tentara Dalam Negeri dengan Partisan Soviet di Polandia, beberapa komandan tentara Polandia, menerima senjata dan amunisi dari Jerman untuk melawan pasukan komunis.[122] Pada tahun 1944, diam-diam Jerman mempersenjatai beberapa satuan-satuan regional Tentara Dalam Negeri yang beroperasi di wilayah-wilayah Novogrudok dan Vilnius. Kerja sama Tentara Dalam Negeri dengan Nazi dikecam oleh Kazimierz Sosnkowski, panglima Pemerintahan Polandia dalam pengasingan yang memerintahkan para perwira-perwira yang bertanggung jawab, diadili di Pengadilan Militer.[123]Pasukan Tentara Dalam Negeri menggunakan senjata tersebut untuk melawan Jerman dalam Operasi Ostra Brama, dalam upayanya merebut wilayah Vilnius (bahasa Polandia: Wilno).[124] Pengaturan-pengaturan tersebut adalah murni taktis dan tidak membuktikan jenis ideologi kolaborasi sebagaimana yang ditunjukkan oleh rezim Vichy di Prancis dan rezim Quisling di Norwegia[38] atau kepemimpinan Organisasi Nasionalis Ukraina (OUN) di Distrik Galisia.[125] Seorang ahli sosiologi Tadeusz Piotrowski, mengutip ucapan Joseph Rothschild yang mengatakan "Tentara Dalam Negeri Polandia adalah bersih dari kolaborasi" dan bahwa "kehormatan Tentara Dalam Negeri secara keseluruhan jauh dari tercela."[38] Mantan Perdana Menteri Polandia Leon Kozłowski, dibebaskan dari penjara Soviet dan menyeberang ke zona Polandia pendudukan Jerman pada bulan Oktober 1941. Meskipun konteks dan alasan dari tindakannya tersebut tidak diketahui.[126] Sejarawan Gunnar S. Paulsson memperkirakan bahwa di Warsawa, jumlah penduduk Polandia yang bekerja sama dengan Nazi selama pendudukan, mungkin sekitar 1 atau 2 persen.[116] Buronan Yahudi (dan anggota perlawanan) diserahkan ke Gestapo oleh apa yang disebut dengan szmalcownik dengan imbalan uang.[127] Segera setelah Jerman mengambil alih kota Jedwabne pada bulan Juli 1941, kemudian pogrom Jedwabne dijalankan. Keadaan sebenarnya dari apa yang terjadi selama pogrom tersebut tidaklah jelas dan menjadi perdebatan sengit. Menurut penyelidikan yang selesai pada tahun 2002 oleh Komisi Penuntutan Kejahatan terhadap Polandia (IPN), setidaknya 340 keluarga Yahudi dikumpulkan ke hadapan Ordnungspolizei, lalu di kunci dalam sebuah gudang yang kemudian dibakar oleh warga Polandia di Jedwabne.[128][129] Menurut beberapa catatan, hal tersebut dilakukan berdasarkan tekanan dan paksaan dari Jerman.[130] Perlawanan di PolandiaPerlawanan bersenjata dan Negara Bawah TanahGerakan perlawanan Polandia dalam Perang Dunia II adalah gerakan yang terbesar di seluruh wilayah Eropa yang diduduki.[131] Perlawanan terhadap pendudukan Jerman dimulai hampir sekaligus, termasuk perang gerilya. Aktivitas konspirasi komando militer yang terpusat, dimulai dari Organisasi Layanan untuk Kemenangan Polandia (bahasa Polandia: Służba Zwycięstwu Polski) yang dibentuk tanggal 27 September 1939. Partai politik Polandia sebelum perang juga melanjutkan aktivitasnya.[46] Organisasi Layanan ini kemudian berganti menjadi Pemerintahan Polandia dalam pengasingan di Paris dengan Persatuan Perjuangan Bersenjata (bahasa Polandia: Związek Walki Zbrojnej), yang ditempatkan di bawah komando Jenderal Kazimierz Sosnkowski, seorang menteri dalam Pemerintahan tersebut.[132] Pada bulan Juni 1940, Perdana Menteri Pemerintahan dalam pengasingan dan komandan militer Władysław Sikorski, menunjuk Jenderal Stefan Rowecki, tinggal di Polandia sebagai Kepala Persatuan Perjuangan Bersenjata.[133] Sebuah kekuatan partisan dari gerakan para petani yang disebut dengan Bataliony Chłopskie yang aktif sejak Agustus 1940, beranggotakan hingga 150.000 orang pada Juni 1944.[134] Tentara Dalam Negeri (AK) yang setia kepada Pemerintahan dalam pengasingan pada waktu itu di London dan kekuatan militer dari Negara Bawah Tanah Polandia, dibentuk dari Persatuan Perjuangan Bersenjata dan kelompok-kelompok lain pada bulan Februari 1942. Pada bulan Juli, jumlah pasukannya mendekati 200.000 tentara yang berhasil melakukan banyak operasi-operasi anti-Nazi.[57] Organisasi partisan komunis Gwardia Ludowa, kemudian menjadi Armia Ludowa adalah formasi organisasi sayap kiri yang lebih kecil, didukung oleh Uni Soviet dan dikendalikan oleh Partai Pekerja Polandia. Organisasi Militer Nasional (bahasa Polandia: Narodowa Organizacja Wojskowa) adalah struktur militer dari Partai Nasional. Kemudian pasukannya terpecah pada tahun 1942, lalu kembali terpecah tahun 1944, sebagian besar anggotanya bergabung dengan AK, sedangkan sisanya membentuk barisan Angkatan Bersenjata Nasional (bahasa Polandia: Narodowe Siły Zbrojne atau NSZ) yang beroperasi secara terpisah.[134] Pada pertengahan tahun 1944, terjadi penggabungan dari formasi-formasi Bawah Tanah[135] dan jumlah anggota AK sekitar 400.000 orang, tetapi suplai senjatanya tetap sangat terbatas.[57][133][136][137] Menurut sejarawan Polandia Antoni Czubiński, AK beranggotakan hingga 300.000 tentara, dan sekitar 230.000 melakukan tindakan sabotase dan pengalihan selama perang.[138] Menurut filsuf Zbigniew Mikołejko, sekitar 200.000 tentara dan warga sipil turut berpartisipasi dalam kegiatan Tentara Dalam Negeri selama perang.[139] Namun, sumber daya Tentara Dalam Negeri sangatlah tidak mencukupi, sehingga hanya dapat memenuhi kebutuhan 30.000 pejuang pada musim semi 1944.[135] Serangan-serangan partisan juga menjadi terhambat karena kebijakan aksi pembalasan oleh Nazi terhadap penduduk sipil, termasuk eksekusi massal terhadap individu-individu yang ditangkap secara acak.[61] Biasanya Nazi akan membunuh seratus warga sipil Polandia terhadap setiap orang Jerman yang terbunuh oleh gerakan perlawanan.[140] AK mengalami kesulitan untuk membangun dirinya sendiri di Provinsi wilayah Timur Kresy dan di wilayah Barat yang dianeksasi oleh Jerman. Jenderal Stefan Rowecki ditangkap oleh Gestapo pada tahun 1943 karena dikhianati.[137] Negara Bawah Tanah dimulai sejak bulan April 1940, ketika Pemerintah dalam pengasingan merencanakan untuk mendirikan tiga "delegasi" dalam Polandia yang diduduki yakni, Pemerintahan Umum, wilayah yang dianeksasi Jerman dan wilayah yang dianeksasi Uni Soviet. Setelah kejatuhan Prancis, struktur tersebut diubah, sehingga hanya menyertakan satu delegasi, yakni Delegasi Pemerintah untuk Polandia (bahasa Polandia: Delegatura Rządu Rzeczypospolitej Polskiej).[61] Negara Bawah Tanah didukung oleh Blok utama Polandia sebelum perang, termasuk Partai Rakyat (bahasa Polandia: Stronnictwo Ludowe), Partai Sosialis (bahasa Polandia: Polska Partia Socjalistyczna), Partai Nasionalis, Partai Katolik dan menyerap banyak pendukung dari gerakan politik Sanasi yang direndahkan karena kekalahannya pada tahun 1939. Partai-partai tersebut menjalin kerja sama secara rahasia pada bulan Februari 1940 dan memusatkan perhatiannya pada demokrasi parlementer Polandia pasca-perang. Sejak musim gugur 1940, "Negara" dipimpin oleh seorang politisi Polandia Cyryl Ratajski, yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam pengasingan di London. Negara Bawah Tanah mempertahankan kelangsungan kenegaraan Polandia dengan mengadakan berbagai aktivitas politik, militer, administratif, sosial, budaya, pendidikan dan aktivitas lainnya, dalam batas-batas yang mudah dilaksanakan di lingkungan konspirasi. Pada bulan November 1942, seorang utusan khusus bernama Jan Karski, diutus ke London dan kemudian ke Washington untuk memperingatkan pihak Sekutu Barat tentang pemusnahan orang-orang Yahudi di Polandia yang akan terjadi dalam waktu dekat. Jan Karski dapat menyampaikan pengamatan pribadinya kepada pemimpin Yahudi di Amerika dan ia bertemu dengan Presiden Franklin D. Roosevelt.[57][133] Setelah Operasi BarbarossaLeopold Trepper, seorang komunis Yahudi-Polandia yang bekerja sebagai ahli mata-mata dan Kepala jaringan Orkestra Merah di Eropa Barat. Ia menjadi sadar dan memberitahu Josef Stalin tentang Operasi Barbarossa yang direncanakan oleh Nazi, tetapi pemimpin Soviet tersebut tidak menerima peringatan sebelumnya tentang invasi Nazi yang akan segera terjadi (Josef Stalin juga tidak menerima peringatan serupa dari perwira intelijen Richard Sorge yang berada di Jepang).[141] Di Polandia, komunis dan ekstemis sayap kanan yang tidak bergabung dengan koalisi atau yang tidak diakui oleh Delegasi Pemerintah, lebih aktif setelah penyerbuan Nazi ke Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa tahun 1941. Situasi gerakan perlawanan Polandia menjadi lebih berat oleh fakta bahwa, pada waktu itu Sekutu Barat menugaskan Polandia ke wilayah operasi Uni Soviet dan sikap Inggris yang menahan diri dan membatasi dukungan langsung terhadap gerakan perlawanan di wilayah tengah Eropa bagian Timur.[57][133][137][142] Setelah Operasi Barbarossa, Partisan Soviet juga berkembang dan menjadi aktif secara militer di Pemerintahan Umum. Partisan ini secara umum sejajar dengan sayap kiri Polandia Gwardia Ludowa dan menimbulkan ancaman signifikan bagi otoritas AK yang tidak mengadopsi kebijakan konfrontasi secara langsung dan lebih luas dengan pihak Nazi hingga tahun 1943. Partisan Soviet sangat lazim di Belarus dan daerah lain di Kresy.[h] Keberadaan berbagai formasi partisan yang kerap mewakili orientasi politik tanpa kompromi, mengikuti strategi militer yang kontradiktif dan saling bermusuhan, termasuk partisan Yahudi, Angkatan Bersenjata Nasional, Bataliony Chłopskie (terkadang sayap kanan, beberapa sayap kiri) dan kelompok-kelompok kriminal bersenjata dengan sasaran warga setempat. Hal tersebut mengakibatkan bentrokan bersenjata, pembunuhan serta menciptakan iklim kekacauan dan ketidakpastian. Partisan Soviet dibangun keunggulannya oleh tentara Uni Soviet di Front Timur, yang mendekati perbatasan Timur Polandia sebelum perang.[144][145][143] Dengan dorongan Josef Stalin, institusi komunis Polandia didirikan, yang bersaing dengan Pemerintah dalam pengasingan dan Negara Bawah Tanah. Institusi komunis termasuk Partai Pekerja Polandia (sejak Januari 1942) dan Dewan Nasional Negara (KRN) di wilayah pendudukan Polandia, sebagaimana Persatuan Partriot Polandia (bahasa Rusia: Союз Польских Патриотов) di Uni Soviet.[133] Kelompok Organisasi Pertempuran Yahudi (bahasa Polandia: Żydowska Organizacja Bojowa atau ZOB) melakukan perlawanan bersenjata pada tahun 1943. Pada bulan April, Jerman mulai mendeportasi sisa orang-orang Yahudi di Ghetto Warsawa, yang memprovokasi terjadinya peristiwa Pemberontakan Ghetto Warsawa (berlangsung tanggal 19 April–16 Mei 1943). Para pemimpin Yahudi-Polandia mengetahui bahwa aksi pemberontakan tersebut akan ditumpas Jerman, tetapi mereka lebih memilih untuk gugur dalam perlawanan daripada dideportasi menuju kematiannya di kamp-kamp pemusnahan.[57] Pada bulan Agustus 1943 dan Maret 1944, Negara Bawah Tanah mengumumkan rencana jangka panjangnya, yang sebagian dirancang untuk melawan ketertarikan dari beberapa usulan Komunis. Rencana tersebut menjanjikan Demokrasi parlemen, Reformasi pertanahan, Nasionalisasi industri-industri dasar, membentuk Serikat pekerja yang lebih kuat, tuntutan kompensasi atas wilayah teritorial dari Jerman dan membangun kembali wilayah perbatasan bagian Timur ke sebelum tahun 1939. Sehingga dalam hal politik, perbedaan utama antara Negara Bawah Tanah dan Komunis, bukanlah berarti reformasi radikal ekonomi dan sosial yang didukung oleh kedua belah pihak, tetapi kepada sikap mereka terhadap kedaulatan nasional, perbatasan dan hubungan Polandia-Uni Soviet.[133][146] Operasi Tempest dan Pemberontakan WarsawaAwal tahun 1943, Tentara Dalam Negeri (AK) membangun kekuatannya dalam mempersiapkan pemberontakan nasional.[133] Situasi tersebut kemudian semakin rumit dengan berlanjutnya kekuatan Jerman dan ancaman dengan kehadiran progres Uni Soviet, yang mempromosikan visi teritorial dan politik Polandia masa depan yang bertolak belakang dengan apa yang diperjuangkan oleh para pemimpin Polandia. Sebuah parlemen semu yang bernama Dewan Persatuan Nasional (bahasa Polandia: Rada Jedności Narodowej atau RJN), dibentuk sebagai institusi di wilayah pendudukan Polandia tanggal 9 Januari 1944, yang diketuai oleh seorang sosialis Kazimierz Pużak. Rencana untuk mendirikan otoritas negara Polandia sebelum kedatangan Uni Soviet di beri nama sandi Operasi Tempest yang dimulai sejak akhir tahun 1943. Elemen-elemen utama yang akan jalankan adalah operasi militer Tentara Dalam Negeri Divisi Infanteri Ke-27 di Volhinia (sejak Februari 1943), Operasi Ostra Brama di Vilnius dan Pemberontakan Warsawa. Dalam sebagian besar pertempuran Uni Soviet-Polandia, Uni Soviet bersama sekutunya, akhirnya memilih untuk tidak bekerja sama dengan AK dan memberlakukan aturannya tanpa belas kasihan dalam hal Pemberontakan Warsawa, Uni Soviet menunggu Jerman mengalahkan aksi pemberontak. Angkatan Bersenjata Nasional (NSZ, organisasi militer Polandia sayap kanan) menyerukan untuk menghentikan perang terhadap Jerman dan memusatkan perhatian pada perjuangan melawan komunis dan ancaman Uni Soviet.[147][148] Karena kegagalan Operasi Tempest untuk meraih tujuannya di wilayah sengketa Provinsi bagian Timur (Kresy), Uni Soviet menuntut agar AK dibubarkan disana dan tentara-tentara Bawah Tanah mendaftar ke Angkatan Bersenjata Polandia Pertama (1944-1945) yang bersekutu dengan Uni Soviet. Panglima AK Tadeusz Bór-Komorowski, patuh dengan tuntutan Uni Soviet dan membubarkan formasi AK pada akhir Juli 1944 di Sungai Bug dan memerintahkan tentaranya untuk bergabung dengan Angkatan Bersenjata yang dipimpin oleh Zygmunt Berling tersebut. Beberapa tentara mengikuti perintah, beberapa yang lain menolak dan banyak lainnya ditangkap serta dianiaya oleh Uni Soviet.[149] Pada musim panas tahun 1944, saat pasukan Uni Soviet mendekati Warsawa, AK mempersiapkan pemberontakan di ibu kota, wilayah pendudukan Jerman dengan tujuan politik untuk mendahului pengakuan Pemerintahan Komunis di Polandia. Panglima tertinggi di London, Kazimierz Sosnkowski menentang strategi AK yang melancarkan perang terbuka melawan pasukan Jerman pada malam kedatangan pasukan tentara Uni Soviet (dalam hal apapun, cakupan efektif dari upaya militer tersebut terbatas, karena kekurangan sumber daya dan tekanan pihak luar) sebagai tindakan yang merugikan diri sendiri bagi AK. Ia kemudian mengutus Jenderal Leopold Okulicki ke Polandia pada bulan Mei 1944, menginstruksikannya untuk tidak mengizinkan aksi pemberontakan dilanjutkan. Ketika tiba di Polandia, Jenderal Leopold Okulicki ternyata mengejar gagasannya sendiri dan di Warsawa, ia menjadi pendukung yang paling bersemangat atas aksi pemberontakan tersebut dan mendorong dimulainya aksi permusuhan anti-Jerman. Perdana Menteri Stanisław Mikołajczyk, yang mengira bahwa aksi pemberontakan tersebut akan meningkatkan posisi tawarnya dalam negosiasi mendatang dengan Josef Stalin, lalu menghubungi delegasi Pemerintah Jan Stanisław Jankowski pada tanggal 27 Juli, mengumumkan persetujuan Pemerintah dalam pengasingan untuk menerbitkan pernyataan aksi pemberontakan oleh otoritas Bawah Tanah Polandia di Warsawa, pada waktu yang ditentukan oleh mereka. Bagi beberapa Panglima Bawah Tanah, keruntuhan Jerman dan masuknya Uni Soviet sepertinya tidak akan lama lagi dan AK yang dipimpin oleh Tadeusz Bór-Komorowski, melancarkan aksi pemberontakan pada tanggal 1 Agustus 1944. Pasokan dan peralatan para pemberontak hanya cukup untuk pertempuran beberapa hari saja dan aksi pemberontakan direncanakan untuk berlangsung tidak lebih dari itu. Pada tanggal 3 Agustus, Stanisław Mikołajczyk berunding dengan Josef Stalin di Moskwa, mengumumkan "membebaskan Polandia kapan saja sekarang" dan meminta bantuan militer.[138][147][148][149][150] Josef Stalin berjanji untuk membantu aksi para pemberontak, tetapi mengetahui bahwa pasukan tentara Uni Soviet masih terpisah di Warsawa oleh konsentrasi pasukan musuh yang kuat dan sejauh ini tak terkalahkan.[151] Di Warsawa, Jerman ternyata masih sangat kuat dan para pemimpin Uni Soviet beserta pasukannya yang terdekat, tidak berunding terlebih dahulu, bertolak belakang dengan harapan para pemberontak yang diberikan bantuan. Josef Stalin tidak tertarik dengan keberhasilan aksi pemberontakan dan setelah kegagalan perundingannya dengan Stanisław Mikołajczyk, agensi informasi berita TASS (bahasa Rusia: Информацио́нное аге́нтство Росси́и atau TACC) menyatakan dalam siaran tanggal 13 Agustus bahwa "tanggung jawab atas peristiwa di Warsawa, sepenuhnya berada pada lingkaran imigran di London."[151] Polandia memohon bantuan kepada Sekutu Barat. Angkatan Udara Britania Raya dan Angkatan Udara Polandia yang berpangkalan di Italia, menurunkan beberapa persenjataan, tetapi hanya sedikit yang dapat dicapai tanpa keterlibatan Uni Soviet. Didesak oleh Komite Polandia untuk Pembebasan Nasional dan para pemimpin Sekutu Barat, Josef Stalin akhirnya mengirimkan bantuan melalui udara bagi para pemberontak Warsawa dan memberikan bantuan militer terbatas. Pasokan bantuan udara Uni Soviet berlanjut dari tanggal 13 hingga 29 September dan operasi bantuan dari Amerika diizinkan untuk mendarat di wilayah Polandia pendudukan Uni Soviet, tetapi pada saat itu wilayah yang dikuasai pemberontak telah sangat berkurang dan banyak material bantuan yang hilang. Kegagalan Jenderal Zygmunt Berling atas upayanya yang mahal untuk mendukung para pejuang pada tanggal 15–23 September dengan menggunakan pasukannya (satuan Angkatan Bersenjata Pertama atau First Army yang menyeberangi Sungai Vistula tetapi dibantai dalam pertempuran di Pangkalan terdepan) menggagalkan karier Jenderal Berling sendiri.[138][147][150][152][i] Uni Soviet menghentikan serangannya di Sungai Vistula hingga beberapa bulan, mengalihkan perhatiannya pada Serangan Jassy–Kishinev di wilayah Selatan menuju ke Balkan.[154] Pada awalnya, formasi AK mengambil alih sebagian besar wilayah di ibu kota Polandia, tetapi sejak tanggal 4 Agustus mereka harus membatasi upaya pertahanannya dan teritorial di bawah kendali Polandia terus menyusut. AK di Distrik Warsawa memiliki 50.000 anggota, mungkin hanya 10% di antaranya yang memiliki senjata api. Mereka menghadapi pasukan khusus Jerman, diperkuat oleh 22.000 tentara yang sebagian besar Schutzstaffel (SS), berbagai pasukan terlatih dan satuan pasukan tambahan hingga total 50.000 tentara. Polandia merencanakan akan membentuk Pemerintah Polandia sementara untuk menyambut kedatangan Uni Soviet, tetapi rencana tersebut tidak tercapai. Jerman dan sekutunya, terlibat dalam pembantaian massal warga sipil, termasuk antara 40.000 hingga 50.000 pembunuhan besar-besaran di Distrik Wola, Ochota dan Mokotów. SS dan satuan tambahan merekrut anggota dari tentara Soviet yang desersi (untuk Brigade Dirlewanger dan Brigade S.S. Sturmbrigade R.O.N.A.) yang sangat brutal.[147][150][155][156][157][158] Setelah aksi pemberontakan menyerah pada tanggal 2 Oktober 1944, para prajurit AK diberikan status tawanan perang oleh Jerman, tetapi warga sipil tetap tidak terlindungi, sementara yang berhasil selamat, diberikan hukuman dan dievakuasi. Korban warga sipil Polandia yang tewas setidaknya 150.000 orang dan kurang dari 20.000 Tentara Dalam Negeri juga menjadi korban. Pasukan Jerman kehilangan lebih dari 2.000 orang.[158][159] Angkatan Bersenjata Pertama Polandia juga kehilangan kurang dari 3.000 prajurit dalam upaya penyelamatannya yang gagal.[160] 150.000 warga sipil dikirim ke kamp-kamp kerja paksa di Reich atau ke kamp-kamp konsentrasi di Auschwitz, Ravensbrück dan Mauthausen-Gusen.[152][155][161] Kota Warsawa luluh lantak di bombardir Jerman, setelah sebelumnya dijarah hasil karya seni dan harta benda lainnya secara sistematis yang kemudian dibawa ke Jerman.[162] Jenderal Kazimierz Sosnkowski yang mengkritik kelambanan Sekutu, dibebastugaskan dari kedudukannya. Setelah kekalahan Operasi Tempest dan Pemberontakan Warsawa, perlawanan yang tersisa (Negara Bawah Tanah dan AK) berakhir dengan ketidakstabilan, dilemahkan dengan reputasi yang rusak, pada saat ketika proses pengambilan keputusan internasional, berdampak kepada masa depan Polandia yang akan segera berakhir. Pemberontakan Warsawa memungkinkan bagi Jerman untuk menghancurkan AK sebagai kekuatan tempur, tetapi yang diuntungkan utamanya adalah Uni Soviet dan komunis, yang dapat memaksakan pemerintahan komunis di Polandia pasca-perang dengan mengurangi risiko perlawanan bersenjata. Uni Soviet dan sekutunya Angkatan Bersenjata Pertama Polandia, melanjutkan serangannya, memasuki Warsawa pada tanggal 17 Januari 1945. Tentara Dalam Negeri yang ditempatkan di bawah komando Jenderal Okulicki, setelah Jenderal Bór-Komorowski menjadi tawanan Jerman, mengalami demoralisasi yang sangat parah pada akhir tahun 1944. Jenderal Okulicki menerbitkan perintah untuk membubarkan AK tanggal 19 Januari 1945, yang kemudian disetujui oleh Presiden Władysław Raczkiewicz. Pada bulan Januari tersebut, AK secara resmi dibubarkan.[147][150][155][163][164] Struktur sipil Negara Bawah Tanah dipertahankan keberadaanya dan berharap dapat turut ambil bagian dalam pemerintahan Polandia yang akan datang.[165] Holokaus di PolandiaYahudi di PolandiaTerlepas dari berbagai bentuk pelecehan anti-Yahudi yang terjadi di Polandia sebelum perang, masyarakat Yahudi di Polandia berkembang dengan pesat dan menjadi yang terbesar di Eropa.[2] Oleh karenanya, masyarakat Yahudi merupakan mayoritas dari kaum Borjuis perkotaan dan masyarakat miskin di kota-kota lainnya.[166] Pada tahun 1938, Pemerintah Polandia menerbitkan Undang-undang yang mencabut kewarganegaraan bagi penduduk yang tinggal di luar Polandia selama lebih dari lima tahun. Undang-undang tersebut ditujukan dan digunakan untuk mencegah puluhan ribu Yahudi di Austria dan Jerman yang diancam dan diusir oleh rezim Nazi, untuk kembali ke Polandia.[167] Pada bulan Desember 1939, seorang pejuang perlawanan dan diplomat Polandia, Jan Karski menulis bahwa menurut pendapatnya, beberapa orang Polandia merasa cemas dan terhina melihat perlakuan Nazi yang anti-Yahudi, sementara lainnya melihat perlakuan ini penuh ketertarikan dan kagum. Ia mengingatkan akan ancaman demoralisasi dari segmen yang luas terhadap masyarakat Polandia, karena dasar kesamaan sempit yang Nazi miliki dengan banyak etnis Polanda tentang permasalahan Yahudi.[168] Antisemitisme lokal yang didorong oleh Nazi, memperbesar propagandanya, sehingga mengakibatkan selama perang banyak peristiwa kekerasan yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi.[50] Menurut Laurence Weinbaum, yang mengutip kata-kata Aleksander Smolar, "masyarakat Polandia masa perang ... tak ada stigma kerja sama yang terkait dengan tindakan melawan Yahudi."[169] Menurut peneliti dan penulis Anna Bikont, sebagian besar orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari Ghetto-ghetto, tidak akan dapat bertahan dari perang, bahkan jika mereka memiliki sumber daya dan hubungan sosial, karena warga etnis Polandia secara gigih dan terus-menerus mengeluarkannya dari lingkungan masyarakat Polandia.[170] Penganiayaan Nazi dan penghapusan ghettoPenganiayaan orang-orang Yahudi oleh Pemerintah pendudukan Nazi, terutama di wilayah perkotaan, dimulai segera setelah pendudukan Polandia. Dalam satu setengah tahun pertama, Jerman menahan diri untuk melucuti harta benda orang-orang Yahudi dan menggiringnya ke ghetto-ghetto serta dijadikan tenaga kerja paksa di industri-industri yang berhubungan dengan perang.[171] Ribuan orang Yahudi yang berhasil selamat dengan tetap berada di luar ghetto.[52] Dalam periode ini, kepemimpinan masyarakat Yahudi yang disebut dengan Judenrat atau Dewan Yahudi, diperlukan di setiap kota dengan jumlah populasi Yahudi yang besar, sebagai penghubung antara Jerman dengan masyarakat Yahudi.[171] Selama tahapan awal ini, puluhan ribu orang Yahudi telah meninggal karena berbagai sebab, seperti ghetto yang penuh sesak, penyakit dan kelaparan.[172] Bagi mereka yang selamat, didukung oleh badan swadaya sosial, perdagangan informal, penyelundupan makanan dan kebutuhan sehari-hari kedalam ghetto.[173] Ghetto-ghetto dihapuskan karena para penghuninya telah dikirim ke kamp-kamp pemusnahan dan kerja paksa. Salah satu ghetto terbesar, Ghetto Łódź merupakan ghetto yang paling terisolasi dan bertahan paling lama (sejak April 1940 hingga Agustus 1944), karena barang-barang yang diproduksi di sana diperuntukkan bagi perekonomian perang Nazi.[50][174] Deportasi orang-orang Yahudi di Ghetto Warsawa dimulai sejak bulan Juli 1942. Mereka difasilitasi oleh kolaborator seperti Polisi Ghetto Yahudi dan pihak yang berseberangan dengan kaum perlawanan, termasuk Organisasi Pertempuran Yahudi (ŻOB).[175] Diperkirakan 500.000 orang Yahudi tewas di ghetto-ghetto dan 250.000 lainnya dibunuh selama program pemusnahan.[50] Sementara banyak orang Yahudi yang bereaksi terhadap nasibnya dengan ketidakpercayaan dan pasif, pemberontakan tetap terjadi, termasuk di kamp Treblinka, kamp Sobibór dan sejumlah ghetto lainnya. Organisasi sayap kiri ŻOB dibentuk di Ghetto Warsawa pada bulan Juli 1942 dan langsung dipimpin oleh Mordechai Anielewicz. Pembubaran terakhir dari sisa populasi ghetto, dimulai oleh Nazi pada tanggal 19 April 1943. Ratusan pejuang-pejuang Yahudi melakukan pemberontakan yang dibantu juga oleh pasukan Tentara Dalam Negeri dan beberapa warga Warsawa. Pemberontakan tersebut berlangsung hingga tanggal 16 Mei 1943, yang mengakibatkan ribuan orang Yahudi terbunuh dan puluhan ribu lainnya dikirim ke kamp Treblinka. Pemusnahan kaum YahudiSetelah serbuan Jerman ke Uni Soviet (Operasi Barbarossa) bulan Juni 1941, regu pemusnahan khusus (Einsatzgruppen) diatur untuk membunuh orang-orang Yahudi di wilayah Timur Polandia yang dianeksasi oleh Uni Soviet tahun 1939.[176] Penganiayaan anti-Yahudi oleh Nazi, merupakan karakteristik bagian dari genosida dan sejak musim gugur tahun 1941 merupakan Solusi Akhir yang terorganisir.[172][72] Setidaknya 150.000 orang Yahudi dibunuh di Kamp pemusnahan Chełmno, dekat Łódź yang dioperasikan terlebih dahulu pada tanggal 8 Desember 1941.[177] Sekitar dua juta orang Yahudi dibunuh setelah dimulainya Operasi Barbarossa, sebagian besar oleh Jerman, di daerah-daerah di mana keberadaan Uni Soviet digantikan oleh pendudukan Nazi. Terutama pada minggu-minggu awal serangan, ribuan orang Yahudi dibunuh oleh penduduk setempat di sebelah barat dari zona Soviet sebelumnya, seperti di Negara-negara Baltik, Polandia Timur dan Ukraina Barat. Pogrom yang didukung oleh Jerman, terkadang dilakukan terutama oleh penduduk setempat, termasuk oleh orang-orang Lituania, Belarus, Ukraina dan Polandia.[178][72] Pada tahun 1942, Jerman terlibat dalam pembunuhan sistematis orang-orang Yahudi, dimulai dari masyarakat Yahudi di Pemerintahan Umum yang memiliki jumlah populasi Yahudi terbesar di Eropa dan ditujukan menjadi lokasi utama untuk pendirian tempat-tempat pemusnahan bagi orang Yahudi.[51] Enam Kamp pemusnahan (Auschwitz, Bełżec, Chełmno, Majdanek, Sobibor dan Treblinka) dibangun untuk tindakan yang paling ekstrem, Holokaus. Tempat pembunuhan massal bagi jutaan orang-orang Yahudi dari Polandia dan negara lainnya, dilakukan antara 1942–1945.[176] Hampir tiga juta orang Yahudi dibunuh, sebagian besar di kamp-kamp pemusnahan sebagai bagian dari apa yang disebut dengan Operasi Reinhard.[174] Tahanan dari berbagai negara ditahan di Auschwitz dan beberapa bagian dari kompleks tersebut digunakan sebagai kamp kerja paksa yang brutal dan mematikan, tetapi sekitar 80% dari orang-orang Yahudi yang datang ke kamp tersebut, langsung diseleksi untuk dibunuh (sekitar 900.000 orang). Tidak seperti Treblinka atau Bełżec, Auschwitz tidak secara langsung menjadi kamp kematian, tetapi tetap menjadi kamp dengan jumlah korban Yahudi tertinggi.[172][179][j] Populasi Yahudi di Polandia sebelum perang sekitar tiga juta penduduk, tetapi hanya sekitar atau diatas 10% saja yang berhasil selamat dari perang.[172] Menurut Halik Kochanski, antara 50.000 hingga 100.000 penduduk yang berhasil selamat dari perang, bersembunyi dengan dibantu oleh warga Polandia lainnya, tetapi menurut Andrzej Leon Sowa, yang selamat hanya antara 30.000 hingga 60.000 penduduk. Dawid Warszawski menulis, diperkirakan 50.000 Yahudi yang selamat di Polandia, sebagian besar di kamp-kamp konsentrasi.[180] Menurut sejarawan Jan Grabowski, sekitar 35.000 penduduk Yahudi Polandia berhasil selamat dari perang di Polandia, tetapi ia memperkirakan kematian orang-orang Yahudi disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh orang-orang etnis Polandia hingga mencapai ratusan ribu korban (korban dari Polisi Biru dan warga sipil). Sekitar 250.000 orang-orang Yahudi berhasil melarikan diri dari wilayah pendudukan Jerman dan sebagian besar menuju ke Uni Soviet. Di kamp Treblinka (dengan jumlah korban Yahudi tertinggi, sama dengan kamp Auschwitz) dan lokasi-lokasi kamp pemusnahan lainnya, Heinrich Himmler memerintahkan tindakan yang bertujuan untuk merahasiakan kejahatan Nazi dan mencegah hal ini terbongkar.[174][177][181] Orang Rom juga ditandai oleh Nazi untuk segera dimusnahkan. Dari 80.000 orang Rom yang tinggal di Polandia, 30.000 berhasil selamat dari pendudukan Jerman.[177] Upaya bantuan untuk YahudiBeberapa warga Polandia mencoba untuk membantu orang-orang Yahudi. Komite Sementara untuk Bantuan Yahudi (bahasa Polandia: Tymczasowy Komitet Pomocy Żydom) didirikan pada tanggal 27 September 1942, atas prakarsa tokoh pergerakan Polandia, Zofia Kossak-Szczucka dan Wanda Krahelska-Filipowicz. Komite ini kemudian menjadi Badan Bantuan Yahudi (bahasa Polandia: Rada Pomocy Żydom), dikenal dengan kode Żegota, di bawah naungan Delegasi Pemerintah untuk Polandia.[57] Żegota terkenal karena operasi penyelamatan anak-anak yang dipimpin oleh seorang pekerja sosial Irena Sendler. Anak-anak Yahudi diselundupkan keluar dari Ghetto Warsawa, sebelum ghetto tersebut dihapuskan.[182] Karena aksi tersebut, warga Polandia merupakan jumlah tertinggi yang menerima penghargaan sebagai Orang Baik dari Berbagai Bangsa di Museum Yad Vashem.[183] Ribuan orang Yahudi diselamatkan melalui bantuan Andrey Sheptytsky dari Uskup metropolit, Gereja Katolik Yunani Ukraina di Ukraina Barat.[53] Membantu orang-orang Yahudi pada saat itu merupakan suatu tindakan yang sangat berbahaya, karena orang-orang yang terlibat akan mengungkap dirinya dan keluarganya kepada hukuman mati yang akan dijatuhkan Nazi. Kebijakan resmi Pemerintah Polandia dalam pengasingan dan Negara Bawah Tanah Polandia, menyerukan untuk membantu orang-orang Yahudi. Namun, mereka yang bereaksi atas peristiwa tragis dan terhambat oleh apa yang dicirikan oleh Jenderal Stefan Rowecki dalam masyarakat Polandia, sebagai perilaku yang sangat antisemit, yakni geng atau kelompok-kelompok dan individu yang mencela orang-orang Yahudi dan menjadikannya korban. Organisasi-organisasi sayap kanan seperti Kamp Nasional-Radikal (bahasa Polandia: Obóz Narodowo-Radykalny atau ONR) dan Angkatan Bersenjata Nasional (NSZ) tetap dengan sikapnya yang sangat antisemit selama periode pendudukan.[184] Konflik Polandia-UkrainaLatar belakangKonflik etnis berdarah, meletus selama Perang Dunia II di daerah-daerah yang sekarang berada di wilayah Ukraina bagian Barat, pada masa itu dihuni oleh orang-orang Ukraina dan minoritas Polandia (hingga baru-baru ini oleh orang-orang Yahudi, yang sebagian besar dibunuh oleh Nazi sebelum tahun 1943).[185] Orang-orang Ukraina menyalahkan Polandia karena mencegah munculnya Negara Nasional mereka dan kebijakan nasional Polandia (seperti kolonisasi militer di Kresy), gerakan teror yang berlangsung selama periode antarperang, dipimpin oleh Organisasi Nasionalis Ukraina (OUN). Otoritas negara Polandia menanggapi dengan pengamanan yang keras, di bawah Józef Piłsudski dan penerusnya. Peristiwa yang berlangsung pada tahun 1940-an tersebut adalah warisan yang pahit dan sebagai akibat dari berbagai faktor-faktor lain, seperti aktivitas Jerman Nazi dan Uni Soviet.[167][186] Ukraina yang secara umum diberi status inferior oleh Nazi sama seperti Polandia, dalam banyak hal menerima perlakuan yang lebih baik.[187] Namun, Jerman menggagalkan upaya Ukraina untuk mendirikan negara Ukraina, memenjarakan para pemimpin Ukraina dan membagi wilayah-wilayah yang diduduki menjadi dua unit administratif, di mana orang-orang Ukraina beranggapan bahwa wilayah tersebut adalah miliknya. Setelah kemenangan Uni Soviet di Stalingrad (sekarang Volgograd), kaum nasionalis Ukraina cemas akan terulangnya skenario pasca-Perang Dunia I, kekosongan kekuasaan karena ditinggalkan oleh kekuatan-kekuatan besar yang telah kehabisan sumber daya dan pengambilalihan bersenjata Ukraina Barat oleh Polandia. Tentara Pemberontak Ukraina (bahasa Ukraina: Українська повстанська армія atau UPA), berusaha untuk menciptakan masyarakat Ukraina homogen dengan menghabisi orang-orang Polandia yang bertujuan untuk membentuk sebuah negara tanpa ada orang Polandia atau sisa kepentingan Polandia. Penjajah Jerman, dengan kebijakan jangka panjangnya untuk memperburuk perseteruan Polandia-Ukraina, sebagian besar tidak mencampuri urusan dalam gerakan Pembersihan etnis.[50][185][188] Pembersihan etnisPerang konflik Polandia-Ukraina dimulai dengan Pembantaian orang Polandia (bahasa Polandia: rzeź wołyńska, atau Pembantaian Volhinia), sebuah gerakan pembunuhan massal etnis di sebelah Barat Reichskommissariat Ukraine (termasuk kedalam wilayah Voivodat Volhinia, Polandia sebelum perang). Seluruh konflik terutama berlangsung antara akhir Maret 1943 hingga Agustus 1947, melampaui Perang Dunia II.[189] Aksi tersebut sebagian besar diatur dan dilakukan oleh Tentara Pemberontak Ukraina (UPA) bersama dengan kelompok-kelompok warga dan petani Ukraina di tiga bekas Provinsi (Voivodat) Polandia, yang mengakibatkan terbunuhnya 50.000 hingga 60.000 jiwa warga sipil Polandia di Volhinia saja. Wilayah utama lain tempat pembantaian warga sipil Polandia di sebelah Timur Galisia (20.000–25.000 korban) dan sebelah Tenggara Provinsi Lublin (4.000–5.000 korban).[71] Puncak pembantaian terjadi antara bulan Juli–Agustus 1943, ketika seorang komandan senior UPA Dmytro Klyachkivsky, memerintahkan untuk pemusnahan seluruh penduduk etnis Polandia yang berusia antara 16–60 tahun.[190] Ratusan ribu warga Polandia melarikan diri dari wilayah konflik.[71] Pembantaian yang dilakukan oleh UPA menyebabkan pembersihan etnis dan pembunuhan balasan oleh Polandia terhadap warga lokal Ukraina baik di sisi Barat maupun Timur Garis Curzon.[123] Perkiraan jumlah korban warga Ukraina yang terbunuh sebagai akibat dari tindakan balasan Polandia antara 10.000–20.000 jiwa diseluruh wilayah konflik.[191][192][193] Sejarawan Ukraina memberikan jumlah perkiraan korban yang lebih tinggi.[71] Pembunuhan balasan dilakukan oleh Tentara Dalam Negeri, Bataliony Chłopskie dan unit-unit pertahanan diri Polandia.[123] Mereka ditahan untuk melakukan serangan membabi buta oleh Pemerintahan Polandia dalam pengasingan yang bertujuan untuk mengambil alih dan memerintah Ukraina bagian Barat setelah perang.[188] Sebagai akibat dari pertempuran sengit yang terjadi antara bulan Mei–Juni 1944, front Polandia-Ukraina dibentuk di sepanjang Sungai Huczwa dengan beberapa ribu partisipan di setiap sisi. Namun, hal tersebut tidak ada lagi hanya karena kedatangan Tentara Uni Soviet.[123] Pembersihan etnis dan melindungi homogenitas etnis mencapai puncaknya dengan penghapusan komunis Uni Soviet dan Polandia pasca-perang dari penduduk Polandia dan Ukraina di masing-masing sisi perbatasan Polandia-Soviet Ukraina dan penerapan Operasi Vistula, pembubaran orang-orang Ukraina masih terjadi di wilayah-wilayah pedesaan Polandia. Polandia-Ukraina saling berseteru secara brutal, baik pada masa pendudukan Jerman, maupun masa pendudukan Uni Soviet, yang mengakibatkan jatuhnya puluhan atau ratusan ribu korban jiwa dari kedua belah pihak (jumlah perkiraan berbeda-beda) selama berlangsungnya konflik.[54] Pemerintahan dalam pengasingan, kemenangan komunisPemerintahan Polandia di Prancis dan InggrisKarena pemimpin-pemimpin Pemerintah Polandia ditahan di Rumania, sehingga dibentuk pemerintahan baru di Paris sebagai Pemerintah dalam pengasingan. Di bawah tekanan Prancis, pada tanggal 30 September 1939 Władysław Raczkiewicz ditunjuk sebagai Presiden dan Władysław Sikorski sebagai Perdana Menteri dan Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Pemerintah dalam pengasingan, dibangun kembali di Barat sebagai kegiatan Bawah Tanah di Polandia (dalam pendudukan). Pemerintah dalam pengasingan diberi wewenang oleh pemimpin Pemerintah Sanasi yang ditahan di Rumania dan dianggap sebagai kepanjangan dari Pemerintah Polandia sebelum perang, tetapi dikelilingi oleh tekanan yang kuat dari simpatisan rezim Sanasi yang dipimpin oleh Presiden Władysław Raczkiewicz dan Jenderal Kazimierz Sosnkowski dengan oposisi anti-Sanasi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Władysław Sikorski, Jenderal Józef Haller dan politisi dari Partai-partai Polandia yang dipersekusi di masa Sanasi Polandia sebelumnya. Konstitusi Polandia April 1935, yang sebelumnya ditolak oleh oposisi karena tidak sah, tetap dipertahankan demi kelangsungan pemerintahan nasional. Presiden Raczkiewicz setuju untuk tidak memanfaatkan kekuasaannya yang luar biasa, diamanatkan oleh konstitusi tersebut, kecuali dalam perjanjian dengan Perdana Menteri. Terdapat seruan agar pengadilan perang menuntut para pemimpin yang bertanggung jawab atas kekalahan tahun 1939. Sikorski menahan upaya tersebut, tetapi mengizinkan berbagai bentuk persekusi bagi banyak orang buangan, yang dianggap terganggu oleh peran sebelumnya dalam lingkaran kekuasaan Polandia.[47][132] Dewan Nasional Polandia, sebuah kuasi-parlementer dan penasihat, dibentuk pada bulan Desember 1939. Dipimpin oleh negarawan senior Polandia Ignace Jan Paderewski sebagai ketua dan wakil ketuanya adalah Stanisław Mikołajczyk, pemimpin Partai Rakyat, Herman Lieberman, seorang sosialis dan Tadeusz Bielecki, seorang nasionalis.[47][132] Perang diharapkan segera berakhir dengan kemenangan Sekutu dan tujuan pemerintah untuk membangun kembali batas-batas negara Polandia pra-1939, ditambah Prusia Timur, Danzig (sekarang Gdańsk) dan rencana penyesuaian-penyesuaian signifikan di perbatasan Barat, yang secara keseluruhan dibiayai oleh Jerman. Pemerintah menganggap bahwa Polandia dalam keadaan perang dengan Jerman, tetapi tidak dengan Uni Soviet, hubungan dengan Uni Soviet yang tidak dapat ditentukan dengan jelas.[k] Masalah perbatasan Timur menempatkan pemerintah Polandia berbenturan kepetingan tidak hanya dengan Uni Soviet, tetapi juga dengan Sekutu Barat, di mana banyak politisi, termasuk Winston Churchill yang tetap beranggapan bahwa batas Timur Polandia yang tepat dalam "Garis Curzon". Pemerintah dalam pengasingan di Paris, diakui oleh Prancis, Inggris dan banyak negara lain dan sangat terkenal di Polandia (dalam pendudukan). pada musim semi 1940, sebanyak 82.000 tentara dimobilisasi di Prancis dan daerah lain. Prajurit dan kapal-kapal perang Polandia bertempur di Kampanye Norwegia.[132][195][196] Prancis diinvasi dan dikalahkan oleh Jerman. Satuan tentara Polandia yang tersebar dan melekat pada berbagai formasi Prancis, bertempur dalam pertahanan Prancis dan membantu Prancis mundur, kehilangan 1.400 prajuritnya. Pada tanggal 18 Juni 1940, Jenderal Sikorski pergi ke Inggris dan mengatur evakuasi pemerintahan dan Angkatan Bersenjata Polandia ke Kepulauan Britania. Hanya 19.000 prajurit dan penerbang yang dapat dievakuasi, yang berjumlah kurang dari seperempat anggota militer Polandia yang ditetapkan di Prancis.[196][197][l] Perseteruan di dalam lingkaran Pemerintah dalam pengasingan terus berlanjut. Pada tanggal 18 Juli, Presiden Raczkiewicz memecat Perdana Menteri Sikorski karena ketidaksetujuannya tentang kemungkinan kerja sama dengan Uni Soviet. Atas intervensi para pendukung Jenderal Sikorski di militer Polandia dan Pemerintah Inggris, Jenderal Sikorski dipekerjakan kembali, akan tetapi konflik internal di antara para emigran Polandia semakin intens.[136] Pilot-pilot Angkatan Udara Polandia (skuadron 303 RAF) menjadi terkenal karena sumbangsihnya yang luar biasa selama Pertempuran Britania.[198] Para marinir (Angkatan Laut Polandia) di kapal-kapal Polandia dan Britania, bertugas dengan istimewa dalam Pertempuran Atlantik.[136][199] Angkatan Darat Polandia pun turut berpartisipasi dalam Kampanye Afrika Utara.[200] Evakuasi tentara Polandia dari Uni SovietSetelah serbuan Jerman ke Uni Soviet pada tanggal 22 Juni 1941, Inggris bersekutu dengan Uni Soviet melalui Perjanjian Inggris-Soviet pada tanggal 12 Juli 1941 dan Perdana Menteri Churchill menekan Jenderal Sikorski untuk mencapai kesepakatan juga dengan Uni Soviet.[201] Kesepakatan Sikorski-Mayski ditandatangani pada tanggal 30 Juli 1941 kendati mendapat penolakan keras dari penentang Jenderal Sikorski di Pemerintah dalam pengasingan (tiga kabinet mengundurkan diri, termasuk Menteri Luar Negeri August Zaleski dan Jenderal Kazimierz Sosnkowski) dan hubungan diplomatik Uni Soviet-Polandia terpulihkan.[126] Aspek teritorial Pakta Molotov–Ribbentrop menjadi batal. Tentara-tentara Polandia dan lainnya yang ditahan di penjara Uni Soviet sejak 1939 dibebaskan dan pembentukan Angkatan Bersenjata Polandia telah disetujui yang bertujuan untuk membantu Tentara Merah di Front Timur untuk membebaskan Polandia dan membangun kedaulatan negara Polandia. Permasalahan lain, termasuk perbatasan-perbatasan Polandia, akan ditetapkan kemudian. Kesepakatan militer Uni Soviet-Polandia ditandatangai pada tanggal 14 Agustus 1941, yang mengupayakan untuk menentukan kondisi-kondisi politik dan operasional atas fungsi Angkatan Bersenjata Polandia.[194] Pilihan Jenderal Sikorski yang dinyatakan sekitar 1 September, agar Tentara Polandia diterjunkan dalam pertahanan ladang minyak Kaukasus, yang memungkinkannya supaya tetap dekat dengan pasukan Inggris.[202] Untuk memecahkan berbagai masalah yang mengemuka selama proses rekrutmen dan pelatihan dari Divisi-divisi Polandia, Jenderal Sikorski pergi ke Uni Soviet, di mana ia melakukan negosiasi dengan Josef Stalin. Pada tanggal 4 Desember 1941, kedua pemimpin tersebut mengumumkan pernyataan umum "dari persahabatan dan gotong-royong".[203] Namun, hambatan-hambatan politik dan pelaksanaannya terus berlanjut, contohnya Uni Soviet tidak dapat atau tidak ingin membekali Polandia dengan sebaik-baiknya. Akhirnya dengan bantuan Inggris, Kepala Angkatan Bersenjata Polandia di Uni Soviet Władysław Anders dan Jenderal Sikorski memperoleh izin Stalin untuk memindahkan pasukannya ke Timur Tengah.[204] Menurut suatu sumber, 78.631 tentara Polandia dan puluhan ribu warga sipil meninggalkan Uni Soviet untuk pergi ke Iran pada musim semi dan musim panas tahun 1942.[205] Mayoritas dari anggota tentara Jenderal Anders membentuk Korps II Tentara Polandia (bahasa Polandia: Drugi Korpus Wojska Polskiego) di Timur Tengah, di mana Korps tersebut dibawa ke Italia pada tahun 1944, untuk turut berpartisipasi dalam Kampanye Italia. Prajurit Korps tersebut berkembang dari 60.000 orang menjadi 100.000 pada pertengahan 1945. Secara keseluruhan tentara Polandia diambil dari tempat yang dianggap dapat meningkatkan kedudukan Pemerintah dalam pengasingan dan mempengaruhi nasib Polandia pasca-perang, ke tempat di mana yang ternyata mereka tidak dapat melakukannya.[133][138][201][m] Dalam bayang-bayang serangan Soviet, kematian Jenderal SikorskiKetika pasukan Uni Soviet mengawali serangannya ke arah Barat dengan kemenangan di Stalingrad, semakin jelas bahwa visi Stalin akan masa depan Polandia dan perbatasannya telah berbeda secara mendasar dari visi Pemerintah Polandia di London dan Negara Bawah Tanah, hubungan Uni Soviet-Polandia terus memburuk. Lembaga-lembaga komunis Polandia bersaing dengan lembaga pergerakan kemerdekaan nasional dan gerakan pro-Barat yang didirikan di Polandia (Partai Pekerja Polandia) pada bulan Januari 1942 dan Persatuan Patriot Polandia di Uni Soviet.[133][210] Pada awal tahun 1943, komunis Polandia mengutus delegasinya yang dipimpin oleh Władysław Gomułka bernegosiasi dengan pihak Pemerintah Polandia dalam pengasingan melalui delegasinya di Warsawa, tetapi tidak ada kesepakatan yang dicapai oleh kedua belah pihak dan masing-masing delegasi mengakhiri pembicaraan, setelah pelanggaran hubungan diplomatik Uni Soviet-Polandia yang diakibatkan karena perselisihan tentang Pembantaian Katyn. Partai Pekerja Polandia merumuskan program terpisah dan sejak bulan November 1943 secara resmi berada di bawah kepemimpinan Władysław Gomułka.[211] Pada musim semi 1943, atas prakarsa Persatuan Patriot Polandia yang dipimpin oleh Wanda Wasilewska, Uni Soviet mulai merekrut untuk Tentara Polandia Sayap Kiri yang dipimpin oleh Zygmunt Berling, seorang Kolonel Angkatan Bersenjata Polandia, untuk menggantikan Tentara Anders yang "tidak setia" dan telah pergi. Divisi infanteri Tadeusz Kościuszko Pertama (Divisi Kościuszko), bergegas menghadapi pertempuran pertamanya dalam Pertempuran Lenino tanggal 12-13 Oktober 1943. Faksi komunis yang berbasiskan di Uni Soviet, diorganisir di Biro Pusat Komunis Polandia (bahasa Polandia: Centralne Biuro Komunistów Polski atau CBKP) (diaktifkan pada bulan Januari 1944), yang diarahkan kelak oleh tokoh penguasa Stalinis Polandia seperti Jakub Berman, Hilary Minc dan Roman Zambrowski, yang semakin berpengaruh. Mereka juga memiliki pengaruh yang kuat atas terbentuknya Tentara Polandia Pertama (tentara Berling), pada 1943-1944.[103][133][210] Pada bulan April 1943, Jerman mengungkap kuburan dari 4.000 atau lebih perwira-perwira Polandia di wilayah pedesaan Katyn dekat Smolensk. Pemerintah Polandia yang mencurigai Uni Soviet sebagai pelaku atas kekejaman tersebut, meminta bantuan Komite Internasional Palang Merah untuk menyelidiki kasus tersebut. Uni Soviet menyangkal keterlibatannya dalam peristiwa tersebut dan permintaan tersebut ditarik kembali oleh Sikorski atas tekanan Inggris dan Amerika, tetapi Stalin bereaksi dengan "menunda" hubungan diplomatik dengan Pemerintah Polandia dalam pengasingan pada tanggal 23 April 1943. Informasi mengenai peristiwa Pembantaian Katyn tersebut, diredam oleh Inggris selama perang hingga perang usai, di mana pengungkapan peristiwa tersebut adalah tindakan yang memalukan dan menimbulkan kesulitan-kesulitan politik.[23][133][212] Perdana Menteri Sikorski, salah seorang pemimpin terkemuka dalam Pemerintahan Polandia dalam pengasingan, tewas karena kecelakaan pesawat dekat Gibraltar pada tanggal 4 Juli 1943. Sikorski digantikan sebagai kepala Pemerintahan Polandia dalam pengasingan oleh Stanisław Mikołajczyk dan Kazimierz Sosnkowski sebagai Panglima tertinggi militer. Władysław Sikorski bersedia bekerja sama dengan Perdana Menteri Winston Churchill, termasuk dalam permasalahan kerja sama dengan Uni Soviet. Perdana Menteri meyakini bahwa kelemahan-kelemahan strategi dan ekonomi Polandia di Timur akan hilang karena pengambilalihan Prusia Timur Jerman, Pommern dan Silesia serta konsesi teritorial Polandia di Timur dapat dilakukan. Di sisi lain, Sikorski dihargai karena mencegah dikabulkannya tuntutan teritorial Uni Soviet melalui Perundingan Anglo-Soviet pada tahun 1942. Setelah kematiannya, posisi Pemerintah Polandia dalam koalisi Sekutu semakin memburuk dan badan pemerintah terpecah menjadi faksi-faksi yang saling berseteru.[133][210][213][208] Penolakan Pemerintah dalam pengasinganDalam pertemuan para Menteri Luar Negeri dari tiga kekuatan besar Sekutu pada Konferensi Moskwa yang diselenggarakan tanggal 18 Oktober hingga 11 November 1943, atas permintaan Pemerintah Polandia mengenai perbatasan yang tidak dirundingkan, tetapi Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt telah menyatakan dukungannya bagi persetujuan Inggris atas Garis Curzon sebagai perbatasan Uni Soviet-Polandia di masa yang datang. Kekuatan-kekuatan tersebut mewakili pembagian Eropa menjadi lingkungan yang berpengaruh dan Polandia ditempatkan dalam lingkungan Uni Soviet. Polandia juga kecewa dengan kurangnya kemajuan mengenai permasalahan penting tentang kelanjutan hubungan diplomatik Uni Soviet-Polandia, karena pasukan tentara Soviet telah bergerak kearah perbatasan Polandia tahun 1939.[214] Antara bulan November-Desember 1943, para pemimpin Sekutu bertemu dalam Konferensi Teheran yang dihadiri oleh Perdana Menteri Churchill, Presiden Roosevelt dan Pemimpin Uni Soviet Josef Stalin. Presiden Roosevelt dan Perdana Menteri Churchill setuju dengan Stalin dalam permasalahan penggunaan Garis Curzon sebagai dasar baru atas batas Timur wilayah Polandia dan memberikan kompensasi kepada Polandia atas tanah yang diambil dari Jerman. Aliansi perang strategis dengan Uni Soviet tidak dapat dihindari, melebihi loyalitas Barat terhadap Pemerintah Polandia dan rakyatnya. Polandia tidak turut serta diajak berdiskusi atau diberikan informasi secara memadai tentang keputusan-keputusan para pemimpin Sekutu tersebut.[133][215] Dengan Sekutu Barat yang memperlambat upaya serangan serius dari Barat,[n] jelas bahwa Uni Soviet yang akan memasuki wilayah Polandia dan mengusir Jerman Nazi. Serangan Uni Soviet bertujuan untuk merebut lembah Vistula yang dimulai pada bulan Januari 1944.[218] Perdana Menteri Churchill memberikan tekanan kepada Perdana Menteri Stanisław Mikołajczyk, menuntut akomodasi dengan Uni Soviet, termasuk permasalahan perbatasan. Pada saat Tentara Merah bergerak menuju Polandia untuk mengalahkan Jerman Nazi, Stalin meneguhkan pendiriannya terhadap Pemerintah Polandia dalam pengasingan, yang tidak hanya menginginkan pengakuan terhadap usulan perbatasan, tetapi pengunduran diri seluruh elemen Pemerintahan yang "memusuhi Uni Soviet", yang berarti Presiden Raczkiewicz, Panglima Angkatan Bersenjata Sosnkowski dan para Menteri lainnya.[133] Struktur Pemerintah Bawah Tanah Polandia dibentuk oleh aliansi Partai Rakyat, Partai Sosialis, Partai Nasionalis dan Faksi Buruh. Aliansi tersebut saling bersaing dalam koalisi yang rapuh, masing-masing menentukan sikap dan identitasnya sendiri-sendiri dengan harapan atas perebutan kekuasaan pasca-perang. Pemerintah Polandia di London telah kehilangan pengaruhnya yang lemah dalam pandangan Pemerintah Inggris dan Amerika.[142] Tuntutan Inggris dan Uni Soviet kepada Pemerintah Polandia dalam pengasingan dibuat pada bulan Januari 1944, dalam konteks atas kemungkinan pembaruan hubungan diplomatik Uni Soviet-Polandia dan bergantung kepada perjanjian Polandia dan persetujuan Uni Soviet atas kemerdekaan, sepertinya Finlandisasi negara Polandia. Setelah penolakan Pemerintah Polandia untuk menerima persyaratan, Uni Soviet memberikan dukungan hanya kepada struktur Pemerintahan Polandia beraliran kiri yang tengah dalam proses fasilitasi, memungkinkan kontak dengan Perdana Menteri Stanisław Mikołajczyk, tetapi sudah dalam kerangka kendali komunis.[219][220][o] Sebagai akibat dari kunjungan kontroversial diplomat Polandia Oskar R. Lange ke Uni Soviet, dibentuk organisasi Kongres Amerika Polandia di Amerika pada bulan Mei 1944, di mana salah satu tujuan dari organisasi tersebut adalah dukungan atas kepentingan Polandia merdeka dihadapan Pemerintah federal Amerika Serikat. Perdana Menteri Mikołajczyk mengunjungi Amerika pada bulan Juni 1944 dan dalam beberapa kesempatan bertemu dengan Presiden Roosevelt yang mendesaknya untuk mengunjungi Moskwa dan berbicara dengan pemimpin Uni Soviet secara langsung. Selanjutnya Perdana Menteri Mikołajczyk terlibat dalam perundingan dengan Stalin dan Pemerintah Polandia komunis yang baru (bahasa Polandia: Polski Komitet Wyzwolenia Narodowego atau PKWN), akhirnya ia mengundurkan diri dari jabatannya dan posisinya digantikan oleh Tomasz Arciszewski sebagai Perdana Menteri baru Pemerintah Polandia dalam pengasingan pada bulan November 1944.[147][221] Ketidaksetujuan Mikołajczyk dengan mitra-mitra koalisinya (ia tidak dapat meyakinkan para menteri bahwa restorasi perbatasan Polandia Timur sebelum perang tidak lagi layak untuk dilanjutkan dan diperlukan kompromi-kompromi selanjutnya) dan kepergiannya menciptakan kekosongan, karena Inggris dan Amerika sebenarnya tidak ingin berhubungan dengan Pemerintah Polandia setelahnya.[164][219][222][p] Pada tahun 1944, Angkatan Bersenjata Polandia di Barat memberikan kontribusi besar dalam peperangan, yang turut serta dalam Kampanye Italia, Korps II Polandia di bawah Jenderal Anders menyerbu benteng Monte Cassino dan membuka jalan ke Roma. Pada musim panas dan musim gugur, Korps juga turut berperang dalam Pertempuran Ancona dan serangan Garis Gothic, menyelesaikan pertempuran dalam Pertempuran Bologna pada bulan April 1945.[224] Pada bulan Agustus 1944, setelah Pendaratan Normandia, Divisi Lapis Baja Ke-1 Jenderal Stanisław Maczek membedakan dirinya dalam Pertempuran Falaise. Setelah berperang dalam Pertempuran Chambois dan mempertahankan Bukit 262, Divisi tersebut melintas ke Belgia dan merebut Ieper. Pada bulan Oktober, pertempuran hebat terjadi di Wilhelmshaven yang diduduki Jerman dan membebaskan kamp tahanan perang di wilayah Oberlangen, Emsland yang memenjarakan banyak tahanan perang wanita, yang ditangkap setelah aksi Pemberontakan Warsawa.[225] Pada bulan September, Brigade Parasut Pertama Independen, yang dipimpin oleh Jenderal Stanisław Sosabowski, bertempur dengan hebat dalam Pertempuran Arnhem.[133][226] Angkatan udara Polandia yang terdiri dari 15 Skuadron tempur dan 10.000 penerbang, berpartisipasi penuh dalam Serangan Barat, seperti yang dilakukan Angkatan laut Polandia dengan kapal-kapal perangnya.[227] Uni Soviet dan kemenangan Polandia-komunisUni Soviet (Front Ke-1 Belorusia) dan sekutunya pasukan Polandia melintas Sungai Bug pada tanggal 19 Juli 1944 bersama dengan pemimpinnya Konstantin Rokossovsky menuju Warsawa. Ketika pasukan tersebut mendekati ibu kota, Divisi Panser Jerman melakukan serangan balik, sementara orang-orang Polandia melakukan aksi Pemberontakan Warsawa. Setelah serangan Jerman berhasi dikendalikan, Rokossovsky melapor kepada Stalin bahwa pasukannya akan siap terlibat dalam serangan melawan Jerman di Warsawa kira-kira tanggal 25 Agustus 1944, tetapi tidak mendapatkan jawaban. Uni Soviet mengamankan Pangkalan terdepan Vistula, lalu bersama dengan Tentara Polandia Pertama, membangun kendali atas Praga, di tepi-Timur Distrik Warsawa.[i] Karena situasi di lapangan dan pertimbangan-pertimbangan strategis dan politik, Uni Soviet memutuskan untuk berhenti sementara di Vistula hingga akhir tahun 1944.[152][228] Pemerintah Polandia dalam pengasingan di London telah menentukan bahwa (Armia Krajowa) akan bekerja sama dengan Tentara Merah yang telah maju pada tingkat taktis, ketika otoritas sipil Polandia dari Negara Bawah Tanah mengambil alih kekuasaan wilayah Polandia yang dikuasai Sekutu, untuk meyakinkan bahwa Polandia tetap sebagai negara merdeka setelah perang. Namun, kegagalan Operasi Tempest dan Pemberontakan Warsawa, menjadikan Polandia terbuka atas pembentukan pemerintahan komunis dan dominasi Uni Soviet. Uni Soviet melakukan penangkapan, eksekusi dan deportasi dari anggota-anggota Tentara Dalam Negeri dan para pejabat Negara Bawah Tanah, meskipun partisan Tentara Dalam Negeri didorong untuk bergabung dengan tentara Polandia yang dipimpin oleh komunis.[229][230] Pada bulan Januari 1945, Uni Soviet dan sekutunya pasukan Polandia melakukan serangan besar-besaran, yang bertujuan untuk pembebasan Polandia dan mengalahkan pasukan Jerman Nazi. Front Ukraina Ke-1 yang dipimpin oleh Jenderal Ivan Konev menerobos Pangkalan terdepan Vistula di Sandomierz pada tanggal 11 Januari dan bergerak cepat menuju Barat, mengambil alih Radom, Częstochowa dan Kielce tanggal 16 Januari. Kraków dibebaskan pada tanggal 18 Januari, sehari setelah Hans Frank dan pemerintahan Jerman meninggalkan kota. Pasukan Jenderal Konev lalu bergerak maju kearah Dataran tinggi Silesia, membebaskan sisa korban yang masih selamat dari Kamp konsentrasi Auschwitz pada tanggal 27 Januari. Kemudian pada awal bulan Februari, Front Ke-1 Ukraina berhasil mencapai Sungai Oder, daerah di sekitar kota Wrocław (bahasa Jerman: Breslau).[231] Di sebelah Utara Front Ukraina, Front Belorusia Ke-1 di bawah komando Jenderal Georgy Zhukov pergi ke Oder melalui rute Łódź dan Poznań. Sementara Front Belorusia Ke-2 yang lebih jauh ke Utara, dipimpin oleh Konstantin Rokossovsky. Tentara Polandia Pertama bertempur di Front Belorusia Ke-1 dan Ke-2 memasuki Warsawa yang telah menjadi puing pada tanggal 17 Januari, secara resmi membebaskan kota tersebut. Poznań diambil alih oleh formasi Uni Soviet setelah pertempuran berdarah. Dalam konteks serangan ke arah Barat tetapi juga untuk mendukung Pembersihan Prusia Timur dan pasukan yang terlibat dalam Pertempuran Königsberg, Tentara Polandia Pertama diarahkan menuju Utara ke wilayah Pommern, di mana gerakannya dimulai pada akhir bulan Januari 1945.[231] Pertempuran terberat yang dilakukan oleh Polandia termasuk menerobos dinding Pommern (bahasa Polandia: Wał Pomorski), diselesaikan oleh Tentara Polandia Pertama dan pasukan Uni Soviet yang sudah babak belur pada tanggal 5 Februari 1945 dalam Serangan Pommern Timur. Polandia yang di pimpin oleh Jenderal Stanisław Popławski kemudian memimpin Serangan Kolberg yang selesai pada tanggal 18 Maret. Kota Gdynia dan Gdańsk diambil alih oleh Front Belorusia Ke-2 pada akhir Maret dengan partisipasi Brigade Lapis baja Ke-1 Polandia. Kampanye Tentara Polandia Pertama terus berlanjut sehingga akhirnya mencapai Sungai Elbe pada awal Mei 1945.[231][232] Tentara Polandia Kedua yang dipimpin oleh Jenderal Karol Świerczewski dan beropeperasi bersama Front Ukraina Ke-1. Para prajurit yang pada saat itu baru menjadi wajib militer, tidak terurus dengan baik dan dipimpin secara tidak memadai, bergerak maju ke arah Dresden sejak tanggal 16 April dan menderita kerugian besar, ketika mereka berjuang dalam Pertempuran Bautzen. Selanjutnya Tentara Kedua turut ambil bagian dalam merebut Dresden, lalu melintas ke Cekoslowakia untuk bertempur dalam Serangan Praha terakhir yang memasuki kota tersebut pada tanggal 11 Mei 1945.[231] Tentara Rakyat Polandia yang secara keseluruhan ditempatkan di bawah komando Michał Rola-Żymierski, yang akhirnya diperluas dengan kekuatan hingga menjadi 400.000 orang dan membantu mengalahkan pasukan Jerman hingga ke Pertempuran Berlin (unsur Tentara Polandia Pertama),[231] menderita kerugian setara dengan yang dialami selama pertahanan negara (menurut catatan Czubiński). Lebih dari 600.000 prajurit Uni Soviet tewas dalam pertempuran melawan pasukan Jerman di Polandia. Takut akan laporan kekejaman Uni Soviet, penduduk Jerman melarikan diri ke arah Barat.[138][146][233] Menurut sejawaran Czubiński, pada tahap-tahap akhir perang, Angkatan Bersenjata Polandia merupakan pasukan terbesar keempat di pihak Sekutu, setelah Angkatan Bersenjata Uni Soviet, Amerika Serikat dan Britania Raya.[138] Negara Polandia dibangun kembali di bawah dominasi Uni SovietKerugian perang PolandiaJumlah kerugian korban jiwa Polandia pada Perang Dunia II sulit untuk dipastikan. Menurut data resmi dari Biro Pampasan Perang Polandia (bahasa Polandia: Biuro Odszkodowań Wojennych atau BOW) (1946), 640.000 penduduk Polandia tewas sebagai akibat dari aksi militer dan 5,1 juta orang tewas karena akibat dari kebijakan penindasan dan pemusnahan massal. Menurut Czubiński, Uni Soviet bertanggung jawab atas kematian sekitar 50.000 orang yang dihabisi.[234] Kira-kira sekitar 90% dari Yahudi Polandia tewas, sebagian besar dari mereka yang selamat karena melarikan diri ke Uni Soviet.[60][74][174][235] Diperkirakan 380.000 orang Yahudi Polandia selamat dari perang. Menurut perkiraan Komite Pusat Yahudi Polandia (bahasa Polandia: Centralny Komitet Żydów w Polsce atau CKŻP), 50.000 orang Yahudi bertahan di Polandia. Hampir 300.000 Yahudi ditemukan di Polandia setelah perang. Untuk sejumlah alasan, aktivitas anti-semit seperti Pogrom Kielce tahun 1946, tuduhan-tuduhan Komunisme-Yahudi (bahasa Polandia: Żydokomuna), kehilangan keluarga, harta benda dan masyarakat, keinginan untuk emigrasi ke Palestina atau ke tempat-tempat lain yang lebih menguntungkan daripada Polandia pasca-perang, sebagian besar Yahudi yang selamat, meninggalkan Polandia dalam beberapa tahap setelah perang. Tujuan dari otoritas komunis Polandia adalah negara dengan populasi etnis Polandia dan para pejabat sering memfasilitasi kepergian orang-orang Yahudi secara informal.[236] Kerugian terbesar di antara etnis Polandia yang dialami oleh orang-orang berpendidikan menengah dan tinggi, menjadi sasaran bagi para penjajah dan sepertiga di antaranya tidak ada yang selamat. Para akademisi dan orang-orang profesional merupakan masyarakat yang paling menderita. Menurut sejarawan Kochanski, hanya sekitar 10% dari korban jiwa di Polandia sebagai akibat dari aksi militer, sedangkan sisanya disebabkan oleh pembantaian yang disengaja, penganiayaan, perang dan kesulitan-kesulitan masa pendudukan.[237] 800.000 penduduk Polandia menjadi cacat permanen dan sejumlah besar gagal untuk kembali dari luar negeri yang selanjutnya mengurangi tenaga-tenaga potensial di Polandia.[234] 105.000 orang yang bertugas atau sekitar satu setengah dari tentara yang terdaftar di Angkatan Bersenjata Polandia di Barat, kembali ke Polandia setelah perang.[238][q] Perang menghancurkan 38% dari aset-aset nasional Polandia.[234] Sebagian besar instalasi industri dan infrastruktur pertanian Polandia telah hancur. Warsawa dan sejumlah kota-kota yang sebagian besar hancur memerlukan pembangunan kembali dan pemulihan yang ekstensif.[237]
Awal pemerintahan komunisDewan Nasional Negara (KRN) yang dipimpin oleh Bolesław Bierut, dibentuk di Warsawa oleh Partai Pekerja Polandia (PPR) pada tanggal 1 Januari 1944 dengan Armia Ludowa sebagai tentaranya. Polandia komunis berpusat di Warsawa dan Moskwa yang awalnya dioperasikan secara terpisah dan memiliki visi kerja sama yang berbeda dengan Uni Soviet dan mengenai permasalahan lainnya. Pada musim semi 1944, KRN mengirim delegasi ke Uni Soviet, lalu memperoleh pengakuan Stalin dan kedua cabang tersebut mulai bekerja sama. Dalam negosiasi yang intens, kedua kelompok komunis tersebut sepakat untuk membentuk semacam pemerintahan sementara yakni Komite Pembebasan Nasional Polandia (bahasa Polandia: Polski Komitet Wyzwolenia Narodowego atau PKWN).[146][210] Ketika Uni Soviet bergerak maju ke Polandia tahun 1944 dan 1945, pemerintahan Jerman runtuh. PKWN yang dikuasai komunis dibentuk di Lublin pada bulan Juli 1944, sebagai kota besar pertama Polandia dalam perbatasan baru yang direbut oleh Uni Soviet dari Nazi dan mulai mengambil alih pemerintahan negara ketika Jerman mundur. Pemerintah Polandia dalam pengasingan di London secara resmi memprotes pembentukan PKWN.[220] PKWN dipimpin oleh sosialis, Edward Osóbka-Morawski dan orang-orang non-sosialis lainnya. Manifesto PKWN dideklarasikan tanggal 22 Juli 1944 di Chełm, menginisiasikan Reformasi pertanahan yang penting. Menurut Norman Davies, Reformasi agraria sangat populer.[67][230][240][r] Komunis hanya merupakan minoritas, tetapi sangat terorganisir dan berpengaruh dalam pembentukan dan memperoleh kekuatan kamp Polandia pro-Soviet, yang juga termasuk para pemimpin dan faksi dari blok politik utama seperti agraria, sosialis, Zionis dan gerakan nasionalis. Polandia sayap kiri khususnya dengan dukungan yang cukup besar dari pemimpin gerakan tani, keduanya kritis sehubungan dengan catatan Republik Kedua Polandia yang cenderung menerima konsep teritorial Uni Soviet dan menyerukan untuk menciptakan masyarakat yang lebih egaliter (sederajat). Mereka menjadi diberdayakan dan memulai pembentukan formasi pemerintahan Polandia baru dengan mengabaikan struktur Pemerintahan Bawah Tanah yang ada.[210][242] Tentang apa yang disebut dengan Pemerintah Sementara Republik Polandia yang dibentuk pada akhir tahun 1944 di Lublin dan kemudian diakui oleh Uni Soviet, Cekoslowakia dan Yugoslavia. Pemerintahan tersebut dikepalai oleh sosialis Osóbka-Morawski, namun kaum komunis memegang mayoritas posisi kunci.[147][232] Pada bulan April 1945, Pemerintahan Sementara ini menandatangani pakta persahabatan, aliansi dan kerja sama dengan Uni Soviet.[240] Pada akhir tahun 1944 dan awal 1945, Polandia disatu sisi cenderung benci dengan Uni Soviet dan komunisme, serta takut menjadi bergantung dengan Uni Soviet, sementara disisi lain, pandangan sayap kiri semakin populer dikalangan penduduk. Terdapat sedikit dukungan atas keberlangsungan kebijakan sebelum perang.[242] Penentuan sekutuPada saat pelaksanaan Konferensi Yalta yang diselenggarakan pada bulan Februari 1945, Uni Soviet sedang berada dalam puncak kekuasaannya, sementara front di Eropa Barat dan Italia belum bergerak secepat seperti apa yang diharapkan.[243] Dalam konferensi tersebut, Sekutu melanjutkan pembahasan dan secara informal mengakhiri keputusan tentang tatanan pasca-perang di Eropa. Churchill dan Roosevelt sepakat mengenai Garis Curzon sebagai dasar perbatasan Polandia bagian Timur, tetapi tidak setuju dengan Stalin tentang perluasan wilayah Polandia bagian Barat, yang mengorbankan Jerman.[s] Polandia akan mendapatkan kompromi sementara (hingga pemilihan bebas disepakati) atas Pemerintah Persatuan Nasional, termasuk pemerintahan yang telah ada, yakni Pemerintah Sementara Republik Polandia (bahasa Polandia: Rząd Tymczasowy Rzeczypospolitej Polskiej, RTPP atau pemerintah Polandia komunis), yang kemudian secara informal dianggap sebagai kekuatan utama dan pro-Barat. Terdapat pertentangan tentang masuknya Pemerintah Polandia dalam pengasingan di London, sebagai faksi utama yang pro-Barat dalam Pemerintah Persatuan Nasional.[150][164][242] Pemerintah Polandia dalam pengasingan bereaksi terhadap pengumuman Yalta (tidak seperti hasil Konferensi Teheran, hasil Konferensi Yalta diumumkan ke publik) dengan protes keras. Negara Bawah Tanah di Polandia, melalui Dewan Persatuan Nasionalnya yang berjalan secara diam-diam, mengeluarkan tanggapan secara pragmatis dan terukur, menyesali pengorbanan yang dibebankan atas Polandia, tetapi mengharapkan perwakilan pemerintah membangun dan berkomitmen untuk dapat beradaptasi terhadap situasi dan mendorong "hubungan yang damai dan bersahabat" dengan Uni Soviet.[164] Dewan tersebut menyatakan kesiapannya untuk turut berpartisipasi dalam konsultasi yang mengarah kepada pembentukan Pemerintahan Persatuan Nasional.[232] Komisi tripartit Sekutu yang terdiri dari Vyacheslav Molotov, Duta Besar Inggris dan Duta Besar Amerika di Moskwa sejak tanggal 23 Februari 1945, mengerjakan susunan Pemerintahan Persatuan Nasional Polandia, tetapi pekerjaan tersebut terhenti karena perbedaan interpretasi tentang perjanjian Konferensi Yalta. RTPP yang melakukan pendekatan kepada mantan Perdana Menteri Polandia dalam pengasingan Stanisław Mikołajczyk, menolak untuk membuat kesepakatan terpisah dengan Komisi tersebut, tetapi pada tanggal 15 April 1945 membuat pernyataan yang menerima hasil keputusan Yalta.[164][232] Karena pertentangan yang terus berlanjut dalam susunan Pemerintahan Persatuan Nasional Polandia, Perdana Menteri Churchill meyakinkan Mikołajczyk untuk turut ambil bagian dalam sebuah Konferensi di Moskwa yang akan diselenggarakan pada bulan Juni 1945, di mana ia dan para demokrat Polandia lainnya setuju dengan Stalin atas kesepakatan sementara (hingga janji pemilihan umum yang akan segera dilaksanakan, tetapi tidak disebutkan jangka waktunya atau bahkan dibahas) tidak termasuk Pemerintah Polandia dalam pengasingan.[237][242] Mikołajczyk dianggap oleh pihak Barat sebagai satu-satunya politisi Polandia yang masuk akal.[246] Berdasarkan kesepahaman yang dicapai di Moskwa oleh tiga kekuatan dengan bantuan Mikołajczyk, Pemerintahan Sementara Persatuan Nasional secara resmi dibentuk pada tanggal 28 Juni 1945 dengan Osóbka-Morawski sebagai Perdana Menteri, Władysław Gomułka dan Stanisław Mikołajczyk sebagai Wakil Perdana Menteri. Mikołajczyk kembali ke Polandia pada bulan Juli bersama dengan Stanisław Grabski dan disambut dengan antusias oleh banyak orang di beberapa kota di Polandia. Pemerintahan yang baru dibentuk ini tak lama kemudian segera diakui oleh Britania Raya, Amerika Serikat dan sebagian besar negara lainnya.[247][248][249] Pemerintahan sementara, secara formal merupakan sebuah koalisi, pada kenyataannya dikuasai sepenuhnya oleh Partai Pekerja Polandia yang dipimpin oleh Gomułka dan politisi Polandia lainnya, yakin akan dominasi Uni Soviet yang tak terhindarkan. Pemerintahan sementara tersebut dibebankan untuk melakukan pemilihan umum dan memulihkan situasi di Polandia. Sementara Pemerintah Polandia dalam pengasingan di London, tak lagi diakui oleh negara-negara kekuatan besar dan tetap ada hingga tahun 1991.[240][242][248] Penganiayaan terhadap oposisiPada bulan Oktober 1944, penganiayaan terhadap oposisi semakin intensif, ketika otoritas Komite Pembebasan Nasional Polandia (PKWN) menghadapi masalah kesetiaan yang meluas di antara para anggota wajib militer dan bagian lain dari masyarakat Polandia. Penegakan aturan komunis dilakukan oleh NKVD dan dinas keamanan Polandia, di mana secara keseluruhan didukung oleh kehadiran Tentara Merah secara besar-besaran di Polandia.[230] Lawan politik komunis potensial, dijadikan sasaran kampanye teror Soviet, di mana banyak dari mereka yang ditangkap, dieksekusi dan disiksa. Menurut sebuah perkiraan, 20.000 orang kehilangan nyawanya di kamp-kamp buruh yang dibangun Soviet sejak awal tahun 1944.[250] Sebuah organisasi konspirasi yang terkait dengan AK (Tentara Dalam Negeri), dikenal dengan NIE (bahasa Polandia: niepodległość atau kemerdekaan) dibentuk pada tahun 1943 oleh Emil August Fieldorf dan Leopold Okulicki. Sejak bulan Mei 1944, Jenderal Okulicki menjadi Komandannya. Organisasi NIE masih tetap ada ketika AK dibubarkan pada bulan Januari 1945. Aktivitasnya ditujukan untuk melawan Pemerintahan Sementara Republik Polandia (Polandia komunis). Namun, ketika Jenderal Emil August Fieldorf dan Jenderal Okulicki ditangkap oleh NKVD pada bulan Maret dan diadili oleh otoritas Soviet di Moskwa bulan Juni 1945,[251] organisasi NIE yang sempat dipimpin oleh Antoni Sanojca ini, dibubarkan atas izin Jenderal Anders tanggal 7 Mei 1945.[252] Kemudian terbentuk Delegasi Angkatan Bersenjata untuk Polandia (bahasa Polandia: Delegatura Sił Zbrojnych na Kraj) pada bulan Mei, yang akhirnya diganti oleh formasi "Kebebasan dan Kemerdekaan" (bahasa Polandia: Zrzeszenie Wolność i Niezawisłość atau WiN) yang bertujuan untuk mengatur perlawanan politik daripada perlawanan militer terhadap dominasi komunis.[165] Delegasi Pemerintah Jan Stanisław Jankowski dan Ketua Dewan Persatuan Nasional Kazimierz Pużak serta tigabelas pemimpin Negara Bawah Tanah Polandia, diundang untuk menghadiri pembicaraan dengan Jenderal Ivan Serov dari NKVD tanggal 27 Maret 1945. Mereka semua akhirnya ditangkap dan dibawa ke Moskwa untuk menunggu persidangan. Pemerintah Sementara Komunis Polandia dan para pemimpin Barat tidak diberitahu mengenai penangkapan tersebut oleh otoritas Soviet. Pihak Inggris dan Amerika diberitahu oleh Pemerintah Polandia dalam pengasingan. Setelah pengakuan Soviet yang terlambat, mereka tidak berhasil menekan pemerintah Soviet untuk membebaskan para tahanan.[253] Pada bulan Juni 1945, mereka semua termasuk Jenderal Okulicki diadili di Moskwa yang dikenal dengan Pengadilan enambelas.[254] Mereka dituduh melakukan tindakan subversif anti-Soviet dan dijatuhkan hukuman ringan menurut hukum yang berlaku di Uni Soviet, agaknya disebabkan oleh proses negosiasi yang tengah berlangsung mengenai pembentukan Pemerintah Polandia dan intervensi pihak Barat. Jenderal Okulicki dihukum sepuluh tahun penjara,[237] tetapi ia meninggal dalam penjara pada akhir tahun 1946, atas dugaan yang tidak diketahui. Dokumen-dokumen Soviet mengesankan bahwa Okulicki meninggal disebabkan oleh komplikasi medis karena mogok makan, meskipun ada pula kesan bahwa ia mungkin saja dibunuh.[255] Industri dan properti lainnya pasca-Jerman, dijarah oleh Soviet sebagai Pampasan perang, meskipun bekas tanah-tanah di wilayah timur Jerman berada di bawah administrasi tetap Polandia.[256][t] Ketika Soviet dan Polandia pro-Soviet memperkuat kendali mereka atas negara, terjadi perjuangan politik dengan pihak oposisi yang dilecehkan dan tertindas, disertai dengan sisa-sisa perlawanan brutal anti-komunis Polandia, yang dilancarkan oleh elemen-elemen yang tidak berdamai dari bekas (telah dibubarkan secara resmi) yakni Tentara Dalam Negeri dan Persatuan Militer Nasional (nasionalis sayap kanan).[258] Ribuan milisi, anggota PPR dan lainnya dibunuh sebelum otoritas komunis memulihkan situasi di bawah kendalinya.[165][u] Menurut sebuah perkiraan, dalam kekerasan pasca-perang, sekitar 10.000 anggota anti-komunis bawah tanah telah dibunuh, bersama dengan 4.500 fungsionaris rezim dan beberapa ratus orang prajurit Soviet.[260] Sebuah "Blok Demokratik" yang terdiri dari kaum komunis dan sosialisnya, membentuk Sekutu pedesaan dan perkotaan. Partai Rakyat Polandia (bahasa Polandia: Polskie Stronnictwo Ludowe atau PSL) yang dipimpin oleh Stanisław Mikołajczyk, menolak untuk bergabung dengan Blok, sebagai satu-satunya oposisi yang legal dan mengandalkan kemenangan yang dijanjikan dalam pemilihan umum legislatif. Gerakan Polandia lainnya pada saat yang bersamaan, termasuk Demokrasi Nasional, Sanasi dan Faksi Buruh (Demokrasi Kristen) tidak diberikan izin untuk berfungsi secara legal dan ditangani oleh Badan Keamanan Polandia dan Soviet.[240][247] Pihak Sekutu Barat dan para pemimpinnya, khususnya Roosevelt dan Churchill, telah dikritik oleh para penulis Polandia dan beberapa sejarawan Barat atas apa yang dilihat oleh sebagian besar orang Polandia sebagai pengabaian Polandia kepada pihak Uni Soviet (pengkhiatanan Barat). Keputusan-keputusan yang dibuat dalam Konferensi Teheran, Yalta, Potsdam dan pada kesempatan lain menurut pendapat tersebut, merupakan keterlibatan pihak barat dalam pengambilalihan Eropa Timur oleh Stalin.[v] Menurut sejarawan Polandia Antoni Czubiński, menyalahkan kekuatan Barat, terutama Winston Churchill atas "pengkhiatanan" terhadap sekutu Polandia, "tampaknya sebuah kesalahpahaman total".[234] Polandia yang dikuasai SovietPasca-Perang Dunia II, Polandia merupakan negara yang kurang berkedaulatan, sangat bergantung kepada Uni Soviet. Kerja sama Polandia sayap kiri dengan rezim Stalin, memungkinkan untuk mempertahankan negara Polandia dalam batas-batas yang menguntungkan. Partai Pekerja Polandia pimpinan Gomułka yang dominan, memiliki cabang yang sangat pro-Soviet dipimpin oleh Bierut dan sejumlah internasionalis yang dalam pandangan aktivis komunis Yahudi dan cabang nasional, bersedia untuk menempuh "jalan Polandia menuju sosialisme".[240][247] Sebagaimana yang disepakati dalam Konferensi Yalta, Uni Soviet menggabungkan wilayah di Polandia bagian timur (Kresy, sebelah timur Garis Curzon), yang sebelumnya diduduki dan dianeksasi pada tahun 1939.[242] Sekutu Barat memberikan kompensasi kepada Polandia atas teritorial Jerman di sebelah timur Perbatasan Oder-Neisse, bagian dari Pommern, Silesia dan Prusia Timur (dalam propaganda pemerintah komunis Polandia, disebut sebagai "Wilayah yang dipulihkan"),[261][w] untuk menunda skema teritorial Polandia oleh Stalin.[x] Kesepakatan tersebut mudah untuk dilaksanakan, tetapi pada prinsipnya tidak tetap, lalu diakhiri pada Konferensi Potsdam (17 Juli-2 Agustus 1945).[263][y] Wilayah negara menjadi bergeser ke arah barat dan menyerupai teritorial Dinasti Piast pada awal abad pertengahan. Berdasarkan perjanjian Potsdam, jutaan orang Jerman diusir dan dipaksa untuk merelokasi keluarganya ke Jerman baru.[263] Sekitar 4,4 juta orang telah melarikan diri tanpa menunggu keputusan Potsdam (sebagian besar selama bulan-bulan terakhir perang) dan 3,5 juta orang diusir dari wilayah yang telah menjadi teritorial Polandia pada 1945-1949.[52][260] Sejarawan Norman Davies mencatat bahwa perpindahan tempat tinggal Jerman, bukanlah sebagai aksi balas dendam masa perang, tetapi sebagai hasil dari kebijakan Sekutu yang telah berlangsung lama. Rusia dan juga Inggris melihat Prusia Timur Jerman sebagai produk militerisme Jerman "akar dari kesengsaraan Eropa" dan karenanya, Sekutu bermaksud untuk memberantasnya.[265] Teritorial bagian barat dan utara Polandia yang baru, dihuni kembali oleh orang Polandia di Uni Soviet yang direpatriasi dari wilayah-wilayah timur sekarang di Uni Soviet (2-3 juta orang) dan dari wilayah-wilayah lainnya.[256][z] Perbatasan Polandia-Soviet yang akurat, digambarkan dalam Perjanjian Perbatasan Polandia-Soviet yang ditandatangani pada tanggal 16 Agustus 1945. Luas wilayah Polandia yang baru, tampak lebih kecil sekitar 20% (77.000 Km2) bila dibandingkan dengan perbatasan tahun 1939. Wilayah timur yang kurang berkembang menjadi hilang dan daerah industri di bagian barat berhasil didapatkan, tetapi dampak emosional bagi banyak warga Polandia, jelas negatif.[263] Perpindahan penduduk, juga termasuk perpindahan warga etnis Ukraina dan Belarusia dari Polandia ke Republik Soviet negara masing-masing,[266] Secara khusus, Otoritas Komunis Soviet dan Polandia, mengusir hampir 700.000 penduduk etnis Ukraina dan Lemkos (bahasa Polandia: Łemkowie) antara tahun 1944-1947, memindahkan sebagian besar dari penduduk tersebut ke wilayah Sosialis Soviet Ukraina dan kelompok lainnya tersebar ke "Wilayah yang dipulihkan" selama Operasi Vistula, sehingga memastikan bahwa Polandia pasca-perang tidak memiliki minoritas atau kelompok konsentrasi minoritas untuk bersaing, karena ribuan orang terbunuh dalam aksi pertikaian dan kekerasan.[236] Setelah perang, banyak orang-orang Polandia yang terlantar dan beberapa yang tinggal di Kresy tidak berakhir di Polandia yang dibangun kembali pada tahun 1945.[263] Populasi penduduk dalam perbatasan resmi Polandia masing-masing menurun dari 35,1 juta penduduk tahun 1939 menjadi 23,7 juta penduduk tahun 1946.[234] Perbatasan bagian barat Polandia dipertanyakan oleh Jerman dan banyak negara di barat, sementara rencana Konferensi Perdamaian tidak dapat diwujudkan karena Perang Dingin menggantikan kerja sama masa perang. Perbatasan-perbatasan, yang penting bagi keberadaan Polandia, pada praktiknya dijamin oleh Uni Soviet yang hanya meningkatkan ketergantungan pemimpin Pemerintah Polandia pada rekan Sovietnya.[247] Lihat pulaCatatan
Referensi
Daftar pustaka
Pranala luar
|